"Ya, Agselle diculik dan disandera Arga Wilis," ungkap William muram.
Sienna merosot lemas di sofa kulit mewah depan meja kerja ayahnya, air matanya menderas sejadinya.
Al memeluk Sienna, matanya menyorotkan kepedihan, namun raut wajahnya berusaha kuat dan tegar.
"Polisi sudah bergerak memburu Arga, kan, Pa? Mereka akan membebaskan Agselle, kan?" tanya Al perlahan.
William Adams, ayah Agselle dan Sienna, pemilik sekaligus presiden direktur rumah sakit CHC, menghela napas panjang. Geram dan pilu membayangi paras khas ras Kaukasoid yang menawan dengan kulit terang dan rambut ikal pirang kecokelatan itu, meski pelan tapi pasti mulai dikalahkan usia.
"Papa sudah berkoordinasi dengan polisi--tapi mereka tidak bisa bertindak gegabah. Arga mengancam akan membunuh Agselle jika polisi menyerangnya," kata William pelan, suaranya bergetar menahan berang dan kesedihan.
"Kenapa... kenapa Arga melakukan itu?" tangis Sienna. "Apa tujuannya...?"
"Dia minta tebusan sepuluh milyar dan ingin kamu yang mengantarnya langsung ke tempat yang sudah ditentukan," jawab William datar.
Sienna terperangah. Al mengejang marah.
"Tidak! Tidak akan kuizinkan!"
"Biar aku melakukannya, Papa!"
Al dan William memandang Sienna.
"Sienna, ini jebakan! Kamu tidak bisa menuruti permintaan penjahat itu begitu saja! Dia tidak akan melepasmu begitu kamu ada dalam jangkauannya! Kamu bisa terbunuh!" sergah Al penuh emosi.
"Tapi kalau aku tidak melakukannya, Agselle yang akan terbunuh!" jerit Sienna. "Aku tidak mau kakakku mati! Papa, tolong izinkan aku--"
"Tidak!" tegas William. "Kamu tidak akan pergi ke mana-mana. Ini perintah Papa."
"Tapi, Pa--"
"Kamu jangan gegabah. Al benar. Permintaan Arga adalah jebakan. Dia jelas mengincar putri-putri Papa. Tapi kamu tidak perlu khawatir. Papa akan melindungi kamu dan Agselle. Tak ada satu pun dari kalian yang akan mati karena ulah bajingan itu."
Sienna tak sanggup berpikir jernih.
"Bagaimana--"
"Masuklah, Raka Garuda."
Pintu kantor William terbuka. Seorang lelaki tampan bertubuh jangkung, ramping, berambut hitam lurus rapi, berkulit pucat, dan bermata setajam elang memasuki ruangan. Ia mengenakan pakaian dan mantel serba hitam.
Ekspresinya sedingin es.
"Dia Raka Garuda, Agen Intelijen Swasta yang Papa sewa untuk membantu menyelesaikan kasus ini," jelas William. "Agen Garuda yang akan menyelamatkan kakakmu dan mengirim pria brengsek itu ke penjara."
Sienna menatap lekat Raka, raut wajahnya terasa tak asing.
"Bagaimana kamu akan menyelamatkan kakakku? Apa kamu tahu di mana Agselle disekap sekarang?"
Raka balas memandang dingin.
"Jangan khawatir. Rekanku sudah berhasil menemukan persembunyian Arga. Ia sudah mulai bergerak untuk membebaskan Agselle. Kita akan segera mendapat kabar darinya tak lama lagi."
Sedikit harapan mulai terbit bagai mentari malu-malu di musim salju, namun tak sepenuhnya berhasil menyingkirkan ketakutan yang telanjur membuat Sienna beku.
Aku tak akan tenang sebelum Agselle benar-benar bebas dan selamat dari cengkeraman penjahat itu...!
Ponsel di saku celana Raka tiba-tiba bergetar. Ia meraihnya cepat, sepasang alisnya menghujam kian dalam.
"Tuan Will..."
Raka mendekati William dan membisikkan sesuatu.
"Pergilah," kata William, garis-garis wajahnya mengeras. "Kupercayakan sepenuhnya padamu."
Raka mengangguk, dan secepat kilat meninggalkan ruangan.
