Fawwaz menyelesaikan pekerjaanya lebih cepat dari hari biasanya. Tepat jam empat sore dia bergegas keluar kantor.
Fawwaz melirik jam tangan yang ada di lenganya, kemudian berjalan menuju parkiran.
Namun saat Fawwaz akan masuk ke dalam mobilnya, Alfin melambaikan tanganya ke Fawwaz lalu berjalan menghampiri Fawwaz.
"Waz, tunggu !" Seru Alfin.
Fawwaz menutup kembali pintu mobilnya, lalu berjalan ke depan.
"Ada apa?" tanya Fawwaz.
"Gue ... " Suara Alfin tersengal-sengal.
"Nanti gue sama teman-teman kantor mau jenguk istri lu di Rumah Sakit. Gue boleh minta Nomer Kamarnya kan !" Pinta Alfin dengan sedikit paksaan.
Fawwaz melihat beberapa teman kantornya sudah bersiap ikut denganya ke Rumah Sakit. Termasuk Ribka.
"Ngapain?" tanya Fawwaz keheranan.
"Gak usah lah, palingan juga kalau gak nanti malam atau besok juga dia udah boleh balik kok." Tambah Fawwaz.
"Waz, gue tau lu bakalan nolak. Tapi mereka sudah terlanjur mau ikut ... " Alfin menepuk pundak Fawwaz dengan suara memelas. "Tolong ya Waz, jangan nolak." Tambah Alfin.
Hhhh, Fawwaz menarik nafas panjang.
"Ya sudahlah, kalian ikutin mobil gue dari belakang."
"Oke, siap Bos !"
****
Ara bosan seharian hanya berbaring di ranjang, dia meminta Bibik untuk membawanya jalan-jalan ke Taman belakang Rumah Sakit.
"Bik," ujar Ara dengan lirih.
"Iya Neng, ada apa?"
Bibik yang sedang mengupas kan buah pear untuk Ara, seketika menghentikan aktifitasnya.
"Temani Ara jalan-jalan yuk !" Seru Ara.
"Emang Neng sudah boleh jalan-jalan?" tanya Bibik, memastikan jika Dokter sudah mengizinkanya majikanya jalan-jalan.
Ara mengangguk.
"Ya sudah, Neng tunggu disini sebentar ya. Bibik carikan kursi roda dulu," ujar Bibik lalu beranjak keluar dari kamar tersebut.
Ara mengambil beberapa potong pear yang sudah di potong dadu oleh BIbik.Tidak lama kemudian Bibik sudah kembali dengan mendorong sebuah kursi roda. Bibik juga di temani oleh satu suster.
"Apakah Mbak mau jalan-jalan?"
Seorang wanita berpakaian seragam Rumah Sakit tersebut bertanya pada Ara.
Ara mengangguk, "iya Sus." Jawab Ara.
"Mari saya bantu naik ke kursi roda," kata Perawat.
Bibik dan Perawat tersebut membantu Ara menuruni ranjangnya lalu keduanya memapah Ara ke kursi roda.
"Terimakasih ya Sus," ucap Bibik.
"Sama-sama. Saya tinggal dulu ya, kalau ada apa-apa langsung hubungi kami saja." Jawab Perawat, kemudia beranjak keluar dari ruangan kamar Ara.
Bibik mendorong pelan kursi rodanga, Ara melihat-lihat keadaan kanan dan kirinya.
"Bik, disitu !" Ara menunjuk sebuah Taman kecil yang bertempat di belakang Rumah Sakit.
"Ta ... pi Neng, kalau Den Fawwaz datang gimana?".
"Sebentar saja Bik," rayu Ara.
Akhirnya Bibik menuruti permintaan Ara.
Ceklek,
"Loh, kok kosong?" Fawwaz keheranan mendapati ruangan istrinya kosong.
Kemudian Fawwaz menutup pintunya kembali lalu mencari-cari di sekitaran ruangan.
Sementara Ara dan Bibik sudah kembali ke kamar. Dari ujung lorong, Fawwaz melihat istrinya baru kembali. Fawwaz berlarian kecil, lalu menghampiri keduanya.
"Kalian darimana?"
"Astaghfirullah," Bibik dan Ara terkejut mendengar suara Fawwaz yang muncul tiba-tiba, lalu Bibik menoleh ke sumber suara.
"Ya Allah Aden, hampir saja jantung Bibik copot." Bibik menempelkan telapak tanganya di dada.
Hehehe, Fawwaz terkekeh kecil.
"Aku bantu kamu naik ke ranjang ya," ucap Fawwaz.
Ara mengangguk.
"Permisi ya Ra," Fawwaz menggendong tubuh Ara lalu merebahkanya ke kasur.
Ara tidak mengucapkan apa-apa, dia hanya diam dengan wajah datar.
Fawwaz pun sudah terbiasa dengan sifaf Ara, dia memakluminya.
"Bik,"
"Iya Aden." Jawab Bibik.
"Bibik sudah mau pulang ke rumah?" tanya Fawwaz.
"Jika keberadaan Bibik sudah tidak di butuhkan lagi, ya Bibik pulang saja Den." Sahut Bibik sembari membereskan sampah d sekitar ranjanv Ara.
