Amukan

...Chapter 4...

Belum juga reda situasi di sekitar, pemanasan bertingkat tinggi tetiba melonjak, menaikkan fase paramater secara beruntun saat pelayangan dialog dilayangkan oleh terduga pelaku.

Bentar, tak tahu ngapa hamba seolah merasa familiar denganmu, deh. Etto, nama lu Misha, bukan? Cewek penggila clubbing SEKALIGUS seorang pelakor tak tahu aturan, tuh? Iuuuh, amit-amit. Berani muncul juga nih orang di hadapan muka? Eh biadab, alasan kehancuran hubungan gue dan Rizki tuh karena lu. Andaikata kecentilan enggan mengevolusi keberadaan ke tingkatan teratas, kemesraan masih tetap terjaga di antara kami berdua.

Etdah, gak bisa dibiarkan. Apalagi pemaparan dilaksanakan atas dasar kehendak, bukan paksaan pihak terluar.

Tcckkk!!

"Ngapa? Masalah?"

Kalem, hamba tak boleh gegabah. Memberi tahu dinding takkan membuatmu meraih keberhasilan selain rasa sakit semata.

Hhhh.

Memahami niatan oposisi bercakap masuk dalam posisi ketidakjelasan, peresponan cepat kemudian keluar, timbul selaku salah satu fungsi pengecap, membalas pelayangan milik subjek, tiada cacat ataupun kekurangan sama sekali.

Haaah, santai-santai, emosi takkan sebegitu mudah untuk ditarik ulur. Berusahalah semaksimal mungkin, keparat. Pendataran raut muka menampakkan seberapa besar kegigihan diri melangsungkan perbuatan.

Hahaha.

"Sis, udah s-"

Diem dulu, aku masih belum selesai ngomong. Lagian ini urusanku dan dia, cukup simak, perhatikan perdebatan sampai selesai.

Oke, mari k-

"Bukan masalah apa-apa sih, cuman agak gimana, ya? Baru juga putus udah asal nuduh orang yang gak-gak, lagian kawan lu itu kena bogem bukan tanpa alasan, kan? Ya kali COWOK GUA sembarangan menghantarkan kepalan tiada sebab konkret?"

"...?"

Biadab, bisa membisu sebentar gak?! Alih-alih tebar kebahagiaan, mulut tak berpendidikan terus menghadirkan kata demi kata nyelekit.

Arghhh!!

Berkeinginan memendam amarah pribadi, perkataan Anita untukku terpaksa membeku, terjebak pada keheningan, menghentikan kelajuan obrolan di saat penyerocosan berbobot panjang dirangkai begitu miris, mengindikasikan perbuatan diri gak memiliki perbandingan besar dengan sampah kotor.

Kau tahu? Dimulai di detik nih aku sudah muak. Teringin sisi-sisi bibir kuhantam, menempatkan bogeman tepat ke bagian depan dan cabut. Namun apalah daya, melaksanakan kegiatan merugikan orang lain dapat menurunkan harga diriku di tempat.

Tenang-tenang, semua bisa diatasi mengenakan kepala dingin. Terus bersabar, telan proposal amurka supaya tidak mengamuk, mengambil alih kendali untuk berbuat sembarangan.

Keputusan berisiko, kali ini jeratan takkan berkesan berarti buatku.

Haaaah!

"Sekedar saran aja, nih. Mending benerin akhlak temen lu dulu. Nasihatin, kalau bisa beri ia pukulan. Kasih dia tauladan baik, bukan malah didiemin waktu ghibah berjalan. Ya gimana, ya? Respon lu yang cuek, membiarkan kumpulan terkonyol membicarakan keburukan satu sama lain terkesan memberi gambaran kalau-"

"Lu kayak ngebadut di tempat nih."

Tenang, aku masih kalem. Hamba tak merasa kenapa-kenapa walau suhu panas terhasilkan begitu besar. Teramat menjengkelkan, sungguh. Andaikata bukan karena rekan sebaya, sedari awal kepalan telah bersarang.

Hhhh.

"Nah iya bener."

"Ahahaha."

"..."

Beeeehh, minta ditampol beneran. Sudah pendek akal? Sampai berani menantang seseorang sepertiku? Baik, maju aja sini. Buktikan mentalmu di lapangan sekarang.

Groaaaahhh!!

Tidak mau menunggu pemaparan selesai, lonjakan pemanasan situasi meningkat, menampakkan tingkatan hierarki seiring waktu, memaparkan penggalan tidak sedap selaku kebencian suatu individu.

Pertama ingin kusampaikan bahwa hati tidak kuasa. Menenggelamkan berbagai perasaan selama mungkin bukanlah sebuah tindakan ringan. Rintangan besar senantiasa menghalau, berupaya menjebol tembok pertahanan.

Sudah-sudah, lanjutkan saja. Apa pun bakal kuterima manakala penjara besi melakukan tarian sambutan. Bersiaplah, br*ngsek. Gema tawa nan besar bagi kelap-kelip tempat nan sunyi sebentar lagi memulai pertukaran.