"Tunggu!" seru Sienna. Namun panggilannya sia-sia, sehingga ia menoleh panik ke ayahnya. "Dia mau pergi ke mana...?"
"Dia akan menyelamatkan Agselle. Kamu jangan khawatir," kata William menenangkan putrinya.
"Bagaimana Papa yakin dia bisa melakukannya?" tanya Sienna skeptis.
"Karena dia pernah melakukannya--dia yang menyelamatkan nyawa Agselle tujuh tahun lalu."
Sienna terpaku. Jantungnya seperti mendadak berhenti berdetak.
"Apa--apa maksud Papa?"
***
Di sudut kamar sebuah pondok kayu sederhana, Agselle menangis sendirian. Ia terikat erat di sebuah kursi kayu keras, mulutnya disumpal, sekujur tubuhnya penuh luka dan memar akibat dihajar berkali saat Arga menyergap dan membawanya ke tempat ini.
Tiga hari lalu, usai bertugas shift malam di rumah sakit, Agselle yang mengantuk dan letih sudah berjalan menuju lobi depan rumah sakit. Taksi online yang dipesannya untuk mengantarnya pulang ke apartemennya sudah menanti di depan.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal.
"Halo?"
"Matahariku, aku rindu..."
Agselle membeku. Suara selembut beludru itu seharusnya terdengar indah di telinga siapapun, namun tidak bagi Agselle. Suara dan kalimat itu justru menimbulkan kengerian dan kesakitan luar biasa.
Agselle tak bisa mencegah kelebatan kenangan-kenangan terindah dan terburuk merasuki benaknya.
Sebelas tahun lalu, sesosok lelaki bertubuh besar dan tampan menolongnya saat ia ditodong pembegal. Mereka saling berkenalan, sering menghabiskan waktu bersama, jatuh cinta, dan memutuskan menikah. Meski saat itu, pernikahannya tak direstui sang ayah, karena lelaki pujaan hatinya itu adalah mantan narapidana.
Saat itu, Agselle tak melihat Arga seburuk itu. Di matanya, Arga adalah penyelamatnya. Laki-laki yang banyak berbuat dosa dan menderita karenanya, namun bersedia bangkit menuju cahaya dan menebus segalanya.
Tetapi Agselle keliru.
Arga tak pernah berubah. Ia memang baik dan romantis kepada Agselle. Namun Agselle mulai merasa aneh dan tak nyaman saat Arga pelan-pelan menguras kekayaannya. Uang di rekeningnya habis, aset-asetnya satu per satu mulai lenyap.
Saat Agselle tahu dan mengonfrontasi Arga, yang didapatnya justru pukulan, cacian, dan ancaman pembunuhan.
Mimpi indah pernikahan berubah menjadi mimpi buruk kehidupan.
Agselle berusaha bertahan, berharap masih bisa memperbaiki biduk rumah tangganya, mengembalikan Arga ke jalan kebenaran. Selain itu, ia juga malu jika harus kembali ke keluarganya dalam keadaan gagal--ia sendiri yang dulu berkeras menikahi Arga. Tak peduli peringatan keras ayahnya bahwa Arga adalah pilihan buruk dalam hidupnya.
Meski peringatan William menjadi nyata, Agselle dengan naifnya meyakini ia masih punya kesempatan mengubah nasib kelamnya.
Lagi-lagi, Agselle keliru.
Suatu hari, Agselle tanpa sengaja mengungkap rencana dan kebenaran mengerikan dari Arga.
Arga ternyata adalah anggota organisasi mafia yang berusaha menghancurkan perusahaan ayahnya, melalui dirinya.
Malam itu, Agselle dan Arga bertengkar lagi. Arga yang mabuk berat memukuli Agselle dan bahkan melempar ponselnya ke kepala Agselle. Agselle yang tak tahan, balas memukul kepala Arga dengan botol brandy hingga Arga tak sadarkan diri.
Di saat Agselle panik dan kalut, ponsel Arga bergetar. Nomor tak dikenal. Tanpa pikir panjang, Agselle mengangkatnya.
"Sudah saatnya kamu menjalankan rencana itu. Bawa Agselle Adams ke markas, sekarang. Kita akan menggunakannya sebagai sandera agar William bersedia menjual perusahaannya kepada kita."