"Tolong belikan beberaps air dingin untuk teman-teman kantor saya ya Bik," Ujar Fawwaz sambil memberikan beberapa dua lembar uang lima puluh ribu rupiah.
"Baik Den."
Beberapa menit kemudian, beberapa teman Kantor Fawwaz datang ke ruanganya.
“Assalamu’alaikum," ucap salah satu bawahan Fawwaz.
"Wa'alaikumsalam, silahkan masuk." Sambut Fawwaz.
"Terimakasih Pak,"
Fawwaz menyunggingkan senyum lalu beranjak keluar bersama teman-teman lelakinya termasuk Alfin.
Sedangkan di dalam ruangan untuk para wanita.
Sebagai perwakilan teman-temanya, Ribka mendekati ranjang Ara untuk memberikan buah tangan.
"Buk, saya taruh disini ya." Ribka meletakkan parcel buah di atas meja.
Ara mengangguk, "terimakasih." Ara mengembang senyum.
"Sama-sama." Sahut Ribka dengan senyuman manis di bibirnya.
"Oh iya, kita belum berkenalan Buk. Saya Ribka." Ribka mengulurkan tanganya ke Ara san Ara menyambutnya dengan ramah.
"Ara. Panggil saja saya Ara, gak pakai Buk." Jawaban Ara membuat semua orang di ruangan terkekeh.
Kemudian Ribka memperkenalkan teman-teman Fawwaz satu per satu.
Ara tidak banyak berkomentar, sesekali dia tersenyum atau mengangguk.
"Permisi Den, ini untuk teman-teman Aden," Bibik memberikan dua kresek sedang yang berisi beberapa macam minuman ke Fawwaz.
"Saya pamit dulu ya Den," pamit Bibik.
"Hati-hati Bik. Terimakasih."
Sudah lebih dari tiga puluh menit mereka mengobrol, tak terasa langit semakin gelap. Alfin, Ribka dan kawan-kawanya segera berpamitan.
“Waz, udah sore nih. Kita pamit dulu ya." Pamit Alfin disusul dengan teman lainya.
"Oke, terimakasih sudah menyempatkan untuk menjenguk istri ku." Jawab Fawwaz sambil merangkul pundak sahabatnya.
"Pulang dulu ya Ra, lekas sembuh ... " Pamit beberapa teman wanita Fawwaz pada Ara.
Ara mengangguk sembari menyunggingkan senyum.
****
"Dengan keluarga pasien Zahra?" suara Perawat dari balik pintu mengangetkan Fawwaz.
"Iya Sus, saya." Fawwaz beranjak menghampiri Perawat tersebut.
"Dokter sudah menunggu Anda di ruanganya."
"Baik Sus, terimakasih."
****
Hari semakin larut, Fawwaz mengahabiskan waktunya di Rumah Sakit dengan banyak Berdoa dan Berdzkir.
Ara memicing, ia merasakan kering di bagian tenggorokanya.
Ara melirik Fawwaz yang sedang Shalat di samping ranjangnya, sedangkan tenggorokan Ara semakin lama semakin gatal. Ara berusaha meraih gelas dengan tanganya sendiri. Dengan tangan bergetar, Ara coba meraih sebisa mungkin, tapi gelas itu justru terjatuh ke lantai.
Pyaarrr ...
Fawwaz yang baru menyelesaikan shalatnya langsung berlari membersihkan pecahan beling tersebut.
"Kamu mau apa Ra?" tanya Fawwaz dengan nada khawatir.
Fawwaz melirik barang yang pecah.
"Kamu mau minum?"
Ara mengangguk. Lalu Fawwaz memberikanya segelas air. Setelah selesai, Fawwaz kembali membersihkan sisa pecahanya.
Ara memandangi Fawwaz dengan kagum.
Bagaimana mungkin dia bisa se dingin ini dengan Pria yang jelas-jelas sangat perhatian denganya.
Terselip rasa bersalah di hati Ara, tapi ia masih sulit mengungkapnya.
"Ada apa Ra?"
Pertanyaan Fawwaz membuyarkan lamunan Ara.
Ara menggeleng lalu segera mengalihkan pandanganya ke sembarang arah.
Usai membersihkan serpihan gelas tersebut, Fawwaz kembali menghampiri Ara.
"Ra, apakah kamu belum bisa tidur?"
Ara menggeleng.
"Lalu apa yang harus Mas lakukan?"
Ara terdiam. Dia hanya menatap Fawwaz dengan wajah datar.
"Kalau begitu, aku akan bermurojah seperti malam kemarin."
Ara mengangguk dengan senyum tipis di bibirnya.
"Semoga setelah Mas selesai bermurojah, kamu bisa tidur kembali."
Bersambung.
•
•
•
•
**Halo reader, jangan lupa like, komen, dan vote nya ya. Kalau perlu rate lima untuk cerita ini.
See You next story 😉**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Novi Ani26
uwu banget sih
2020-08-06
5
Mmh Afsyah Rizi
sweet..😍
2020-08-04
2
Ali Mustofa Boyadi
suami idaman,
2020-08-03
3