Sambut kehadiran sekarang juga!

"Haaah… kau tahu?"

Cukup, enyahkan pandangan kalian sedari sini. Tidak sudi, kesucian berkeinginan meludah, menghanguskan kehadiran dua bocah di pandangan.

Fuaaaahhh.

Tak berkeinginan menampakkan ke tahap mematikan, kecenderungan diri untuk melangsungkan perbuatan kemudian naik, menghantam keberadaan melebihi prakira, terus mengakselerasi energi kinetik sampai pada titik penyarangan telapak panas melesat sesuai prediksi.

Kalau boleh jujur, ini hanyalah sepersekian stamina yang bisa kuhasilkan. Hey-hey, bukan maksud hati dalam mendeklarasi kemenangan sepihak, akan tetapi lihat nasib para target sekarang? Sanggupkah keseimbangan mengalami kesejajaran selagi mumet menghantui kepala masing-masing? Terlebih pemaksimalan fungsi penggerak kuberlangsungkan menit-menit terkini.

Haduh, harusnya kalian bersyukur. Jikalau keseluruhan tenaga terkirim tanpa pengurangan satu pun, pengembalian jiwa ke sisi Pencipta terlaksana usai rekaan berlangsung.

Haaaaaah, kena karma juga, kan? Makanya gak usah tengil, digertak dikit aja udah ciut, orang idiot nih mencoba menguji ketahanan mental.

Sukar dimengerti.

Diakibatkan perpindahan tersaji melebihi kesesuaian waktu melangkah, ketidakdugaan kehendak spontan membuat orang biadab bergerak, memindahkan keberadaan sedikit demi sedikit, melajukan kedua kaki untuk mundur dan terus mundur hingga tulang punggung mengalami malfungsi sebagai dampak penabrakan teramat mematikan.

Sejujurnya aja aku merasa sedikit kasihan, memahami luka nan menawan sedikit menyakiti lelaki di hadapan tentu bukan sebuah perasaan sepele bagi orang sepertiku, tahu? Tapi sudah deh, berhenti membahas kisah masa lalu. Raga sama sekali tak butuh, melahirkan kesengsaraan apabila senantiasa mengingat-ingat.

Mengesampingkan nasib tragis baj*ngan satu itu, pelangkahan kaki secara acak kini tengah dilaksanakan perusak hubungan, mengartikan keseimbangan mulai bergoyah, bergetar atas perilaku semena-mena raga.

Fiuuuh, lantunan syukur teramat layak dihantarkan untukmu, Kemahakuasaan.

"Lu berdua gak lebih buruk dari kotoran."

Rileks, tidak perlu termakan emosi begitu. Mulutku nih hanya menyampaikan keadaan lapangan semata. Ngapa? Tersulut emosi? Silahkan aja sih, tapi kesadaran gak memiliki niatan dalam menggubris itu semua.

Huhu.

Mendapati kelancaran serangan berjaya diperbuat, kesuksesan pada diri spontan kusambung, membalut kejayaan mengenakan serangkai dialog, memberikan sepatah sindiran selaku ketidakbecusan kedua belah pihak dalam mengantisipasi serangan kecil.

Humu, tidak dapat kupungkiri apabila kecerdasan memasuki kekritisan semata. Namun abaikan soal tuh. Di antara kalian semua tidak ada oposisi yang berkeinginan untuk bersuara? Bahkan sekedar menyuarakan pendapat aneka ragam? Astaga-naga, pada diam semua, dong. Tak tahu mengapa hendak seolah mengobrol bersama tembok rumah.

Hayya, beruntung pihak keamanan tiada berkeinginan mendamaikan kasus. Andaikata pemaparan benar nyatanya, pengaduan masyarakat telah lama menjerat kehadiran kalian.

Kisanak!!

"Aduuuuuh, ihhh apa-apaan s-"

Gak usah bertingkah, sebelum mulai ngebacot, khawatirkan kesehatan COWO lu dulu.

Haha.

"Arrghhhhh!"

"Rizki?!"

Bagus, intuisi kepekaan terbilang melebihi prakira. Brilian, emang tidak salah keberadaanmu mendapat sebuah kesempatan saling bertukar rasa.

Hhhh.

Mendapati anarkis dilayangkan tepat ke bagian pipi, kekesalan dalam benak terpaksa dibekukan sementara begitu menyaksikan pujaan ambruk, jatuh tepat ke atas permukaan selepas sisi lancip meja menemui satu sama lain.

Fufu, jujur ekpresi dia cukup lucu. Terlebih langkah langsung digerakkan teramat laju meski sepatu tinggi berlukis putih bersikap terpampang eksis di kedua penjuru telapak.

Ambruk, menerjunkan keberadaan dada selaku organ pendarat paling awal, ya?

Sulit dimengerti.

Bersambung….

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!