Agselle memutus telepon itu. Ia membuka semua riwayat chat Arga, dan akhirnya ia tahu siapa Arga sebenarnya.
Sejak awal tak ada cinta tulus untuknya. Semua yang dijalaninya adalah muslihat besar dari sekumpulan penjahat untuk menghancurkan keluarga Adams.
Ketakutan, Agselle melarikan diri. Namun entah bagaimana, Arga berhasil sadar dan mengejarnya. Arga menembak roda mobil Agselle, membuatnya tergelincir dan menabrak pohon.
Agselle berpikir hidupnya usai malam itu. Di tangan lelaki keji, yang dikiranya sangat mencintainya.
Saat Arga hendak membawanya secara paksa, sebuah mobil berisi empat lelaki gagah dan tampan muncul. Lelaki itu mengeroyok Arga dan menyelamatkan Agselle.
Mereka adalah Agen-Agen Rahasia Garuda, yang dipimpin langsung oleh Raka Garuda.
Malam itu, Agselle selamat dan dikembalikan ke mansion William. Arga berhasil dijebloskan ke penjara. Agselle pun menceraikannya saat itu juga.
Namun untuk menutupi aib dan menghindarkan keluarga Adams dari menanggung malu, kabar kejahatan Arga dan penahanannya dirahasiakan dari publik. Agselle juga mengungkap alasan cerainya kepada khalayak adalah karena kemandulannya yang membuatnya tak bisa lagi menjalani hubungan yang harmonis dengan Arga, yang sangat ingin punya anak kandung.
Dusta yang perlahan diyakini Agselle sebagai kebenaran barunya. Jauh lebih menyenangkan menganggap ilusi itu nyata daripada menerima fakta yang terlalu menghancurkan batinnya.
Agselle membuang semua masa lalunya. Ia siap memulai hidup baru, meski luka-luka lama itu tak sepenuhnya sembuh. Ia juga bersedia membuka hati untuk cinta yang baru.
Alam Semesta. Laki-laki sangat tampan yang menggetarkan hatinya, sejak pertama kali mereka bertemu ketika Agselle mengantar anak adopsinya, Alila, ke CHC untuk pengobatan kanker leukemia.
"Sebetulnya kamu bisa merawat Alila sendiri dengan semua obat dan fasilitas terbaik di sini. Kenapa kamu tidak kembali saja?" tanya Al lembut saat itu.
Agselle menggeleng, tersenyum pahit.
"Aku tak bisa... keluarga ini sudah membuangku."
"Kamu tahu itu tidak benar," bantah Al. "Keluargamu, terutama ayahmu, sangat menyayangimu. Mereka akan selalu menerimamu. Kembalilah, Sell."
"Tidak... maaf aku tidak bisa... tolong jaga dan sembuhkan Lila... hanya rumah sakit ini yang bisa memberikan perawatan terbaik untuk kesembuhannya. Aku akan kembali menjemputnya saat ia sudah pulih nanti. Kupercayakan putriku padamu, Al."
Agselle kembali usai selamat dari maut, dan saat itu Lila juga sudah sembuh. Al menyelamatkan hidup putrinya. Dan Al benar--keluarganya bersedia menerimanya kembali. Ia bisa bekerja kembali di rumah sakit CHC bersama Al.
Juga bersama Sienna. Adik tirinya yang sudah lama tinggal di Amerika dan sempat menjadi dokter spesialis anak di sana. Sienna kembali ke Indonesia untuk menjadi direktur rumah sakit CHC atas permintaan William. Serta untuk menikahi Al, pujaan hatinya.
Cinta baru di hati Agselle pupus. Beberapa tahun kemudian, Lila juga pergi bersama ibu kandungnya.
Luka lama belum sembuh. Luka baru tumbuh.
Untuk pertama kalinya, Agselle mabuk-mabukan di bar. Ia butuh sesuatu untuk melenyapkan rasa sakitnya.
Di sana, ia bertemu seorang lelaki muda tampan, yang menolongnya saat ia jatuh tak sadarkan diri akibat terlalu banyak alkohol yang dia konsumsi.
Lelaki itu bernama Raditya Bima.
