...Chapter 6...
Ahhhh, bener-bener melegakan. Biarkan kesadaran berisiko mengalami pengacauan, seluruh komponen minuman sesempurna nih harus segera diteguk sampai habis. Teruskan penghiburan, jangan beri kesempatan paru-paru melangsungkan pernapasan.
Fu- fu- fu.
"Huaaaaah."
Segar sangat, siapapun harus mencoba. Penyesalan senantiasa berjalan beriringan, sobat.
Menelan segala macam cairan merah di dalam botol, peletakan penampung penyedap ke atas meja segera diperbuat oleh hamba, menyegerakan tindakan sewaktu kekosongan menyelimuti.
Gila, perasaan aku minum sekitar lima detikan doang, tapi kok tetesan sama sekali tidak berasa ingin habis, ya? Huhu, sangat merepotkan. Mau bagaimanapun kantong merasa malas menampilkan torehan kertas persegi kesekian kali.
Benar-benar, keindahan surga serta tatanannya telah menanti kehadiranmu.
Uuuuuuh.
"Hohoho, seperti biasa kau selalu memukau. Ya, gak?"
"Ha'aah."
Gak perlu menggodaku, k- aku hanya melakukan tindakan sesuai rutinitas. Mengesampingkan perasaan aneh menit lalu, lagi-lagi hamba mesti dihadapkan pada situasi terkini, kah?
Hhhh.
Memerhatikan rutinitas bergerak sesuai linear, pengerahan telapak putih ke lampu kelap-kelip sengaja diperbuat di awal waktu, memaparkan serangkai dialog sebelum ditutup penyikutan lengan.
Aku tidak tahu apa dan mengapa, penampakkan fenonema saat nih terbilang ambigu, sukar dijelaskan sekalipun ilmuwan diminta datang kemari.
Huuu- uuuuhhh.
Entah sekedar perasaan atau bagaimana, pengutaraan penggalan Brando barusan dibalas, merespon penyikutan begitu santai, terlampau datar untuk dipandang.
Hayya, kau nih kenapa? Padahal menit-menit lampau bertindak macam kucing reog. Tapi apa? Mengapa seorang lelaki dengan perilaku grasak-grusuk, enggan bergerak lamban seperti engkau bisa berubah, mentransformasi keseluruhan perilaku menjadi sedikit "lain".
Edyan, mimpi apa aku semalam? Bisa-bisanya subjek kalem, menanggapi obrolan cukup sukar, menghantarkan tatapan bulat tiada keinginan berkedip, mengindikasi keseriusan bertengger, mencengkeram tekad supaya tidak lari.
Ahhhhhhh, tahu dah. Mumet!
"Aih, tumben banget kaku. Hayo, ada gerangan apa, nih?"
Ceceri aja dia, aku juga bingung sama keabsurdan kelakuan lelaki di depan.
Memahami perubahan tercipta hanya dalam sekedip pandangan, peningkatan instuisi dalam memahami keadaan kemudian tersembul, datang se-linear prakira, menghantarkan suatu celotehan tiada lain penggalan interogasi.
Ya-ya, tidak dapat kupungkiri tebakanmu itu, kok. Ya sudah deh, aku mengaku kalah. Dia bukanlah wanita seperti yang kita kenal. Rambut cokelat pepohonan, membalut sekujur baju dengan dress, melahirkan purwarupa kecantikan pada Syantika Mulya. Mata bulat, tidak terlalu lonjong apalagi cekung menggambarkan suatu kemuliaan di kala sawo terang menyelimuti seluruh kulit pada target.
Perkenalkan dia adalah Syanti. Tidak seperti Sari, Syantika sama sekali BUKAN, tidak pernah tergolong sebagai kawan terdekat. Sekedar rekan sebaya dalam kegelapan kelap-kelip, gak terlalu buruk untuk dipandang sebelah mata bukan?
Fuuuuuhhhh.
"Heeeh, bener juga. Mungkinkah ini ada keterkaitan antara kejadian barusan?"
Hmmm? Masa sih? Tapi aku gak menyadari apa pun, loh. Demi riyus, terkadang intuisiku dapat menumpul, membenamkan kehadiran sampai pada titik terdangkal lautan terdalam.
Huaaaaaahh.
Memahami sebuah topik obrolan menyegarkan tersaji di organ pendengar, penyelimutan perasaan besar dalam benak spontan menjadi sebuah alasan atas pelayangan tanya di menit terkini.
Jujur aku tidak tahu kalian ingin membicarakan apa. Namun menilik penggalan Anita barusan, percobaan interogasi keluar, dipaparkan demi mengorek informasi lebih dalam. Entahlah, mungkin tentang keanehan bersikap, atau ketidakbiasaan ekpresi? Satu-satunya hal yang mampu kujelaskan ialah penempatan telapak kanan di bawah dagu selagi penormalan posisi kaki terlaksana.
