Tatapan Matanya

"Hallo...! Mba....eh...kami mau bayar lho."

Gelya tersentak bangun. Ia yang duduk di dekat kasir segera membuka matanya. Di hadapannya sudah ada dua ibu-ibu yang sedang membawa belanjaan mereka.

"Maafkan saya, Bu." Gelya pun dengan cepat segera menghitung belanjaan mereka. Setelah kedua ibu itu pergi, Gelya menatap jarum jam yang sudah menunjukan pukul 5 pagi.

"Kok aku bisa tertidur ya? Bukankah tadi aku sedang membuat kopi lalu si bule tampan itu datang lagi?"

"Bicara sama siapa kamu?"

Suara Bobi membuat Gelya menolehkan kepalanya ke arah sumber suara itu. Nampak Bobi baru masuk dari luar toko.

"Dari mana saja, kak?"

"Dari depan. Ada berita heboh. Satpam yang jaga gedung sebelah, semalam melihat ada bayangan hitam yang dengan cepat turun dari lantai atas gedung itu. Lalu katanya, bayangan hitam itu nampak memasuki toko ini."

"Ha?" Gelya bingung. "Khayalan nya, mungkin."

"Katanya dia nggak tidur."

"Ah, kakak ini. Jangan percaya kak. Coba buka CCTV dan lihat."

Bobi pun dengan cepat memeriksa CCTV yang ada di toko mereka ini. "Nggak ada sih. Eh, siapa lelaki berpakaian serba hitam ini?"

"Si bule yang memberikan aku uang 500 ribu itu."

"Kok wajahnya nggak jelas ya?"

"Mau jelas bagaimana? Dia kan memakai topi. Jangan bilang kalau dia bayangan hitam itu ya? Aku melihat kakinya menginjak lantai, kok."

Bobi menggaruk kepalanya. Ia juga bingung karena tak melihat ada bayangan hitam yang nampak di CCTV selain pria bule yang menggunakan topi itu.

Sedangkan Gelya, matanya menatap gelas bekas kopinya yang sudah terletak di sudut meja kasirnya. Ia bingung dengan apa yang terjadi.

************

Sepulang kuliah Gelya langsung ke toko karena ia akan bekerja dari jam 3 sore sampai jam 10 malam.

Ia memang sudah membawa baju seragamnya.

"Hallo semua....!" sapa Gelya pada dua rekannya yang berjaga. Siti dan Tiara.

"Hai cantik, ada salam dari pak Yudi." kata Siti. Gelya hanya tertawa mendengarnya.Pak Yudi adalah supervisor mereka. Ia duda beranak satu. pak Yudi memang lumayan ganteng. Usianya saja baru 31 tahun. Banyak wanita yang tertarik padanya namun tidak dengan Gelya.

"Amit-amit deh...." Kata Gelya lalu segera ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.

"Gel, memang kamu nggak suka sama pak Yudi? Dia kan tampan." tanya Siti setelah Gelya selesai ganti pakaian.

Gelya menggeleng. "Aku nggak suka padanya bukan karena statusnya sebagai duda. Pak Yudi kan orangnya baik, sopan dan sangat lemah lembut. Tapi tatapan matanya tak bisa menggetarkan hatiku."

Siti dan Tiara tertawa bersama. "Kamu itu ya, memang agak aneh. Cantik, body bagus, bahkan aku merasa kalau kamu ada turunan bulenya karena rambutmu yang coklat itu. Kenapa nggak tertarik pada semua pria tampan dan kaya yang mendekatimu?" tanya Siti.

"Mungkin karena mereka belum bisa menyentuh hatiku. Itu saja. Lagian usia ku baru 20 tahun. Takut apa sih nggak punya pacar? Selesaikan dulu kuliahnya." Ujar Gelya dengan santainya. Gadis itu kemudian mengambil daftar barang untuk mengecek barang-barang yang akan kadaluarsa.

"Gel, kamu tahu nggak gosip yang beredar selama ini?" tanya Tiara yang ikut memeriksa barang bersama Gelya.

"Gosip apa?"

"Tentang kematian bapak yang di sebelah itu. Katanya itu perbuatan mahluk gaib atau vampire."