Sejak malam itu, entah bagaimana Agselle sering bertemu dengan Adit. Entah berpapasan di jalan. Di minimarket. Di restoran. Belakangan Agselle tahu, Adit juga ternyata tinggal satu apartemen dengannya, meski beda lantai.
Adit jelas-jelas mendekatinya. Memberinya perhatian dan cinta.
Rasanya seperti deja vu.
Agselle menolak Adit. Ia tak mau menambah luka.
Adit tahu Agselle patah hati setelah cintanya dengan Al kandas. Agselle kadang masih minum-minum di bar jika rasa sakitnya tak sanggup lagi dia tanggung. Namun kali ini, Adit dengan setia menemaninya, menjaganya agar tidak tumbang lagi seperti dulu, mendengarkan semua keluh kesahnya tanpa penghakiman dan kalimat tanya.
Agselle tak bisa menerima Adit sebagai kekasih. Tetapi ia senang punya teman baik yang selalu tulus menjaganya seperti Adit.
"Kalau kamu mau, aku bisa membantumu mengobati lukamu itu," kata Adit, suatu malam saat mereka nongkrong di bar favorit mereka.
Agselle sengaja minum dan meminta Adit menemaninya, setelah ia pulang dari pesta ulang tahun Selena, putri Al dan Sienna. Sakit hatinya kembali kambuh saat menyaksikan kebahagiaan di wajah Al dan Sienna, yang kian sempurna dengan hadirnya adik Selena dalam rahim Sienna.
Alkohol dan perhatian Adit sedikit meredam ngilu hatinya. Namun ia tak menduga, tak paham saat Adit melontar kalimat itu padanya.
"Oh ya...? Memang kamu bisa apa?" tanya Agselle setengah sadar.
"Memberi mereka pelajaran."
"Caranya?"
"Kamu sudah kehilangan banyak hal. Adil juga kalau mereka kehilangan hal berharga dalam hidup mereka."
"Caranya?"
Adit membeberkan rencananya pada Agselle.
"Ngaco kamu!" Agselle tak bisa memercayainya. Ia justru menertawakan Adit.
"Aku serius. Akan kulakukan asal kamu setuju."
"Aku setuju pun kamu nggak mungkin bisa melakukannya!" cetus Agselle, masih sambil tertawa. "Memangnya kamu mafia?"
Adit tersenyum.
"Bagaimana kalau iya?"
Agselle mengerjap. Kepalanya pusing.
"Hah?"
"Kamu tidak ingat aku?" Adit mendekatkan bibirnya ke telinga Agselle. "Aku mencintaimu, matahariku..."
Agselle membeku. Terguncang.
Adit menciumnya. Panggilan dan sentuhan itu menyadarkan Agselle, membangkitkan kenangan lama dan lara yang masih menganga.
"Ar... Arga?!"
Bagaimana dia bisa di sini? Bukankah dia harusnya dipenjara? Wajah dan suaranya juga berubah!
"Akan kubalaskan dendammu. Sebagai gantinya, suatu hari kamu harus menyerahkan diri padaku," senyum Arga. "Tidurlah, matahariku."
Arga menekan titik vital di leher Agselle. Segalanya menjadi gelap.
Keesokan paginya, Agselle terbangun di atas tempat tidur di kamar apartemen Adit, alias Arga. Ia tak mengenakan busana.
Namun Arga tak ada di sana.
Arga meninggalkan selembar surat untuk Agselle.
Tubuhmu masih senikmat dulu. Terima kasih sudah menyemangatiku. Aku sudah membalaskan dendammu. Ingat, suatu hari kamu harus menyerahkan diri padaku. Jika kamu tidak mau, aku akan menghabisi semua yang kamu cintai. Termasuk Al.
Tak lama, notifikasi berita, chat dari ayahnya dan grup keluarga, puluhan panggilan tak terjawab membanjiri ponsel Agselle.
Agselle lebih dulu membuka pesan WA dari ayahnya dengan tangan gemetar.
Apartemen Sienna dan Al terbakar. Selena tewas dalam kebakaran itu. Kamu di mana, Agselle? Segera pulang ke mansion Papa!
Agselle merasa dunianya hancur seketika. Gelap sepenuhnya.
Ia pendosa besar. Terjebak di neraka kehidupan, tak ada lagi jalan keluar.
