BAB 4

Andini terus melirik jam dinding yang ada di kamarnya, waktu menunjukkan pukul 23.45, tetapi suaminya tak kunjung pulang juga, Andini sudah mencoba berulang kali menelpon suaminya namun nomer hp Andrian tetap tidak aktif. Andini semakin gelisah dan perutnya mulai terasa mulas.

"Ya Allah jagalah suamiku dimana pun suamiku berada, lebih baik aku sholat malam dulu, biar fikiranku tenang." gumam Andini berdoa, dan segera beranjak dari ranjangnya, walupun perutnya terasa mulas namun ia tahan.

Andini bergegas  mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat tahajud, meminta pertolongan Allah, agar suaminya cepat pulang kerumah.

Setelah selesai sholat, Andini semakin merasakan perutnya mulas nya semakin sering, tapi suaminya tak kunjung pulang juga. Andini terus memegangi perutnya, karena mulasnya semakin sering dan rasanya sangat sakit, Andini hanya bisa mencoba untuk rileks dan beristifar.

Andini mencoba untuk rileks dengan menarik nafasnya dalam - dalam, kemudian ia buang.

" Astagfirullahalazim sangat nikmat sekali rasanya gelombang cinta ini masyaAllah, sayang anak Bunda kalian sudah ingin bertemu dengan Bunda dan Ayah ya sayang, sabar ya sayang, Bunda cari pertolongan dulu, Ayah kalian belum pulang sayang." ujar Andini dengan mengelus perutnya dan pinggangnya yang terasa semakin sakit dengan posisi menahankan badannya ditembok.

Andini memutuskan untuk menghubungi Bunga tetangga, sekaligus sahabatnya. Andini segera mengambil benda pipih yang ada di nakas samping ranjangnya dan langsung menelpon bunga, satu panggilan ke Bunga langsung terhubung. Untung saja Bunga belum tidur.

" Hallo, kenpa Ndin?" tanya Bunga

" Ung tolong, bisa nggak kerumah sekarang? sepertinya aku akan segera melahirkan Ung, tapi Mas Andrian lagi keluar dan belum pulang sampai sekarang." ujar Andini.

" Yang bener Ndin? Yaudah tunggu, aku ke kontrakan kamu sekarang." ucap Bunga ikut panik

Andini mengakhiri percakapannya dengan Bunga dan menutup telpon. Rasanya Andini sudah tidak kuat menahan nikmatnya gelombang cinta yang semakin sering datang.

Selang  3  menit terdengar suara orang mengetuk pintu.

Tok..

Tok..

"Andini buka pintunya ini aku Bunga." ucap Bunga dengan suara lantang, yang sangat khawatir akan kondisi sahabatnya.

Andini segera membukakan pintu untuk sahabatnya dengan tergopoh- gopoh dan terus menahan rasa sakit yang terus datang.

Ceklek...

"Masuk dulu Ung, " ajak Andini dengan masih memegang perutnya dan merasakan gelombang cinta yang teramat dasyat wajahnya tidak bisa berbohong jika masih menahan rasa sakit karena mulas yang terus menerus datang semakin sering.

" Ya ampun, Andini, Andrian kemana sih? Bisa - bisa malam - malam begini malah pergi, meninggalkan istri yang tengah hamil tua." ucap Bunga Kesal melihat kondisi sahabatnya yang kesakitan di tambah suaminya malah pergi

" Mas Andrian tadi kerumah orangtua nya Ung, sampe sekarang malah nggak bisa di hubungi, padahal berangkat dari jam 20.50." ucap Andini yang tengah duduk di ruang tamu

" Keterlaluan Andrian!,  mulas nya semakin sering ya Ndin, jangan - jangan kamu udah mau lahiran Ndin." ujar Bunga dengan melihat ke arah sahabatnya yang terus menahan sakit.

"3 minggu yang lalu aku baru aja  USG , dan perhitungan hari ini usia kehamilanku baru masuk 37 minggu perhitungan medis Ung, katanya masih bisa sampe 1 minggu lagi si,  pesan dokter Naila waktu aku USG  kalau aku merasa mulas di usia kehamilanku 37 minggu ini, disarankan langsung ke Rumah Sakit aja Ung, mengingat aku hamil anak kembar katanya." ujar Andini yang teringat pesn dokter Naila.

" Yaudah kita langsung ke Rumah Sakit aja, pakek mobil aku aja, kamu nggak usah khawatir, baju si kembar udah kamu siapin belum Ndin?" tanya Bunga.

"Mobil kamu kan masih baru Ung, emangnya kamu udah bisa nyetir? Udah Ung, aku tarok di samping lemari kamar si kembar kebetulan tadi, sebelum Mas Andrian  pergi aku persiapkan sedikit baju untuk si kembar dan beberapa baju untuk aku juga,  buat jaga - jaga kalau perutku tiba - tiba mules, cukup kalau untuk di bawa kerumah sakit Ung," ucap Andini.

Andini memang  sudah mempersiapkan kamar untuk calon anaknya, kontrakan Andini ada dua kamar 1 kamar untuk Andini dan Andrian,  dan 1 kamar lagi rencananya untuk si kembar, Andini sudah mempersiapkan segala macam baju untuk anaknya bahkan sudah mempersiapkan baju si kembar dan bajunya yang siap untuk di bawa ke Rumah Sakit, seakan Andini sudah ada firasat jika malam ini ia  akan segera melahirkan.

" Apa masalahnya Andini kalau mobil baru, udah bisa nyetir dong aku Ndin, yaudah kamu tunggu dan duduk disini aja ya, biar aku yang ambil baju si kembar, aku izin masuk ke kamar si kembar ya Ndin." ujar Bunga, yang beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke kamar si kembar, untuk mangambil baju si kembar yang akan di bawa kerumah sakit. Bunga meminta Andini untuk tetap duduk di  ruang tamu, Bunga tidak tega melihat sahabatnya terus merasa kesakitan.

" Iya Ung, nggak papa." ujar Andini yang terus menahan rasa sakit, sepertinya ada yang keluar dari jalan lahir Andini, semacam air yang mengalir.

Tak lama Bunga kembali keruang tamu dan membawa tas yang berisi perlengkapan baju  si kembar dan beberapa baju Andini.

" Andini, kamu tunggu sini sebentar ya, aku mau ngambil mobil dulu." ucap Bunga dengan berjalan keluar kontrakan Andini.

" Iya Ung, agak cepet ya Ung, kayaknya aku udah ngeluarin ketuban Ung, baju belakangku agak basah." ujar Andini yang masih mencoba untuk rileks agar rasa sakitnya bisa berkurang.

" Yang bener Ndin." ujar Bunga, secepat kilat Bunga keluar dar kontrakan Andini dan menuju ke Kontrakanya yang cuman beda satu kontrakan saja.

Bunga dengan cepat mengambil mobil dan mengandari mobilnya menuju depan kontrakan Andini. Bunga turun dari Mobil untuk membantu Andini yang sudah kesusahan untuk berjalan.

" Ayok Ndin berangkat, udah siap semua kan?" tanya Bunga memastikan jika tidak ada yang tertinggal dan bunga langsung sigap akan membatu Andini yang sudah kesusahan berjalan.

" Kayaknya nggak ada deh Ung," ucap Andini, Andini beranjak  dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke arah mobil di bantu oleh Bunga.

Mereka berdua sudah berada di dalam mobil, Bunga menginjak pedal mobil dengan kecepatan penuh, menuju Rumah Sakit Harapan Prima.

" Ung, bisa lebih cepat lagi nggak ya, aku udah nggak tahan, rasanya udah kayak mau ngejen Ung, mulesnya udah teratur banget." ucap Andini yang sudah tidak bisa mengatur nafasnya akibat gelombang cinta yang terus menerus datang.

" Aduh Andini, sabar ya sebentar lagi sampai, jangan lahiran di mobil ini, masih baru mobilnya Ndin." ujar Bunga ingin memecahkan ketegangan.

" Agrrr ya Allah tolong aku, sakit sekali, aku udah nggak kuat Ung." ucap Ndini, air mata Andini menetes, menahan mulas yang tak berhenti datang.

Sampailah mereka di Rumah Sakit Harapan Prima. Andini langsung disambut oleh perawat jaga dan bidan jaga ponek yanga ada di IGD, Andini langsung di naikkan ke brankar pasien dan langsung masuk ke ruangan ponek.

" Suster saya mau melahirkan, kata dokter Naila, waktu di USG anak saya kembar." ucap Andini Kepada Bidan jaga

" Iya Bu, saya akan segera memeriksa ibu, suami ibu dimana ya?" tanya Bidan jaga.

" Suami saya nggak ikut, ke Rumah Sakit Sus." jawab Andini

" Ya sudah Bu, saya kan melakukan pemeriksaan dalam ya Bu, untuk memastikan sudah ada bukaan atau belum, mengingat kontraksi Ibu sudah sangat teratur." ujar Bidan jaga

" Iya Sus lakukan saja," ujar Andini menyetujui.

