Echa langsung menatap mata orang yang melindunginya itu, mata berwarna coklat indah, mata yang baru pertama kali Echa lihat begitu tenang dan teduh.
"Kak Nathan tolong pegang Hanin." teriak Ivy karena Nathan berada di ambang pintu.
Echa dan Bara langsung tersadar dari tatapan yang mampu membuat waktu seolah behenti, ini bukan situasi yang tepat, bukan juga situasi yang bagus mencari kesempatan dalam kesempitan.
Nathan melangkahkan kakinya menuju kearah Hanin ketika Ivy menyuruhnya untuk memegang Hanin.
"Berhenti disana! atau tubuh ini akan celaka!" teriak sosok yang berada di dalam tubuh Hanin sambil membawa pecahan kaca di sekitarnya.
Nathan langsung menghentikan langkahnya saat itu juga, ini tidak ada bedanya dengan Bagas waktu itu. Tidak ada opsi yang menguntungkan.
"Apa yang kamu mau?" tanya Nathan pada mahluk yang berada dalam tubuh Hanin.
"Aku mau wanita itu." jawab Hanin sambil menunjuk ke arah Echa.
Semua mata langsung tertuju pada Echa, apa yang mahluk itu mau dari Echa? banyak pertanyaan yang ada di benak semua orang. Namun tidak mungkin pertanyaan itu dilontarkan saat ini juga, ini bukan waktu yang tepat untuk mengurus hal semacam itu.
"Kamu mau aku? bawa saja!" bentak Echa.
"Kamu menyerahkan jiwamu?" tanya mahluk itu dengan seringai yang mengerikan.
"Bawa saja! letakkan pecahan itu. keluar dari tubuh dia!" ucap Echa sambil melangkah maju.
"Caa." panggil Ivy sambil memegang pergelangan tangan Echa, seolah tak ingin Echa melangkah lebih jauh lagi.
"Gak apa-apa Vi, percaya sama Caca." ucap Echa dengan senyuman manis sambil melepaskan tangan ivy.
Saat Echa ingin melangkah maju untuk kedua kalinya, tangan Echa kembali di cekal oleh seseorang. Bara langsung menggelengkan kepalanya seolah tidak ingin Echa untuk melangkah lagi. Bara takut kejadian itu menimpa Echa lagi.
Echa langsung melihat kearah Bara, dia hanya menganggukkan kepalanya dengan senyuman manis miliknya, seolah senyuman itu berkata bahwa dia akan baik-baik saja.
Bara yang melihat senyuman itu langsung melepaskan genggaman tangannya dari Echa, membiarkan gadis itu memilih langkah yang mungkin akan membahayakan dirinya.
"Keluar dari tubuh itu, dan bawa akuu!" bentak Echa sambil menatap ke arah Nathan.
Nathan yang mengerti dengan perkataan Echa itu langsung berlari kearah Hanin, memegang tangannya. Sosok yang berada di dalam tubuh Hanin sedang tidak fokus dengan keberadaan disekitarnya.
Echa hanya mengalihkan perhatian mahluk itu dan ini waktunya, mahluk itu sedang lengah.
"Panas!!" teriak Hanin dengan suara menggema.
"Pergi! Lepaskan tangan itu!" teriak sosom itu sambil menatap tajam kearah Nathan.
"Jangan dilepas Kak. pegang aja. nanti keluar sendiri." ucap Ivy kepada Nathan.
"Kak panggil nama Hanin juga." ucap Echa.
Nathan melakukan apa yang sahabat Hanin katakan, jangan melepaskan Hanin dan membisikkan nama Hanin. Nathan lakukan semua itu.
"Aaaa!" teriak mahluk tersebut dengan suara merintih kesakitan.
WOSH..
Hanin langsung jatuh di pangkuan Nathan, dia tidak sadarkan diri, mungkin energinya terkuras habis, mereka semua langsung berlari kearah Hanin.
"Nin bangunnn!" panggil Echa sambil menepuk pipi Hanin.
"Nin, bangunn!!" ucap Ivy sambil memberikan kehangatan pada tangan Hanin yang dingin.
"Biar kakak bawa ke UKS." ujar Nathan yang langsung mengangkat tubuh Hanin menuju UKS.
Mereka semua mengikuti Nathan di belakang, Echa dan teman-teman yang lainnya khawatir dengan keadaan hanin, meskipun mereka baru setengah sadar dari kagetnya itu.
...----------------...
5 menit telah berlalu, Akhirnya mereka sampai di ruang UKS. Nathan langsung menidurkan tubuh Hanin diatas ranjang UKS.
Tanpa berpikir panjang lagi, Echa langsung membawa kotak P3K di laci, untuk mengobati tangan hanin yang tadi terkena sayatan pecahan kaca.
"Nin, bangunn!" ucap Echa sambil menggenggam erat tangan Hanin yang dingin.
"Put tolong ambil minyak hangat di lemari." ujar Ivy yang langsung diangguki Putri.
"Nin, ayo bangunn!" sahut Echa.