"Bukankah sudah kubalaskan dendammu, matahariku?" suara lembut mengandung maut itu berlanjut dalam percakapan telepon pagi itu. "Kini, saatnya kamu menyerahkan diri padaku."
Agselle gemetar.
"Kamu..."
"Turuti perintahku, Agselle. Aku sudah menyiapkan sesuatu di apartemenmu. Temui aku sesuai petunjukku. Kalau kamu menolak atau memberitahu siapapun tentang ini, aku akan membunuh Al."
"Jangan!" Agselle nyaris menangis, takut dan panik. "Jangan lakukan itu! Kumohon!"
"Kalau begitu, kamu bersedia menemuiku? Kamu janji akan datang dan tak memberitahu siapapun?"
"Ya... kamu bisa memegang kata-kataku, Arga. Aku akan datang. Please, jangan bertindak gegabah. Tunggu aku."
Akan kutebus semua dosaku. Tolong jangan bunuh siapapun lagi karena aku...
Agselle menemui Arga malam itu, di tempat sunyi terpencil sesuai petunjuk dari selembar surat yang ditinggalkan Arga di atas tempat tidur di kamar apartemennya.
Ia dihajar sampai pingsan. Saat sadar kembali, Agselle menemukan dirinya sudah terikat di kursi di pondok kayu ini.
"Permainan belum selesai," kata Arga setelah mendapati Agselle siuman, lalu membuka sumpalan di mulutnya, dan melambaikan ponsel Agselle tepat di depan wajahnya. "Telepon adikmu. Katakan tolong."
"Apa...? Kenapa...?"
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Agselle.
"Jangan banyak tanya! Lakukan perintahku, sekarang! Atau kubunuh Al!"
Agselle menurutinya, air matanya bercucuran.
"Bagus," Arga kembali menyumpal mulut Agselle setelah memutus teleponnya. "Sekarang kita tinggal tunggu kemunculan adikmu. Dia pasti rela melakukan segalanya untuk menyelamatkanmu."
Agselle mengerang dan meronta. Arga tertawa.
"Jangan khawatir. Kalian berdua aset yang berharga. Kami tak akan membunuh kalian, asal kalian patuh dan tidak melawan."
Arga pergi entah ke mana. Agselle berjam-jam terikat di kursi, letih menangis. Tubuh dan hatinya perlahan mati rasa. Terlalu banyak luka.
Andai aku bisa mati sekarang...
Sesosok laki-laki tegap berpakaian serba hitam tiba-tiba muncul. Ia mengenakan topeng emas misterius untuk menutupi wajahnya.
Di tangannya tergenggam sebilah belati. Di pinggangnya menggantung senjata api.
Apakah Tuhan akhirnya mengabulkan doaku...?
Pasrah, Agselle memejamkan matanya saat lelaki itu mengayunkan belati ke arahnya.
Ikatan tali di tubuhnya terputus. Agselle nyaris terjatuh dari kursi, karena tubuhnya lemas sekali. Lelaki itu dengan sigap menangkapnya.
Agselle membuka mata, heran.
Aku belum mati...?
"Agselle Adams, aku datang untuk menyelamatkanmu," kata laki-laki itu. Suaranya begitu jernih dan merdu. "Mari kita pergi dari sini."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
🌞MentariSenja🌞
2 𝚒𝚔𝚕𝚊𝚗 𝚔𝚊𝚔𝚊𝚔
2024-06-09
1
🌞MentariSenja🌞
𝚝𝚎𝚛𝚗𝚢𝚊𝚝𝚊 𝚋𝚎𝚗𝚊𝚛, 𝚔𝚒𝚛𝚊𝚒𝚗 𝚍𝚒𝚊 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚊𝚍𝚊 𝚑𝚞𝚋𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊...
2024-06-09
1
🌞MentariSenja🌞
𝚔𝚒𝚛𝚊𝚒𝚗 𝚒𝚔𝚞𝚝 𝚝𝚎𝚛𝚕𝚒𝚋𝚊𝚝 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚔𝚊𝚛𝚊𝚗, 𝚞𝚍𝚊𝚑 𝚙𝚊𝚛𝚗𝚘 𝚊𝚓𝚊
2024-06-09
1