"Karena lubang di lehernya? Patukan ular juga bisa membuat leher berlubang dua kan?"

Tiara nampak bergidik takut. "Katanya kita harus hati-hati. Karena mereka suka dengan gadis perawan."

"Vampire maksudmu?"

Tiara menggeleng.

"Kamu kayak Bobi aja. Vampire itu hanya ada di luar negeri."

"Bisa saja kan vampire itu ke sini. Kan mereka bisa terbang bahkan kecepatan mereka berlari melebihi kecepatan pesawat terbang."

Gelya menepuk sahabatnya. "Kita banyak berdoa saja. Dan hati-hati. Terus jangan terpengaruh dengan gosip-gosip yang nggak benar."

Tiara hanya mengangguk saja.

Keduanya terus bekerja sampai tak terasa kalau hari mulai malam. Siti langsung pamit lebih dulu karena ia harus menghadiri acara keluarga.

Tiara dan Gelya yang tinggal sambil menunggu teman-teman mereka yang akan berjaga mulai jam 10 malam sampai jam 7 pagi.

Kedua gadis itu saling bergantian makan saat pelanggan lagi sepi.

"Tiara, ponselmu berbunyi."

Tiara yang sedang berdiri di depan pintu segera masuk. Ia mengangkatnya. Wajah gadis itu mendadak pucat.

"Ada apa?" tanya Gelya.

"Mama tiba-tiba pingsan dan sekarang sudah di bawa ke rumah sakit." Tiara mulai menangis.

"Ya sudah, pergi saja."

"Kamu bisa sendiri?"

"Bisa. Ini kan sudah jam 8 lewat. Biasanya kak Bobi akan datang jam 9."

Tiara langsung memakai jaketnya dan helm. Ia berlari keluar dari toko.

"Hati-hati Tiara..., astaga mulai hujan lagi." Gelya melihat sekeliling toko. Nampak sepi. Penjual bakso tusuk dan penjual martabak yang biasa nongkrong di depan toko, semenjak peristiwa pembunuhan itu sudah tak pernah datang lagi. Pada hal kedua Abang penjual itu biasa nongkrong sampai jam 1 dini hari.

"Aku sendirian dong. Semoga kak Bobi cepat datang. Namun hujannya semakin deras, bagaimana kak Bobi bisa datang cepat? Dia kan menggunakan motor." Gelya segera masuk kembali ke dalam toko. Ia tiba-tiba merasa dingin.

Untuk menghilangkan rasa sepi yang ada, Gelya pun memutar lagu Piano klasik.

Ada pembeli yang datang. Sepasang anak muda. Mereka nampaknya mau mengadakan perjalanan jauh. Mereka membeli beberapa botol air mineral dan juga biskuit.

Setelah itu hujan semakin deras. Bahkan ada angin yang bertiup kencang.

Ponsel Gelya berbunyi. Masuk wa dari Bobi dan Jerry yang akan bertugas malam ini. Keduanya menyampaikan permohonan maaf untuk datang terlambat karena tak mungkin naik motor dengan cuaca yang ekstrim seperti ini. Gelya pun memakluminya.

Jarum jam sudah menunjukan pukul setengah sepuluh malam. Sebenarnya Gelya mulai mengantuk. Karena itulah ia mengambil sapu dan menyapu lantai. Tak lupa juga ia menggantung lonceng di depan pintu masuk.

Saat ia hampir selesai menyapu, terdengar bunyi lonceng yang menandakan ada orang yang masuk.

"Selamat datang dan selamat berbelanja." kata Gelya lalu membalikan badannya. Ia menatap sang pengunjung toko yang baru datang itu.

Deg!

Jantung Gelya langsung berdetak dengan cepat. Pria bule yang 2 hari lalu datang ke toko saat menjelang tengah malam, kini datang lagi.

"Selamat malam." sapanya sopan.

"Selamat malam." Gelya membalas sapaan itu dengan wajah yang terasa memanas. Entah mengapa ia begitu terpesona dengan tatapan mata pria itu. Lalu pria bule itu mulai mencari apa yang harus di belinya. Gelya bergegas ke belakang untuk meletakan sapu, lalu ia kembali ke meja kasir.