Hmmmmh, kalian serius ingin mencari tahu lebih dalam? Khususnya untukmu, Nit. Anda bener-bener teguh, tetap melangsungkan penyelidikan di situasi apa pun? Lawanmu bukan lelaki biasa, loh. Terlebih sampai harus beradu argumen tatap muka begini?
Di luar prasangka manusia.
"Hah? Apa yang kalian maksud? Tolong untuk tidak mengacau, apalagi kepala nih udah cukup keliyengan mendengarkan ocehan biadab lampau."
Nah uh, dibilangin ngeyel. Udahlah bro, jangan membuat rekan kita kabur karena kejahilan konyol.
Adududuh.
Mendapati penyudutan keberadaan terlaksana cukup agresif, penyangkalan alhasil datang, timbul selaku garda paling depan, menahan sekaligus memblokir semua aksi pemojokan yang bakal terlaksana sekarang dan kemudian hari.
Terus terang aku sukar mengidentifikasi siapa pelaku dan korban, akan tetapi raga mampu memastikan apabila Kevin tidak dapat dianggap keliru. Ini jelas bisa dianggap kebenaran, toh pemaparan Anita dan Syantika nongol tiada diiringi keberadaan bukti-bukti terkait.
Astaga-naga, tingkah nih anak berdua kok kelewatan batas sih? Udahlah asal lempar tuduh, ketidakdapatan satu pun penguat memberi kami sebuah gambaran mengenai perencanaan usaha penjatuhan harga diri seseorang.
Persepsi kecurigaan, mau sampai kapan kalian menyarang di tempat? Enggan merasa empati atas penuduhan tiada pendasaran?
Hu- hu- hu.
"Uhuk-uhuk- alesan."
E-anjay, malah diejek dong. Tega lu Bran, padahal kalian satu ras, satu kaum terhebat sepanjang umat didirikan. Tapi kok bisa kepikiran untuk melancarkan tusukan berduri?
Fufu.
Mencermati ketidaklogisan setiap kata terangkai faktual, tanpa diduga dahak lengket seketika naik, meningkatkan keberadaan melebihi prakira, melahirkan serangkai tindakan memuntahkan dahak seraya diselipi seonggok celotehan.
Awalan aku malas, enggan menaruh pandangan ke topik terkini. Tapi mengapa, ya? Suka atau tidak, keberadaan akan lenyap beberapa menit ke depan.
Harus dilakukan, meleha-leha dapat mengendurkan peluang terbaik.
Grrrrhhhh.
"Sumpah weh, astaga."
"Hmmmmh?"
Harap diam, berikan hamba sedikit masa. Raga hanya teringin menyelesaikan penyelidikan dadakan.
Fiuuuuuh.
Menyimak keseluruhan ejekan dari awal sampai selesai, pengelakkan lalu tersembul, menghadirkan keberadaan dialog di tempat, mempercepat kelahiran pertahanan mutakhir selaku benteng terbawah, mengukuh ketahanan mental supaya diam dan berdiri tiada berkeinginan ke mana-mana.
Awalan aku ingin memberi tahu berbagai maklumat, khususnya serangkaian kunci demi kelancaran menjawab. Tapi sudahlah, berbuat baik pun ada batasan. Cepat lemparkan alasan lebih logis lagi, Kevin. Raga bukanlah seorang anak kecil dengan tingkat pengetahuan di bawah rata-rata.
A- aduh, i- nih kenapa? Mengapa sensasi dipijak-pijak terus membayangi seisi pemikiran?
Arghhhh!!
Memahami tekad subjek lebih tangguh daripada perkiraan, percobaan penyangkalan kedua seketika kubalas, merespon atas intuisi badan, menyaksikan rupa Kevin dari atas sampai bawah di saat rasa pusing terbenam melampaui ekspektasi.
Seriusan deh, andaikata ditanya apa diri merasa tersiksa maka bakal kujawab dengan senang hati. Ya, aku sangat menderita. Sejauh hambamu nih memijakkan kaki, sensasi ngilu lagi nyut-nyutan berkepanjangan sama sekali belum, tidak pernah menghampiri kesehatan satu pun.
Arrghhhh, kok makin bertambah kuat, sih?! Perasaan tekad tiada berkeinginan menegak racun sianida, sama sekali.
Emmmmhh, maaf apabila wajahku tidak menggambarkan apa pun. Selagi pandangan terfokus pada pendataran semata, keliyengan dalam kepala bertambah kuat, parah dan semakin menimbulkan penyiksaan tiada dua.
Haaaaaah!
"Dah- dah- dah, daripada curiga-curigaan begini, gimana kalo kita mengadakan sebuah permainan?"
Adudududuh, apa nih? Pandanganku masih segar? Mampu merekam semua kejadian mengenakan organ terkait? Tapi serius, kenapa ada bintik-bintik putih? Ahh sempak, bisa diam dulu, gak? Jengkel kali lama-lama.
Bersambung….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments