Bukan Dia, Temanpun Bisa

Masuk ke kantin. Enggar bersama dengan teman-temannya menjadi pusat perhatian, sudah menjadi hal yang lumrah memang jika Enggar banyak digemari oleh teman-teman sekolahnya, atau adik kelasnya. Selain karena tampan, Enggar termasuk cowok dingin yang mempunyai segudang prestasi. Sangat jauh berbeda dengan Elnada yang bisa dikatakan mengandalkan kecantikan juga sikap beraninya untuk bisa dikenal banyak teman-teman sekolahnya.

Meskipun terkadang ada rasa ingin menjadi gadis anggun untuk bisa memikat orang yang disukainya, yakni Enggaraksa. Namun sikap pemberontaknya susah untuk ia hilangkan, terlebih jika menyangkut perasaannya.

Apa yang Elnada lakukan murni apa yang ingin gadis itu lakukan. Tidak ingin dikekang juga tidak suka ada yang mengaturnya. Apa lagi sampai harus menjadi naif seperti lawannya yang selalu lemah agar dibantu orang lain.

"Elnad," panggil Daren ketika dirinya dan teman-temannya melewati meja Elnada.

Hanya senyuman yang Elnada berikan untuk menjawab, ia tidak berniat membalas karena cowok yang ia inginkan malah diam seribu bahasa ketika melihatnya tadi. Bahkan hanya melirik sekilas saja, seakan tidak ada minat dengan gadis cantik seperti Elnada.

"Lo beneran buta kak?" ujarnya dalam hati saat Enggar melewatinya begitu saja.

"Heh, kak Daren juga nggak kalah cakep kok, lagian kalau diliat-liat, doi suka lo deh El," komentar Nadira paham akan isi pikiran Elnada.

"Ya udah buat lo aja," balas Elnada dengan kesal. Ia mengambil ponsel miliknya lalu beranjak dari duduknya meninggalkan Nadira dan juga Gladis yang baru saja kembali.

"Kenapa dia?" bingung Gladis melihat kepergian Elnada.

"Bege, ya jelas panas lah si Elnad, noh liat," balas Nadira seketika membuat Gladis menoleh ke arah Narina yang sedang duduk satu meja dengan Enggaraksa juga teman-temannya.

"Pantesan ngacir, pasti udah gosong banget hati Elnad," komentar Gladis menggelengkan kepalanya.

"Jangan-jangan Elnad," ujar Gladis dan Nadira secara bersamaan, mereka baru tersadar apa yang akan Elnada lakukan, sudah sangat paham sekali seperti apa gadis itu jika dalam keadaan seperti itu.

"Buru Dis!" Nadira menarik tangan Gladis untuk segera pergi dari kantin.

"Anjim bakso gue belum gue sentuh tadi," dumel Gladis seraya berlari mencari keberadaan Elnada.

Keduanya sampai di tempat yang paling mereka khawatirkan, baik Nadira ataupun Gladis mendekat ke arah meja seorang siswi, di sana tampak baik-baik aja, tidak ada keganjalan apa lagi sesuatu untuk dikhawatirkan.

"Aman Ra," ujar Gladis diangguki oleh Nadira.

"Terus tuh anak kemana?" bingung Nadira yang mendapat jawaban sama dari Gladis sepertinya.

Kedua sahabat Elnada tadi langsung berlari menuju kelas kakak kelasnya atau kelas Enggaraksa, tetapi bukan meja Enggar tujuan mereka, melainkan meja Narina yang langsung mereka periksa.

Biasanya setelah Elnada dibuat kesal karena Narina, entah itu karena suatu kebetulan atau ketidaksengajaan, gadis itu akan mengacak-acak meja Narina, pernah sesekali tas milik Narina dibuang begitu saja oleh Elnada ke tempat sampah. Meski Narina tahu pelakunya, tetapi ia tidak berani melakukan apapun jika Enggaraksa tidak berada di dekatnya.

Sangat muna sekali bukan seorang Narina yang selalu terlihat polos di depan Enggar.

"Kemana ya Elnad?" keluh Gladis menuju ke kelasnya.

Keduanya tadi sudah mencari keberadaan Elnada, dari mulai kelas Enggaraksa lalu ke perpustakaan, juga belakang sekolah, tetapi tidak kunjung menemukan gadis yang hatinya sedang terbakar karena seseorang.

Justru ketika Gladis dan Nadira masuk ke kelas, keduanya dibuat melongo melihat adanya Elnada yang sedang memejamkan mata seraya mendengar musik menggunakan earphone miliknya, Elnada terlihat menikmati musik yang sedang didengarnya, terlihat sangat tenang dengan sesekali anggukan kecil di kepalanya.

Dengan sangat pelan, Gladis dan Nadira mendekat ke arah Elnada, keduanya mendekatkan telinga mereka untuk memperjelas lagu apa yang sedang Elnada dengarkan.

"Gila!" teriak Gladis akhirnya membuat Elnada menoleh.

Gadis itu melepaskan earphone miliknya. Mengamati kedua sahabatnya yang sedang terkejut karena ulahnya.

"Ngapain lo berdua?" tanyanya seakan tidak terjadi apa-apa.

"Lo dengerin lagu apa si El? kaya mantra gitu?" tanya Gladis penasaran dengan lagu yang Elnada dengar.

"Ini namanya lagu setengah jawa setengah indo, gue juga lupa namanya haha," balas Elnada tertawa.

Mendengar jawaban Elnada malah semakin membuat Gladis bingung.

"Lagu ngga ada nadanya gitu, kek dukun lagi komat-kamit tau," sungut Gladis membuat Nadira tertawa.

"Lah, Nada kan gue," balas Elnada sekenanya.

"Terserah lah, susah emang ngomong sama orang yang lagi patah hati," kesal Gladis duduk di sebelahnya.

"Gue nggak patah hati ya? enak aja lo," tidak terima saja rasanya Elnada dikatain patah hati oleh Gladis.

Meski hatinya tadi sempat kesal melihat kedekatan Enggar dan Narina, namun ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak melakukan hal bodoh atau ceroboh lagi seperti yang sebelumnya sering ia lakukan.

"Udah si? napa lo berdua yang malah berantem si? gue ke kelas dulu, gigi gue udah mau sembuh ini, lama-lama liat lo berdua berantem bikin kumat nih gigi," cerocos Nadira seraya pergi dari kelas Elnada dan Gladis.

"Diraaaaa!" teriak Elnada dan Gladis secara bersamaan.

"Apa lagi?" gadis itu membalikan tubuhnya.

"Emmuuucch," balas Elnada dan Gladis secara kompak. Setelahnya tawa terdengar dari keduanya.

"Hue, jijik gue sama kalian," keluh Nadira melanjutkan langkahnya. Berbeda dengan Elnada dan Gladis yang malah semakin tertawa melihat wajah kesal dari Nadira tadi ketika akan pergi.

"Dih, udah bisa ketawa aja lo," komentar Gladis melihat tawa Elnada barusan.

"Jangan mulai deh, gue lagi nggak mau ngamuk ini," balas Elnada membuat Gladis mengangguk dengan senyum.

"Iya buk iya, btw lo keren banget kalau kaya gini," puji Gladis dengan apa yang Elnada lakukan.

"Najis gue kalau harus jambak rambut tuh cewe terus," balas Elnada membuat Gladis menggelengkan kepalanya.

Ketika akan pulang, Elnada dibuat bingung karena harus menunggu Enggaraksa. Sebenarnya ia tadi sudah berniat untuk pulang terlebih dahulu bersama dengan Gladis dan Nadira, tetapi bunda Arlin tiba-tiba menelponnya dan menyuruhnya untuk menunggu Enggar agar bisa pulang bersama.

"Duh, gue nunggu dimana ini?" bingung Elnada, ia tidak ingin terlihat oleh teman-teman sekolahnya jika ia sedang menunggu Enggar.

Aneh memang, biasanya Elnada ingin dekat atau ingin menunjukan kepada mereka semua jika ia bisa dekat dengan Enggar, tetapi kali ini Elnada seperti merasa harus menjaga jarak atau berhati-hati.

Jangan sampai predikat cewek mengejar cowok jatuh padanya. Elnada bukanlah cewek seperti itu, meski selama ini ia harus mati-matian menahan hatinya demi gengsi.

Terdengar beberapa siswa dan siswi yang mulai berdatangan ke parkiran sekolah. Elnada mendengus kesal karena harus pura-pura sedang menunggu jemputan yang terlambat ketika ditanya banyak teman sekolahnya.

Matanya memicing saat melihat Enggar yang sedang berjalan ke arahnya. Lebih tepatnya ke arah mobil milik Enggaraksa sendiri, namun cowok itu tidaklah sendiri, melainkam bersama seorang gadis yang membuat Elnada langsung jengah.

Elnada baru tersadar jika ia berdiri di sebelah mobil Enggaraksa, pantas saja sedari tadi banyak murid yang menanyainya dan menawarkan tumpangan, lebih tepatnya kakak kelas yang akan pulang. Ia terlihat seperti orang kebingungan saat ini.

"Elnada." Daren salah satu teman Enggar menghampiri Elnada.

"Oh, hai kak," balas Elnada seadanya.

"Lo belum pulang?" tanya Daren mendapat gelengan kepala dari Elnada.

Sebenarnya agak aneh saja menurut Daren melihat adanya Elnada berdiri seorang diri di sebelah mobil Enggaraksa, tepatnya kelas Elnada sudah pulang beberapa jam yang lalu. Sementara tadi kelas Enggaraksa memang ada mata pelajaran tambahan diakhir.

"Mau bareng gue?" tawar Daren membuat Elnada terdiam.

Tetapi hatinya sudah sangat panas sekali melihat Enggar dan Narina yang semakin dekat, meski Enggar terlihat menatap ke arahnya. Namun di sebelahnya Narina terlihat sangat ceria sekali.

"Boleh deh kak," balas Elnada langsung membuat Daren tersenyum senang.

Daren mengajak Elnada untuk segera masuk ke mobilnya.

"Ga, gue duluan ya?" pamit Daren melihat Enggaraksa dan Narina yang baru saja sampai.

Tidak ada jawaban apa-apa dari Enggar. Justru Narina sendirilah yang menjawab seraya melambaikan tangan.

"Hati-hati Daren," balas Narina diangguki oleh Daren.

"Egar, ayo," ajak Narina tidak mendapat jawaban dari Enggar.

Tubuh Enggar memang berada di sebelah Narina saat ini, tetapi pikiran Enggar jelas tertuju kepada satu orang.

Terpopuler

Comments

@sulha faqih aysha💞

@sulha faqih aysha💞

panas kan loh lihat ernada sama daren😊

2024-04-15

0

Fitrothul Auliya

Fitrothul Auliya

lanjut kk makin pinisirin he..he 💪💪💪

2024-04-13

0

Nia Black

Nia Black

bikin panas dikit ga apa""lah biar enggar peka dengan perasaan ya

2024-04-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!