...Chapter 15...
Terus terang aku gak ngerti sama jalan pikiran, tapi penghalauan supaya aku tidak berniat cabut sedari arah terkait dilaksanakan atas dasar kesengajaan.
Emang keparat polisi satu ini!
"S- sabar pak, semuanya bisa-"
Wowowoy, tahan bang, tahan. Astaga-naga, nih orang emang doyan gerak atau memang dilahirkan seperti nih?
Kaaa- fuuuuh.
Niatan lurus, menggarisbawahi permasalahan supaya tidak melebar ke mana-mana, penjelasan selaku pemaparan sedari lisan terpaksa diam, harus membekukan keadaan sementara waktu, membentuk sebuah ruang bangun melingkar dengan maksud mengelak, menghindari potensi serudukan yang diperbuat salah satu oknum.
Kampret, belum apa-apa udah diajak melangsungkan permainan. Woilah, otakmu dikenakan semasa melangsungkan perbuatan, gak sih? Menyebalkan, jauh lebih tepat menjengkelkan tiada dua.
Ahhhh!!
Beruntung tindakan diperbuat tanpa ditemukannya kecacatan hasil.
Fuuuhhhh.
"Sudahlah!"
Tidak ada waktu, keefisienan pergerakan haus ditempuh, dijadikan sebuah opsi tercerdas di antara segala pilihan.
Haaaahh!
Meneriakkan serangkai dialog, keterbukaan dua selangkangan tanpa pikir panjang menjadi, diubah sebagaimana rute kelolosan, mengatur titik temu start dan finish selagi ngesot di permukaan terlaksana dalam hitungan menit.
Haih-haih, tidak dapat kuelak bahwasanya peluang keberhasilan sama sekali nihil, bersifat variabel atas ketidakaturan kegemilangan. Namun tetap, sehebat apa pun kecanggihan komputer memprediksi, semua persenan dan juga rasio yang ditimbulkan takkan mempengaruhi berjaya tidaknya perbuatanku kali nih.
Semangat, kehebatan wanita pejuang harus diturunkan sampai anak cucu!
Hoooh!!
"Cepat tangkap dia!"
Terlalu lambat, lebih baik kalian persiapkan strategi matang sebelum memutuskan penangkapan. Jangan sampai stamina ciut, menghilang bersamaan langkah kaki di tepi pantai.
Diakibatkan keidiotan lagi ketidakdugaan target mengenakan cara seperti tuh, keberhasilan diri dalam melewati keempat penjaga lalu disambung, memutuskan langkah-langkah laju di lorong, membiarkan diri dan kaki berakselerasi melebihi perkiraan di saat instruksi penangkapan dilontarkan dengan suara menggelegar.
Hadududuh, niatan mereka kenapa pada gede banget, sih? Padahal diri tidak lain dan bukan hanyalah anak jalanan semata. Serius, tidak ada guna bagiku membohongiku Anda sekalian.
Haaaah.
"Woy, jangan nyoba buat lari!"
Berisik, penalaran sama sekali enggan, tidak berkemauan menempati wilayah di balik jeruji nan keras. Eh sempak, bisa berhenti, gak? Mengejarku sampai akhir takkan membuahkan kalian konklusi begitu bijak.
Hhhh.
Berpindah, melintasi pintu dan langsung menabrakkan diri dinding sengaja diperbuat oleh raga agar lambatan tergapai, mampu mengatur ulang percepatan sehingga ketidakdapatan jeda dikukuh, dikristalisasikan sebagai alasan kelanjutan lari-lari kencang teruntuk dua penggerak bagian bawah.
Heeeh, niatanku juga mau berhenti, menyudahi atraksi konyol yang berlaku pada menit kekinian. Cuman gimana, ya? Gue bisa aja merenung, menyerupakan pergerakan macam patung andaikata kepolisian tidak lagi berniat untuk menyergap. Sampai kapan pun hidup keras senantiasa terjalani seiring pembelahan sel waktu.
Fiuuuuuh.
Terus membelah, menjalankan pembesaran ukuran kosmos tak mempedulikan siapa dan mengapa, keberlangsungan pelangkahan masih dijaga, dilaksanakan seiring evolusi membara, mengencangkan sekaligus menertibkan akselerasi untuk naik, melonjak dan semakin meningkat setiap saat.
Suka tidak suka diri harus menghadapi semua seorang diri.
Hoho.
"Santai, tenangkan kesadaran. Beberapa saat usai penurunan tangga berjalan, gue-"
Awalan gue berpikir, memikirkan segala rute penyelamatan yang bisa dikenakan. Tapi sudahlah, kesialan memang cocok, senantiasa menargetkan keberadaan di manapun berada.
"Waaaaaaa!!!"
