Rencana Dadakan

Pukul 7 malam, Elnada dibuat bingung dengan datangnya ayah Enggar ke rumahnya, bahkan baik bunda Arlin dan juga Enggar pun masih berada di rumahnya sejak kedatangannya tadi. Gadis itu semakin dibuat kebingungan tatkala papinya juga pulang tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Meski ada perasaan senang ketika melihat papi Bara pulang, tetapi rasa bingungnya kini lebih mendominasi.

Dalam hatinya terus bertanya-tanya, ada apa sebenarnya sampai membuat dua keluarga kembali berkumpul? Namun anehnya saat ini tidak terlihat santai seperti waktu itu. Lebih tepatnya mami Inta yang terlihat sangat buru-buru seakan sesuatu sedang terjadi.

"Papi tumben nggak ngabarin El?" tanyanya melihat papinya yang datang dengan raut wajah tampak berbeda.

"Kejutan untuk anak gadis papi yang cantik ini dong," balas beliau mencoba agar tetap tenang.

Tetapi Elnada paham, apa yang dikatakan papinya bukanlah suatu kejutan seperti biasanya. Ia memang terkejut dan sangat kebingungan, tetapi Elnada sangat yakin, kedatangan papinya saat ini bukanlah suatu kejutan seperti yang sudah-sudah. Sudah pasti ada sesuatu yang belum Elnada ketahui.

Tidak lama kemudian, datang beberapa orang yang tidak Elnada kenali, ia diam seakan menelisik apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Semua orang tampak sedang berunding dengan sangat serius. Elnada melirik ke arah Enggar yang masih duduk santai dengan buku di tangannya, cowok itu terlihat sangat tenang dan cuek dengan keadaan sekitar.

Padahal orang-orang di sekitar mereka sangat patut dicurigai sekarang.

Sikap tenang Enggar jelas sangat jauh berbeda dengan Elnada yang dibuat bertanya-tanya melihat tingkah kedua orang tuanya saat ini.

"Elnada! Enggar! sini!" suara papi Bara mengejutkan keduanya.

"Iya pi!" balas Elnada beranjak dari duduknya.

Sementara Enggar tidak menjawab panggilan dari papinya Elnada, namun cowok itu beranjak dan berjalan untuk menghampiri dimana papi Bara dan yang lainnya berada.

Melihat beberapa kertas di depannya membuat mata Elnada menyipit, ia cukup penasaran dengan kertas-kertas di depannya, lebih anehnya lagi di sana terdapat namanya yang tercantum.

"Kertas apa sih itu?" ujarnya dalam hati.

Tidak sampai di situ saja rasa penasaran Elnada berlanjut saat kertas di sebelahnya dapat ia lihat atas nama Enggaraksa ikut tercantum juga. Elnada melirik ke arah Enggar yang masih tetap santai seakan memang tidak begitu peduli dengan keadaan di sekitarnya.

Enggaraksa juga masih tetap berada di rumah Elnada atas permintaan bunda dan ayahnya tadi. Cowok itu menurut dan tidak keberatan sama sekali jika hanya diminta untuk lebih lama berada di rumah Elnada.

"Jadi gini nak." Pak Wijaya memulai obrolan yang terdengar cukup serius.

"Kalian kami minta untuk segera melangsungkan pernikahan besok," lanjut beliau seketika membuat Elnada terdiam.

Jika Elnada terdiam dengan reaksi tubuh yang tidak bisa dijelaskan untuk saat ini. Lain halnya dengan Enggaraksa yang terasa beku tubuhnya, dengan tenggorokan tercekat untuk sekedar bilang 'apa atau mengapa' atas ucapan ayahnya baru saja.

Keduanya masih bungkam tidak ada yang bersuara, seakan semua yang bersangkutan dengan pita suara hilang begitu saja.

Disaat tidak ada respon dari keduanya, mami Inta sudah sesenggukan menangis, air mata yang sedari tadi beliau coba tahan tumpah begitu saja tidak terbendung lagi.

Beliau mengamati wajah Elnada di depannya. Perasaan bersalah kian terasa dari lubuk hatinya.

"Elnad, sayangnya mami," ujar beliau menggeleng.

Melihat hal itu bunda Arlin langsung memeluk mami Inta, beliau sangat paham masalah pelik yang sahabatnya sedang hadapi saat ini.

"Sabar Inta, aku janji akan selalu jaga Elnada," ujar beliau mencoba menenangkan sahabatnya.

"Aku gagal jadi ibu yang baik untuknya kak Arlin," lirih mami Inta mendapat gelengan kepala dari bunda Arlin.

"Tidak Inta, memang ini yang terbaik untuknya," balas beliau masih mencoba untuk menenangkan sahabatnya.

"Ayah, tolong jelaskan," setelah sekian lama terdiam. Akhirnya Enggar bersuara.

Ia masih tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya.

"Kamu dan Elnada, besok akan segera menikah nak, mungkin ini terkesan mendadak dan membuatmu sangat terkejut tetapi ini yang terbaik untuk kalian kedepannya," jelas ayah Wijaya tidak dapat diterima oleh Enggaraksa.

Setelah menggelengkan kepalanya sebagai bentuk ketidak siapannya juga kebingungannya. Enggar menghela napas cukup dalam. "Menikah? lelucon macam apa ini? bukannya ayah tahu kita masih sekolah, dan kita dekat tidak lebih hanya sebatas teman sekolah," ujar Enggar seketika membuat hati Elnada mencelos mendengar kata-kata terakhir yang keluar dari mulut cowok yang sebenarnya ia sukai.

Meski ia sendiri tidak yakin merasa senang atau sebaliknya mendengar perjodohan dadakan ini, yang jelas Elnada sendiri masih dibuat bingung dengan tujuan adanya pernikahan itu. Hatinya juga sakit dan tidak terima setelah mendengar kata-kata Enggaraksa. Jelas dari kata-katanya, Enggar menentang keras atau menolak rencana aneh dari orang tua mereka.

"Iya om, kita masih sekolah, bahkan menikah saja belum terpikirkan," ujar Elnada pada akhirnya.

Jelas ia tidak mau kalah dari Enggar, jika Enggar menolak, Elnada juga bisa melakukannya.

"Sayang, ini untuk kebaikan kamu, tolong mengertilah," ujar mami Inta semakin tidak membuat Elnada mengerti.

"Kebaikan apa maksud mami? Elnad masih sekolah mi, masih panjang perjalanannya, lagian juga-"

"Jangan membantah Elnada, kamu tidak akan tahu!" potong papi Bara dengan nada suara yang cukup tinggi.

Elnada terdiam, ini untuk yang pertama kalinya papinya berbicara dengan nada tinggi, meski jarang memiliki waktu dengannya, tetapi papi Bara selalu bersikap lembut, penyayang dengan Elnada selama ini.

"Iya, El tidak akan pernah tahu, tidak akan!" ujarnya menggelengkan kepalanya. Dengan buliran air mata yang sudah membasahi pipinya.

Demi apapun Elnada tidak secengeng itu, tetapi dibentak oleh papinya untuk pertama kali, rasanya begitu sakit, bahkan jauh lebih sakit dari pada papinya pergi dengan memberi kabar melalui pesan atau telepon.

Setelahnya Elnada pergi menuju ke kamarnya, ia merasa dunianya baru saja dibuat terbolak-balik, entah dengan keterkejutan yang diterima secara bertubi-tubi, ditambah papinya yang membentaknya itu semua membuat hati Elnada campur aduk rasanya.

Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang kamar miliknya, lalu kembali menangis sampai ia merasa ngantuk dan terlelap dengan sendirinya. Dengan harapan semoga apa yang terjadi hari ini hanya sebuah mimpi belaka.

Ia rela rencana menikah dengan Enggar hanya sebuah hayalan di alam bawah sadarnya semata, tetapi kejadian-kejadian yang membuatnya bertanya-tanya atau kebingungan juga hanyalah sebuah mimpi.

"Gue yakin cuma mimpi," ujarnya dengan mata yang mulai terlelap.

Tanpa ia ketahui, tepat di ambang pintu kamarnya, mami Inta menatapnya yang sudah terlelap dengan mata terpejam. Air mata kembali menetes melihat wajah cantik Elnada yang terlihat polos dengan mata terpejam.

"Maafin mami sayang," ujar beliau menutup pintu kamar gadis itu.

Sementara di ruang tengah, kini Enggaraksa dibuat masih tetap di tempatnya. Sebenarnya ia ingin langsung pergi begitu saja meninggalkan kedua orang tuanya yang masih berada di rumah Elnada setelah mendengar ucapan papinya tadi, tetapi itu tidaklah ia lakukan. Setidaknya sebagai seorang laki-laki ia harus melakukan apa yang seharusnya dilakukan.

"Ayah ataupun om Bara, saya ingin tahu alasan kenapa saya dan Nada harus menikah? dan kenapa harus besok?"

Terpopuler

Comments

Fitrothul Auliya

Fitrothul Auliya

ka riri kok blm update tumben, aq tungguin

2024-04-15

0

Fitrothul Auliya

Fitrothul Auliya

lanjut kk

2024-04-14

0

Dian Rahmawati

Dian Rahmawati

ada rahasia apa sih diantara orang tua Elnada dan Enggar

2024-04-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!