Sepanjang perjalanan Bandung - Jakarta, Anin hanya diam. Memandangi gelapnya jalanan di luar jendela. Dan sebenarnya dia sedang memikirkan ucapan ibunya yang ada benarnya, tentang pelakor yang akhir-akhir ini sedang naik daun, seolah tak mau kalah saing dengan boomingnya permainan mobile legend.
Dan suaminya mengira, dia tertidur.
***
Mobil jenis sedan berwarna hitam dengan plat ibukota berbelok memasuki pintu gerbang kawasan perumahan di daerah Kalibata, Jakarta selatan.
Mereka disambut oleh petugas khusus keamanan yang siaga menjaga perumahan tersebut.
"Loh, kok belok sini, kita mau kemana?" teriak Anin kaget, yang sama kagetnya dengan suaminya yang tiba-tiba mendengar istrinya teriak.
"Saya kira kamu tidur, jadi inisiatif ke rumahku deh, hehehe sorry."
"Modus." Anin memonyongkan bibirnya protes.
"Ya nggak masalah juga, rumahku juga rumahmu, rumah kita. Besok baru saya antar ke tempatmu, ini sudah malam. Yuk turun sudah sampai."
Mobil berhenti tepat di depan sebuah rumah dengan tipe yang sama dengan rumah disekitarnya. Ciri khas perumahan komplek. Cukup mewah dan cukup besar untuk ditinggali oleh seorang bujangan.
"Ini?" tanya Anin heran. Ini punya siapa?
Seolah tahu kebingungan istrinya, Bima pun segera menjelaskan kepada istrinya.
"Ini rumahnya Ayah\, tapi saya yang nempatin. Selain letaknya strategis dengan proyek\, juga dekat dengan tempat kam_____" Dan seketika Bima sadar\, ia terlalu banyak bicara. Bima menyumpah dirinya sendiri jangan sampai ketahuan istrinya bahwasanya dia pernah jadi penguntit. Penguntit calon istrinya sendiri kala itu.
"Ada berapa kamar?" tanya Anin singkat.
"Banyak,'' jawab Bima tak kalah singkat.
"Ya banyak itu berapa?"
"Ya pokoknya banyak, kamu bisa pakai salah satunya. Pilihlah, dan nanti mbok Jum bisa beresin buat kamu. Saya tinggal mandi dulu, anggap saja rumah sendiri." Bima berjalan menuju kamar tidurnya.
Tak lama Anin pun mengekor mengikuti suaminya.
Setelah memilih kamar mana yang akan digunakan, sambil menunggu mbok Jum menata tempat tidurnya Anin pun memutuskan untuk menunggu di kamar suaminya.
Dan mulai merebahkan dirinya. Hhhm….Sangat nyaman ruangan ini - kamar ini.
Diam-diam Anin memuji selera suaminya yang pandai bermain warna, serta pemilihan perabotan dan tata letaknya yang pas. Ditambah lagi aroma daun segar yang hilir mudik menggelitik hidung.. Mirip aroma rumahnya.
Sungguh sangat nyaman membuat rasa kantuk susah diabaikan.
Pulas sudah Anin terbuai dalam mimpinya.
Jarum jam di kamar itu menunjukan Pukul 23.00 wib.
Kamar yang kurang lebih 3 tahun telah ditempati semenjak saat itu, kini menjadi salah satu ruangan favorit Bima, selain ruang kerjanya.
Ruangan yang Bima design sendiri dengan kemampuan arsiteknya. Yang dulu hanya kamar biasa yang tak terawat, kini disulapnya menjadi kamar mewah layaknya kamar hotel bintang lima.
Aquarium minimalis yang ia letakkan persis di sebelah meja kerjanya menghiasi sudut kamarnya, dengan suara gemericik air yang terkesan natural, semakin menambah aura alam di dalam kamarnya. Dan sengaja Bima memilih pengharum dengan aroma kesukaannya. Aroma daun Mint - segar.
Kamar mandi yang awalnya biasa saja, kini sudah disulapnya menjadi sangat elegan.
Mini Jacuzzi telah berada di dalamnya. Cukuplah untuk bersenang-senang dengan pasangannya nanti, pikirnya dulu.
Tak jauh dari jacuzzi itu ia juga meletakan kulkas dan perabotan lainnya dengan ukuran dan warna yang senada. Hal itu dimaksudkan agar tak perlu repot-repot keluar kamar apabila sedang bersantai menikmati panorama di balik jendela kaca besar yang langsung menghadap ke taman belakang lengkap dengan bunga mawar dan teman-temannya.
Sengaja ia juga membuat halaman belakang menjadi taman pribadi miliknya, dengan harapan memandangnya mampu menyihir segala rasa lelah, penat, serta rindu dan berganti menjadi rasa segar dan semangat.
Bima pun bangga dengan hasil karyanya. Walaupun dia juga harus rela mengeluarkan dana yang tak sedikit.
Bima kaget, ketika mendapati istrinya dengan polosnya terkulai pasrah diatas tempat tidurnya.
Murni layaknya bayi, tanpa dosa.
"Dasar tukang tidur." Dengan masih berbalut handuk diatas pinggangnya, Bima menghampiri istrinya yang sedang tertidur nyenyak. Nafasnya terdengar teratur di telinganya.
Bima memandangi istrinya lama dan dia putuskan untuk mengagumi kecantikan istrinya yang sedikit jual mahal kepadanya.
"Dasar wanita."
Dan tanpa menunggu komando matanya tertuju pada blues yang dikenakan istrinya.
Sejak kapan itu terbuka. ya tuhan!
Sungguh menggoda, walaupun hanya tiga kancing atas yang terbuka namun dapat dengan jelas Bima melihat hal dibalik blues tersebut.
Dengan ragu-ragu Bima hendak membangunkan istrinya namun diurungkannya. Ia tak tega.
Bima frustasi sendiri. Dan akhirnya ia memutuskan untuk menutupi bagian dada istrinya dengan mengancingkan bagian yang terbuka dengan gemetar dan hati-hati.
Tak hanya sampai disitu, tanpa disengaja jari-jari Bima yang kurang ajar itu, justru menyentuh kulit yang belum tertutup. Anin bergerak dengan apa yang dilakukan suaminya seolah tubuhnya merespon.
"Ya Tuhan kuatkan hamba," erang Bima frustasi menahan gejolak lelakinya. Namun Bima laki-laki normal, wajar jika batinnya menginginkan lebih.
Bima mengecup kening istrinya lama dan mendalam.
"Mas," ucapan Anin tak pernah selesai ketika Bima membungkamnya dengan sebuah ciuman yang lembut, perlahan, dalam dan menyeluruh.
Entah apa yang dirasakan Anin, Hingga ia tanpa sadar meremas rambut lelaki itu, seolah meminta lebih dari apa yang telah lelaki itu berikan. Serakah memang.
Anin membalasnya, tak kalah lembut. Dan bermelodi ketika suaminya menginvasi setiap isi mulutnya dengan gerakan yang sangat memabukkan.
Entah sejak kapan Bima membuka kancing kemeja istrinya lagi dan meletakan sebelah tangannya pada area sensitif istrinya yang masih terbungkus rapi. Tidak terlalu besar namun begitu pas di dalam tangan Bima seolah mereka diciptakan hanya untuk Bima.
Anin kembali menggeliat ketika ciuman suaminya berpindah ke lehernya, dan remasan lembut tangan Bima seolah menghancurkannya menjadi ribuan keping. Akses penuh Anin berikan pada suaminya agar meng-eksplore nya.
Anin menggigit bibirnya yang masih terasa bengkak karena ciuman suaminya itu dan rasa panas di antara kedua kakinya semua terasa begitu nyata.
Namun sayang semua itu hanya mimpi. Buktinya ketika dia membuka mata dia hanya seorang diri dikamarnya -oh bukan- di kamar suaminya. Ketiduran.
"Ya ampun, gilakah aku?” tanyanya, “...sepertinya perlu sebutir diazepam lagi," Keluh Anin sambil berjalan meninggalkan kamar suaminya.
Sementara itu, di balik pintu kamar mandi Bima diam mematung dengan sang Artur yang siap berperang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Rina Wardani
judulnya diganti apa ya?kok saya bacanya berulang2 terus
2020-11-22
2