Bidan jaga segera melakukan pemeriksaan dalam, begitu Andini menyetujui. Bidan melakukan periksa dalam dan memeriksa detak jantung janin, dan pemeriksaan yang lainya,  ternyata Andini sudah bukaan 7 cm yang artinya, Andini akan segera melahirkan namun presentasi untuk melahirkan normal tidak memungkinkan karena presentasi  bukan kepala melainkan kaki cukup beresiko, dengan dua bayi yang di kandung Andini. Bidan jaga langsung sigap untuk melaporkan hasil pemeriksaannya ke dokter Naila SpOG (K) selaku dokter penanggung jawab Andini. Dan dokter Naila menyarankan agar Andini di SC, beliau sudah ada di ruang operasi, karana ada SC cito sebelumnya.

" Ibu saya sudah melakukan pemeriksaan dalam terhadap Ibu, hasilnya pembukaan Ibu sudah 7 cm, detak jantung bayi Ibu salah satu ada yang menurun, yang artinya Ibu akan segera melahirkan, tapi presentasi untuk melahirkan normal tidak memungkinkan karena saat pemeriksaan yang saya raba adalah kaki bayi Ibu, itu sangat beresiko apa lagi Ibu hamil anak kembar, dan sudah saya laporkan  ke dokter Naila, dokter Naila menyarankan untuk segera dilakukan tindakan SC, kalau Ibu setuju ini ada surat  persetujuan tindakan untuk dilakukan operasi cesar, Ibu boleh musyawarah terlebih dahulu saya beri waktu 2 menit ya Bu, saya permisi dulu ya." ucap Bidan jaga yang menjalaskan dengan  sangat detail.

Bak seperti disambar petir rasanya, Andini sangat sulit memutuskan,  ditambah suaminya malah tidak ada kabar membuat Andini semakin merasa cemas dan  sedih, harapan Andini untuk melahirkan normal tidak bisa di capai, harusnya yang memberi keputusan adalah suami disaat seorang istri sangat butuh pendamping saat akan melahirkan, tapi Andini ingat pesan sang suami,  mau lahiran normal atau cesar sama saja yang terpenting keselamatan Andini dan kedua bayinya itu yang paling utama.

Andini melihat ke arah Bunga," Ung gimana ya, aku harus di operasi sekarang juga,  tapi aku takut Ung, Mas Andrian harus tau dulu, tapi Mas Adrian dimana?!" ucap Andini yang menangis sampai sesegukkan.

" Andini,  udah kamu nggak usah mikirin Andrian dulu,udah nggak ada waktu, yang terpenting bayi kamu  si kembar dan kamu selamat, masalah Andrian nanti kita bicarakan setalah kamu melahirkan, tindakan ini harus segera dilakukan Andini, kamu ada asuransi kan." ujar Bunga mencoba menenangkan Andini.

" Iya Ung, mungkin benar menurut kamu Ung, aku terlalu egois, ada Ung asuransi perusahaan Mas Andrian." ucap Andini agak sedikit tenang setelah Bunga menenangkan nya.

Bidan jaga menghampiri untuk memastiakan apakah Andini menyetujui tindak kan operasi cesar.

" Bagaimana ibu, apakah ibu setuju, kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dokter Naila sudah menunggu di ruang operasi, detak jatung bayi ibu juga sudah mula melemah." ujar Bidan jaga.

" Baik Bu saya setuju, untuk dilakukan operasi." ujar Andini dengan menandatangani surat persetujuan  tindakan operasi.

" Baik Bu, jika begitu kami akan menyiapakan tindakan sebelum Ibu dipindahkan keruang operasi.

Ibu aka dipasang infus, dipasang kateter, untuk memudahkan jalannya operasi. Ibu siapkan saja baju untuk bayi kembar ibu dan kain panjang 1 ya." ucap Bidan jaga.

" Baik bu," ucap Andini, Andini meminta bantuan Bunga untuk menyipkan perlengkapan yang tadi di minta Bidan jaga.