Matanya menatap layar kontrol CCTV yang tepat ada di hadapannya. Dandanan pria itu masih sama. Celana jeans dan jaket hitam, juga topi hitam.

Akhirnya pria itu menuju ke kasir.

"Ini saja belanjaannya, tuan? Tak ingin yang lain?"

"Rokok." ujarnya pelan namun tatapan matanya seakan ingin menembus jantung Gelya. Perempuan itu langsung memutuskan kontak mata mereka. Ia mengambil rokok yang diinginkan oleh lelaki bule itu dan meletakkannya di meja kasir. Ia pun segera menghitungnya.

"Semuanya seratus dua puluh satu ribu, tuan." kata Gelya.

Lelaki itu mengambil dompetnya dari balik jaket yang dipakainya. Ia mengeluarkan uang seratus ribu sebanyak dua lembar lalu menyerahkannya kepada Gelya.

"Simpan kembaliannya." kata pria itu lalu saat Gelya membuka laci kasirnya.

"Tapi tuan, yang lalu juga tuan sudah memberikan kembaliannya padaku. Namun saat kuperiksa, uangnya ternyata berjumlah 500 ribu."

Lelaki tampan itu tersenyum. Ia membuka topi yang dipakainya dan Gelya bisa melihat wajah lelaki itu secara jelas. Sungguh ia terlihat tampan dengan rambut coklat goldnya.

"Wah ......" tanpa sadar Gelya mengungkapkan kekagumannya.

"Kenapa?" tanya lelaki bule itu masih dengan sorot mata yang tajam namun kesannya lembut dan menggoda.

"Tuan terlihat sangat tampan." kata Gelya walaupun wajahnya menjadi merah saat mengucapkan kalimat itu.

Lelaki itu tersenyum semakin lebar. "My name is Zoran."

"Nama yang tak biasa. Dari bahasa apa?"

"Rusia."

"Oh, namaku juga diambil dari bahasa Rusia."

"Gelya artinya malaikat."

"Bagaimana tuan bisa tahu namaku?"

Zoran menunjuk tanda pengenal yang tergantung di dada Gelya.

"Oh...iya ya ...." Gelya merasa bodoh sendiri. Sungguh jantungnya berdebar-debar saat berbicara dengan bule tampan ini.

"Kamu sendirian?" tanya Zoran.

"Ya. Teman penggantiku belum datang karena terhalang hujan."

"Tidak takut sendirian?"

"Tidak. Karena aku bisa bela diri."

"Oh ya?" Zoran kagum mendengarnya.

"Almarhum papaku mengajarkan kalau anak perempuan itu harus tahu bela diri karena sering dianggap lemah oleh kaum lelaki."

"Bela diri apa yang kamu kuasai?"

"Taekwondo dan karate."

"Sabuk?"

"Dua-duanya sabuk hitam."

"Waw ...! Sungguh luar biasa. Aku jadi takut untuk iseng denganmu."

Gelya tersenyum. "Jangan coba-coba!" kata Gelya sok memperingati sedangkan Zoran hanya tertawa.

Zoran mengambil belanjaannya.

"Tuan sudah mau pergi?"

"Kamu ingin ditemani?" tanya Zoran menggoda.

"Eh...bukan. Maksudku, di luar masih hujan deras. Memangnya tuan bawah payung?"

"Tidak. Tapi aku paling suka hujan disaat malam."

"Oh begitu ya? Nggak takut sakit?"

"Aku tak akan sakit."

"Tuan, mau minum kopi?"

"Tidak."

"Lalu tuan mau apa?"

"Aku mau kamu."

Gelya tertawa namun Zoran menatapnya dengan wajah serius. "Bolehkan aku bilang kalau aku jatuh cinta padamu saat pertama kita bertemu?"

"What?"

************

Siapa sih Zoran?

Terpopuler

Comments

Diana Oktavia

Diana Oktavia

zoran bikin baper 🥰

2024-05-11

0

💠Rhaenyra 🈂️s

💠Rhaenyra 🈂️s

Zoran Plisssssss jangan jujur2 amat bisa

2024-05-09

0

Abi Zar

Abi Zar

keren kak ceritanya,oh ya mampir di karyaku juga donk kak,baru pemula nich terimakasih

2024-05-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!