"Udah Ca, mending Caca obatin Ka Bara, tangannya luka, gara-gara tadi." bisik Ivy sambil menatap tangan Bara.yang banyak mengeluarkan darah.
Echa lupa, tadi Bara sudah menolong dirinya, apa iya Bara sampai terluka? jika iya, Echa harus bagaimana? ucapan terimakasih saja tidak cukup, karena Echa telah melukai kakak kelasnya itu, dia merasa bersalah.
Echa langsung mendekat kearah Bara yang sedang memejamkan matanya di sofa, sambil membawa kotak P3K.
"Kak." panggil Echa dengan suara pelan.
"Hm?" sahut Bara yang masih memejamkan matanya.
"Biar Caca obatin lukanya." ucap Echa sambil menundudukkan dirinya disebelah Bara.
Tidak ada jawaban dari Bara, tapi Echa langsung mengobati luka yang ada ditangan Bara dengan telaten dan hati-hati.
Bara membuka sedikit matanya, dia melihat gadis cantik disampingnya, Bara selalu ingin saja melindungi gadis ini, entah dorongan darimana, tapi hatinya seolah membawa dirinya pada Echa.
"Kalau mau bangun, bangun aja gak usah gitu. Caca takut liatnya." ujar Echa sambil menekan luka Bara.
Dia sangat kesal dengan Kakak kelasnya yang satu ini, Bara diam saja tidak ada obrolan apapun. Echa semakin bersalah, takut kakak seniornya itu tidak terima.
"Sakittt." ucap Bara sambil meringgis kesakitan.
"Maaf Kak." ujar Echa sambil meniup luka ditangan Bara.
"Biar Kakak aja." ucap Bara sambil mengambil obat merah dari tangan Echa.
"Kak maafin Caca, udah nyusahin Kakak." ujar Echa sambil menundukkan kepalanya.
"Iya." ucap Bara sambil mengobati lukanya sendiri.
"Kakak marah sama Caca?" tanya Echa sambil menatap mata Bara.
"Engga." jawab Bara seadanya.
"Gitu banget jawabannya, kayak yang gak ikhlas bantuinnya." ucap Echa.
"Ca, Bara emang gitu orangnya." ujar Azka pada Echa yang tiba-tiba saja menghampiri Echa dan Bara.
"Eh kak Azka." ucap Echa sambil sedikit menggeser tubuhnya, memberikan tempat duduk untuk Azka.
Azka langsung duduk diantara bara dan Echa yang saling membungkam mulutnya satu sama lain.
"Bara itu kalau ngomong suka singkat, padat jelas tapi sekalinya ngomong kewalahan." jelas Azka kepada Echa.
Echa hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, dia tak bisa berkata apa-apa saat kedua kakak seniornya ada di sebelah Echa. Dia bingung harus berkata apa, takut salah jika memberikan pertanyaan lain.
"Kalau ada yang mau di tanyain, tanyain aja sama kakak, Bara kalau ngomong suka gak jelas." ucap Azka sambil tertawa melihat wajah Bara yang sedang mendelik ke arahnya.
"Apasi Ka, diem." ujar Bara yang masih mengobati lukanya.
"Kalau Caca mau tanya soal Kak Bara udah punya pacar atau belum, dia belum punya, malah dia jarang banget deket sama cewek, cuman Tiara sama Rara aja deketnya dan sekarang sama kamu." jelas Azka pada Echa.
"Kenapa?" tanya Echa kepada Azka.
"Tanya aja sama orangnya, kalau soal itu kakak gak tau, kakak pergi dulu." jawab Azka sambil melangkahkan kakinya pergi, meninggalkan Echa dan Bara.
Setelah kepergian Azka suasana diantara Bara dan Echa semakin canggung saja, Echa bingung harus berkata apa lagi pada Bara.
"Kak makasi ya udah bantuin Caca." ucap Echa sambil tersenyum kearah Bara.
"Sama-sama." ujar Bara sambil tersenyum tipis.
Bara jadi ketularan senyum dari Echa, entah kenapa bibirnya seolah terangkat dengan sendiri.
"Kak Caca mau liat Hanin dulu. sekali lagi makasi ya." ucap Echa sambil membereskan kotak P3K.
Bara hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban sambil menatap kearah Echa.
"Kakak ganteng lho kalau senyum kayak tadi." ujar Echa sambil tersenyum manis pada Bara dan melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Bara sendirian.
Bara kembali tersenyum manis saat Echa hilang dari pandangan mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Imliyana Syafi'i
nyri novel teror keman" aku
di online pengen ad yg jual tp semua nihil
hbsnya greget sma lnjutnn si teror
2024-12-14
1
Imliyana Syafi'i
kpn ya teror up lg
ini ulng baca dr awal terus tp tenag gl bosan" kok
2024-12-14
1
Ghisya Kamiliap
udah berapa kali ngukang² baca soalnya teror gak up up. Tapi sampe sekarang aku gak bosen, dannnnn pengen banget liat senyumannya Bara aaaaaaaaaaaaaa
2024-05-23
0