Andini sudah selesai di pasang infus dan di pasang kateter, Andini akan di bawa keruang operasi menggunakan brankar IGD. Sampailah Andini di ruang oprasi. Andini di bawa masuk keruang operasi lewat pintu masuk ruang tranfer kamar operasi. Semantara Bunga menuggu di ruang tunggu depan kamar operasi. Malam itu adalah malam yang sangat bersejarah bagi Andini dan Andrian  pasalnya mereka berdua sebenarnya ada di dalam ruangan yang sama tapi tidak saling mengetahui satu sama lain, saling bertaruh nyawa, Andrian juga masih melangsungkan operasi kraniotomi akibat pendarahan hebat di bagian kepalanya, yang menghabiskan waktu berjam jam. Memang sudah ditakdirkan Andini dan Adrian untuk berpisah.

Andini sudah berganti baju operasi dan saat ini sudah  berada di meja operasi, Andini sangat taat beragama tasbih pun tetep ia pegang sedari tadi tidak lepas dari genggaman nya, Andini terus saja melantunkan zikir.

Dokter anastesi mulai membius Andini, setelah setengah badan Andini terbius, dokter Naila segera melakukan tindakan penyayatan, di mulai dari lapisan perut pertama sampai dengan bertemu ketuban.

Waktu berjalan 25 menit bayi pertama lahir langsung menangis.

Oek....

Oek....

Dokter Naila mengangkat bayi pertama Andini dan memperlihatkan ke Andini.

" Ibu ini bayi pertama Ibu ya, laki - laki bu." ucap dokter Naila

" Iya dokter, " ucap Andini, mendengar anaknya menangis dengan kuat Andini sangat bahagia. Andini langsung mencium anaknya untuk pertama kali, air mata Andini tiba - tiba menetes.

Setalah itu dokter Naila memberikan bayi pertama Andini keperawat kamar operasi, selang 2 menit bayi kedua Andini lahir, namun tidak langung menangis, sedikit membiru, dokter Naila segera memberikan bayi ke perawat jaga untuk dilakukan resusitasi oleh dokter Anak yang sudah berjaga.

" Dokter anak saya yang kedua mana? Kok tidak menangis dok, dan dokter tidak memberikan kesempatan kepada saya, untuk menciumnya, tidak seperti tadi bayi pertama saya dok?" Andini bertanya - tanya dengan merlinang air mata.

" Begini Ibu, bayi Ibu yang kedua berjenis kelamin perempuan, bayi Ibu saat lahir tidak langsung menangis kita langsung memberikan penanganan awal agar bayi Ibu segera menangis, semoga bayi Ibu segera menagis dan kondisinya stabil seperti bayi pertama ya Bu." papar dokter Naila,dengan mengeluarkan plasenta Andini dan menjahit perut Andini.

" Iya dok, makasih ya dokter." ucap Andini yang terus menangis namun zikirnya tidak berhenti, perawat kamar oprasi perempuan mencoba menenakan Andini.

Oprasi secar selesai hanya memerlukan waktu 1 jam dan Andini di pindahkan di ruang pemulihan.

Oprasi Kraniotomi Adrian juga selesai sangat menguras tenaga, membutuhkan waktu 5:jam untuk menyelesaikan nya. Adrian di pindah keruang pemulihan untuk melihat kondisinya stabil atau tidak, jika tidak stabil Andrian langsung akan di bawa keruang HCU.

Waktu menujukkan pukul 04.00 Andrian dan Andini sudah 1 jam diruang pemulihan, Andini sudah mulai merasakan nyeri akibat bius regionalnya akan habis. Semantara Andrian belum ada tanda - tanda untuk sadar kondisinya belum stabil, Adrian dan Andini dalam satu ruangan, tapi saling tidak tau akibat ruangan pemulihan di skat, di bedakan antara pasien laki - laki dan perempuan.

" Argggg...." erangan Adrian kesakitan, Adrian mulai tersadar perawat jaga kamar oprasi, menghampiri Andrian dan meliaht kearah monitor kondisi Andrian tidak stabil, malah semakin drop, Andiran akan langsung di pindahkan keruang HCU untuk penanganan lebih lanjut.

" Kok kayak suara Mas Andria ya, apa aku salah denger, tapi kayaknya  nggak mungkin Mas Andrian di rumah sakit ini." gumam Andini, firasatnya mengatakan jika ada Andrian

" Ya Allah jagalah suamiku dan Anak- Anakku, dimanapun suamiku berada, semoga Mas Andrian dan kedua putra putri kecilku baik - baik saja." Andini bergumam lagi.

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

tega banget yaa papanya Adrian sampe segitunya pengen misahin adrian dari Andini....
kasihan Andini Thor melhirkan tanpa di dampingi seorang suami 😭😭😭

2024-05-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!