Biadab, tidak ada cara bagiku buat melawan. Hey, coba bercermin sebentar. Adakah peluang, sedikit rasio selaku opsi terbagus dalam mengantisipasi tindakan? Terlebih tengok, tak merasa simpati, prihatin terhadap kondisi saat nih?
Hhhh!!
Di kala angan terbang, berusaha mengukuhkan keseluruhan metode penyelesaian di kedalaman otak, kelanjutan lari-lari cepat suka tidak suka harus membatu, mendiamkan stamina sementara waktu, menghancurkan lagi merusak potensi selaku dampak terbesar sengatan listrik yang diarah, dilemparkan tepat teruntuk diri, menghasilkan jeritan lumayan memekik.
Haaah, gak usah banyak omong, deh. Tukeran nasib saja sini kalau tidak mau mendengarkan dumelanku kembali. Haduh, jahat banget nih aparat. Bisa-bisanya menghantamkan kesadaran untuk menjauh, mengungsikan kehadiran menuju ke bawah kesadaran.
Hayya, gue harus gimana lagi, nih? Rasanya semua opsi, lajur dan juga tindakan penentang telah hangus, hilang ditelan lapisan bumi.
Sempak!!
“Waaaaaaa-!”
Diamlah, simpan kepuasan kalian atas penderitaan gue kali nih. Cukup, hamba sangat muak mendengarkan celotehan tidak masuk akal kalian.
"Wawawawawawa-"
Tidak bro, kuatkan kesadaran untuk terus melawan. Hey, bukankah kau sudah janji ingin menjalani kehidupan sampai akhir masa? Sekarang bangkit, perjuangkan suatu hal nan berharga untukmu seorang.
Dikarenakan ketidakkuasa, tak sanggup menahan kantuk lebih lama, pembaringan raga ke samping dinding lorong pun hadir, tercipta bukan atas dasar kehendak, menabrakkan kepala terhadap bagian terkait demi menghindari runtuhnya kesadaran tepat ke atas permukaan.
Kaa– fuuuh, memang benar, kok. Gumaman kalian sama sekali tidak, tiada menemukan kekeliruan satu pun. Ini adalah gue, sebagai efek samping kejadian gak mengenakkan, kesadaran harus bertengger, melanjutkan rutinitas di bagian sekitar bawah sadar semata. Ini dilakukan bukan hanya mengelakkan rasio, tapi juga tindakan pencegah agar kematian tidak berkeinginan menghantui selalu.
Huhuhu, usai main kejar-kejaran, sekarang waktu tepat meregangkan badan? Gak ngerti lagi, dah. Kutegaskan diri tidak pernah meminta, memanjatkan doa untuk bisa disampaikan di suatu tempat pariwisata. Jadi bisa dibilang ini aneh, tiada permintaan namun dapat melahirkan sendiri.
Tak tahu pasti mengenai kejelasan alam bawah sadar, pemijakan di antara lautan tenang pun hadir, memposisikan diri membatu di tempat, menetap tanpa tahu berkeinginan melangsungkan rutinitas selagi ketinggian air jernih menelan, berjaya menenggelamkan mata kaki secara keseluruhan.
Walau tidak terlalu tinggi, ini terasa nyaman buat ditinggali. Perairan sebatas mata kaki orang dewasa, memijakkan keberadaan pada pasir kuning bercahayakan nan terang, menangkap sekaligus melukiskan kehadiran beberapa pulau kecil dengan pelengkungan batang kelapa sebagai peneduh di bawah pemancaran cahaya putih.
Jujur aku tidak tahu ini di mana, akan tetapi menilik, memerhatikan keseluruhan gambaran melegakan kali nih seolah berusaha menghapus, meremukkan segala kenangan dan juga kejadian buruk nan menimpa.
Huhuhu.
("Haaaaaaah!!")
"Haah- haah- haah-"
Gak-gak, aku takkan melupakan kejadian yang nyaris membuat kehormatan dihinakan. Gila, berasa rendah banget, diri. Diperlakukan seenak jidat demi kepuasan dan juga kebejadan hasrat seorang lelaki?
Pria breng*k!!
Memahami lingkungan cocok dalam melampiaskan keseluruhan kekesalan pada benak, tiada diperintah jeritan pun datang, merangkaikan suara di atas rata-rata, menetapkan pengerasan volume di kala pengepalan hadir, merangsang pergelangan untuk berkamuflase sedikit lebih keras.
Heeeh, emang biadab tuh anak. Bisa-bisanya tampang sangar pada penampilan menimbulkan bencana, suatu tragedi selaku perongrong ketidaksudian diri dalam menyentuh lawan jenis.
Hiiih, menggelikan sangat. Sekalipun kesadaran berada pada fase pemendaman, kebencian tak terukur akan selalu ada, menyelimuti badan sejauh kehidupan dijalani.
Awas saja kau sempak, namamu takkan tenang seiring percobaan kematian melanda.
Graaahhh!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments