...Chapter 13...
Haduh, teramat gawat dibayangkan. Kenapa kecerobohan senantiasa mengikuti kepergian? Ayo berpikir, tingkatkan kecerdasan setahap lebih tinggi sedari perkiraan.
Huaaaaahhh!
"Hey, siapa di dalam?! Cepat tampakkan kehadiranmu sekarang juga!!"
Gak- gak- gak, kupastikan eksistensi tetap selamat di segala situasi nan berlaku. Tenanglah, kebuntuan pada kondisi terkini bakal segera berakhir.
Hhhh!
Mendapati pelemparan tak sengaja hadir, jatuh lagi melahirkan frekuensi serangkai kaca dikenai lesatan benda tumpul, mengenakan nada begitu bising, toa milik salah satu aparat lalu aktif, mengeluarkan sepatah kalimat berisikan ultimatum.
Haduuuh, beraninya main gertak, ya? Percuma saja, gue udah terlatih, mempersiapkan diri bilamana kejadian seperti nih akan menimpa keberadaan. Teruskan usahamu, aparat. Sampai kapan pun bendera putih takkan berkibar selama pemijakan mengalami keberlangsungan.
Hoho.
"Emmmmhh-"
Sabar, beri gue sedikit masa, di sini gak ada satu pun benda bermanfaat buat digunakan melawan, kah? Aduuuuh, diskotik konyol. Mengapa kalian tak menyiapkan sebuah alat pembela kebenaran? Hitung-hitung menjamin keselamatan para pengunjung yang berniat datang kemari.
Kaa- fuuuuhh.
Memahami siklus pemenjaraan semakin lama semakin menampakkan esensial, celingak-celinguk bagi tengkorak sengaja terlaksana, dilangsungkan demi menggapai setidaknya penunjuk arah agar keselamatan raga mampu terjamin sampai akhir hayat.
Haaah, jangan terlalu fokus pada kepalaku. Biarkan ia berputar kanan-kiri sesuai intruksi dalam otak. Acuhkan, lebih baik fokus untuk meraup, mampu memaksimalkan fungsi salah satu barang di sekeliling kaki berada.
Aduuuuh, harus gimana, nih? Teringin nyantai, namun pengedoran kembali terlaksana untuk kedua kalinya. Santai-santai kepalamu, pentransferan tenaga pelaku terpampang berlebih, melampaui batas dari perkiraan normal. Mungkin karena hal ini ketiadaan bagi frekuensi mulut datang, menyelimuti keadaan di kala pelaksanaan ketukan terus diperbuat?
Ahhh, tahu dah. Kepala gue udah mencapai batasan limit.
"Emmhhh-"
"Wawawawa-!"
Aelah, hampir aja. Manakala keberadaan bener-bener terperosok, kajian tahlilan telah lama dipersiapkan untukku seorang.
Haaaaahhhh.
Dikarenakan perpindahan gerak ke belakang tiada menampakkan kesantaian belaka, lirih gumam melalui kerongkongan terpaksa berhenti, membisukan keadaan sementara waktu, segera melayangkan jeritan keras di kala penstabilan keseimbangan berjalan, mengaktifkan sesi pengaman secepat mungkin.
Jujur ini merupakan salah satu momentum terburuk yang pernah gue alami. Aelah, mengapa bisa begini, dah? Bagaimana bisa tengkorak sebagai tempat penyimpanan otak dan segala memori diperlukan diperuntukkan turun, bersiap menerjunkan keadaan, menuruni ketinggian tanpa kehadiran beberapa alat pengaman? Tentu mustahil dinalar, bukan? Apalagi tempatku berpijak saat nih tergolong sepantar ketinggian sebuah gedung-gedung mewah.
Yah begitulah, kejadian terperosoknya indera terpenting hampir saja menemui prosesi gelar tumpeng. Andaikata kesigapan antisipasi enggan diperbuat, rasio raga mengalami kematian mencapai 1000%.
Fuuuuh, terima kasih atas kerja samamu, kaki. Penghentakan penggerakan ke lokasi lantai didirikan merupakan opsi terbaik dalam melaksanakan agenda penyelamatan.
"Hey, buka pintu nih, segera!!"
Tckkk, gak sabaran banget. Kesadaranku nih baru aja melewati rute kematian. Persetan lambang di bagian terdepan seragam.
Hooooohh!
Mengingat serangkaian perbuatan melahirkan volume manusia di atas kata standar, kelegaan atas anugerah yang telah diberi terpaksa mesti kembali diuji sewaktu pengedoran dilangsungkan mengenakan tenaga lebih keras.
Oke-oke, manakala terdengar skeptisme, tidak lebih daripada tebak-tebakan semata sih gue bisa maklum. Akan tetapi intonasi bunyi serta perkiraan jarak pintu ke oposisi menandakan keseriusan bertengger, bertekad membawa kehadiran tepat ke balik jeruji mengenaskan.
Siapapun tolong, harap cari bantuan untukku sekarang juga!
"Haaaah- haaah- haaah-"
"Fuuuuhh."
Kalem, waktu masih panjang. Takkan diri dibelenggu selagi perpindahan arus sungai berjalan cukup deras.
Huuuuuuh.
Menghela, mengeluarkan karbondioksida pada akselerasi melebihi ketetapan, rasa syok yang sempat menghampiri sekujur tubuh kemudian luntur, menurunkan tingkatan ke fase terendah sebagai pertanda kelegaan, keberkatan keberadaan untuk terus hidup sampai periode mencapai kata akhir.
Hmmmmmmh.
"Huuh- huuuh- h-"
"Eh tadi gue nyaris jatuh karena apa?"
Agak penasaran, sih. Toh bukan sebuah kekeliruan apabila diri membenamkan perasaan tersebut. Baiklah, sekarang mari kita lihat perihal apa penyeretan ajal berusaha mengaktifkan pos kerja.
Grrhhhhh!
Berintuisi lanjut, berkeinginan melangsungkan penormalan sistematika paru-paru, serangkaian hembusan angin berisikan gas beracun lantas terhenti, mematikan tindakan tiada pengecualian, mempertanyakan sebab-akibat penjemputan hampir menemui kesempurnaan di kala kepala berbalik, menghadirkan keseluruhan badan selaras posisi tengkorak menghadap.
Huhu, bukan tanpa alasan aku mesti melakukan nih. Kejadian yang hampir, nyaris menghantarkan kesadaran ke alam pengadilan tentu mesti diselidiki bagaimanapun caranya. Sudah cukup, jangan banyak cakap, segera selesaikan tugas sebelum ketentuan selesai.
Fiuuuuh.
"Hoooooh, lubang jendela, toh?"
Areh-areh, perasaan ini diskotik mewah. Masa iya ada infrastruktur rusak di kala kemewahan menyapu pemandangan? Tidak-tidak, keganjilan tidak berhenti sampai situ, kawan. Mengesampingkan kekalutan terkini, pecahan lagi peninggalan nan tersisa seolah menunjukkan waktu perusakan diperbuat bukan pada tempo lampau.
Mesti dijadikan barang bukti, nih.
Mendapati lubang besar berbentuk persegi kotak sama sisi tersaji di kedua panca indera, kepanaan melampau ekspektasi alhasil rilis, menempatkan keberadaan untuk hadir di sekitar mimik muka sebagai ketidaksangkaan diri terhadap bantuan mengejutkan.
Alhamdulillah, bisa selamat juga, gue. Begini kan enak, gak perlu kerepotan mencari jalan pintas lagi. Tenanglah, gue bakalan bertindak waspada, kok. Jaga-jaga agar tidak kembali terperosok, penempatan badan tidak kuletakkan beberapa centi alias berjarak kurang dari setengah meter.
Terima kasih atas kemurahan Hati-Mu, Maha Kuasa!
Memahami rasa penasaran melonjak, menaikkan parameter tak seperti biasa, tanpa basa-basi jarak pemisah di antara kami berdua kupotong, terabaikan sesuai prosedur, memajukan kedua kaki lagi menempatkan kedua lengan ke sisi-sisi kayu pada bekas infrastruktur terkait.
Hmmmm, sepintas keengganan menengok ke segala arah menimpa, membumbui sekujur benak supaya fokus mengarah ke depan. Haaaah, umat manusia, mau sampai kapan kehancuran lingkungan kalian langsungkan? Tiada iba, memberhentikan aktivitas dan mulai mendengarkan rintihan bumi nan renta ini?
Hadududuh.
"Segera buka penghalang sebelum kami memaksa masuk. Kami hitung sedari angka tiga!!"
Mengacuhkan nasihat di atas, mereka masih bertekad untuk menangkapku, ya? Baiklah, takkan tantangan bakal kuelak gitu aja.
Fuaaaahhh.
Selagi perenungan nasib bumi terngiang, menyaksikan gedung-gedung buatan menukar keindahan alam tidak ada dua, suatu peringatan keras lalu timbul, berniat mendatangkan diri dalam waktu dekat, memaksa kehadiran untuk segera keluar demi kelancaran sesi penggerebekan.
Haaah, kuakui tekad kalian cukup bagus. Berdiri, meneriakkan beberapa rangkaian tanpa memedulikan intonasi bakal didengar atau tidak bukanlah sesuatu nan mudah. Percayalah, gue bener-bener mengapreasi semangat juang kehadiran mereka di sini. Cuman maaf-maaf aja, nih. Teruskan pelayangan ultimatum dilancarkan, semua tuh takkan kupedulikan sekalipun pendobrakan terjadi di menit kemudian.
Marabahaya sedari luar pintu? Haha, jangan coba menciutkan nyali gue, keparat!
Bersambung….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments