KENANGAN MANTAN

"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Raya.

"Kenapa kamu tiba-tiba menghilang?" tanya Samudera.

"Minggu depan mau jual diri lagi nggak?" tanya Riris.

Tiga anak manusia beda watak dan isi hati itu saling melempar tanya, nyaris bersamaan, ketika seisi kafe sudah kosong dan hanya tersisa mereka bertiga.

Raya dan Samudera menoleh ke arah Riris, yang seketika paham arti lirikan tajam itu.

"Ah... ya, ya, sorry gue nggak peka," Riris menepuk jidatnya. Tetapi sedetik kemudian, air mukanya berubah marah.

"Lah kok gue yang kudu peka--harusnya kalian lah yang tahu diri! Ini kafe gue, wilayah kekuasaan gue! Kalau mau bahas urusan pribadi, di luar sana--lagian ini tempat udah tutup, dan mau gue tinggal pulang habis ini! Sana! Shuuh! Shuuh!"

Riris melambaikan tangannya seakan menggesuh kucing liar yang hendak mencuri ikan di dapur.

Samudera tertawa.

"Thanks, Ris. Kamu memang peka dan pengertian seperti biasa."

"Begitulah gue. Nyesel gak lo mutusin gue, hah?"

Raya sangat terkejut mendengarnya.

"Kalian... pernah pacaran?"

Giliran Samudera dan Riris memandang Raya, keduanya lantas tertawa.

"Ya, setahun lalu," sahut Riris nyengir. "Dan kami baru putus sebulan lalu."

"Riris yang minta putus," sambung Samudera kalem.

"Elo ngiyain. Ya berarti elo yang mutusin."

Samudera tertawa. "Memang kamu bisa dengar kata enggak?"

"Enggak."

Keduanya kembali tertawa bersama.

Apa-apaan ini? batin Raya tak mengerti.

"Aku... aku pulang dulu ya," Raya pamit kepada Riris, hatinya terasa pahit.

"Tunggu, Raya," sergah Samudera lembut. "Aku antar ya?"

"Nggak usah!" Raya menolak ketus dan melesat masuk ke ruang karyawan untuk mengambil barang-barangnya.

Samudera terdiam. Riris menepuk bahunya lembut.

"Biar gue yang ngomong sama dia. Lo tunggu di mobil lo. Gue jamin Raya abis ini pulang sama lo," bisik Riris.

Samudera menghela napas panjang. "Thanks, Ris."

"Tapi minggu depan lo jual diri di sini lagi, ya?" Riris menarik segepok uang dari balik kembennya. "Banyak banget coy yang ngasih tip kalau lo yang manggung di sini. Bisa cepet beli pulau Jawa kalau gini ceritanya."

"Memang pulau Jawa dijual?"

"Memang ada yang nggak dijual sama pemerintah negeri ini?"

"Ngaco kamu, Ris."

"Ya emang gue gadis ngaco," Riris menarik napas dalam. "Kalau nggak ngaco, mana mungkin gue maksa jadian sama lo setelah sebulan kita kenal dan ketemu?"

"Maafin aku, Ris..."

Riris menggeleng, tersenyum. "Lo nggak perlu minta maaf. Lo bener, gue emang nggak bisa denger kata 'enggak'. Walau lo ngiyain pas gue nembak lo ketiga kalinya, karena lo pengen nyari tahu tentang Raya dari gue dan nolong dia lewat gue... emang dasar lo buaya modus! Tapi ya harusnya gue tahu sih..."

"Maaf, Ris...," ulang Samudera sungguh-sungguh.

"Kan udah gue bilang, nggak perlu minta maaf! Karena lo lakuin itu semua demi Raya. Cinta lo satu-satunya sejak dulu. Kalau bukan karena lo sayang dan peduli sama sahabat gue, mana mungkin gue mau bantuin lo sampai segininya?

"Ide buka usaha kafe ini juga dari lo kan? Kontak Koh Ahwie buat nyuplai kopi juga dari lo kan? Lo tahu suatu hari gue pasti bakal ketemu lagi sama Raya di tempat itu. Jujur, itu paling bikin gue happy. Jadi, makasih, lo udah bikin gue bersatu lagi sama sahabat yang paling gue sayang, yang paling ngertiin gue sepanjang masa. Yang juga nyelametin hidup gue, tujuh tahun lalu..."

Tatapan Riris menerawang. Ekspresinya sendu.

***

15 April 2015.

"Ayahmu belum mati. Dia masih hidup."

Wajah Riris sepucat mayat saat mendengarnya.

"Jadi... dugaan gue benar? Laki-laki itu bokap gue? Tapi kenapa... kenapa dia membuang gue dan nyokap? Kenapa dia nggak mengakui gue sebagai anak, sampai sekarang?"

Laki-laki bersuara dingin itu menjelaskan panjang lebar lewat telepon, membuat lutut Riris lemas hingga ia merosot ke lantai kamar mandi.

"Riris?" laki-laki itu terdengar khawatir saat tak mendengar tanggapan atau reaksi apapun dari Riris, yang kini sepenuhnya membeku dan hanya bisa meneteskan air mata tanpa suara.

"Riris Sawitri!"

"Thanks infonya, Raka Garuda," gumam Riris. "Good bye."

Riris melempar ponselnya ke lubang kloset. Ia menyalakan keran air panas dan mengisi penuh bath tub kamar mandi hotel tempatnya menginap. Lalu ia berlari mengambil pisau buah di atas meja tengah ruang tamu kamar hotel, kembali ke kamar mandi, mengunci pintunya, dan tanpa ragu menyayat-nyayat pergelangan tangannya.

Sakit. Namun batinnya jauh lebih sakit.

Darah mengalir sederas hujan. Riris bersimpuh dekat bath tub, sengaja memasukkan pergelangan tangannya yang luka parah ke dalam air panas.

Sakitnya luar biasa.

Riris bergeming. Kepalanya mulai pening.

Penderitaan itu memudar saat segalanya berubah gelap dan hening.

Butuh beberapa waktu bagi Riris setelah ia sadar, kalau ia belum mati. Melainkan sudah terbaring tak sadarkan diri di rumah sakit selama tiga hari.

Suster dan dokter berdatangan, memeriksa keadaannya dan memberikan penjelasan.

Ada seseorang yang menelepon lobi hotel malam itu, meminta petugas mengecek kamar Riris karena khawatir Riris melakukan tindakan nekat setelah tiba-tiba memutuskan telepon sambil menangis dan mengucapkan selamat tinggal. Para pegawai dan keamanan hotel bergegas mengecek kamar Riris, mendobrak pintu kamar mandi yang terkunci, dan mengevakuasi Riris yang bersimbah darah dan tak sadarkan diri ke rumah sakit terdekat.

Ketika mendengarnya, Riris mengamuk sejadinya. Ia seperti orang gila. Mencabut infus. Berusaha lari keluar, mencari balkon dari ketinggian untuk melompat.

Para penjaga, dokter, dan perawat berhasil mengamankannya. Ia disuntik obat penenang dosis tinggi, dan kembali terbaring di kamar perawatan.

Saat siuman kembali, Riris hampir tak bisa bergerak. Ia seakan lumpuh. Di tengah pandangannya yang melemah, ia melihat sesosok gadis sepucat hantu menatapnya dari ranjang besi beberapa meter di sebelahnya.

Namun Riris tak peduli. Yang ia inginkan saat itu hanya mati.

"Jangan mati."

Riris melirik gadis itu.

"Ada alasannya kamu tetap hidup meski sudah mengiris nadi dan kehilangan darah sebanyak itu. Seperti aku tetap hidup meski sudah tenggelam ditelan ombak laut selatan."

Riris sangat terkejut mendengarnya. Pengaruh obat penenang dosis tinggi mulai memudar. Ia merengkuh kembali kesadarannya.

"Elo juga... hampir mati bunuh diri?"

Gadis pucat itu terdiam sejenak. Lalu mengangguk.

"Ya..."

"Kenapa lo nggak mencoba lagi?" Riris menatapnya getir dan sinis. "Elo berubah pikiran? Takut mati? Sayangnya, gue enggak--"

"Aku nggak takut mati," bantah gadis itu. "Tapi saat aku sadar kembali dan melihat ibuku menangisiku... rasanya itu mengiris hatiku. Ibuku cuma punya aku di dunia ini. Ayahku sudah lama pergi. Kalau aku juga pergi, itu akan sangat menghancurkannya. Gimana jiwaku bisa tenang kalau meninggalkannya seperti itu? Apalagi, ini perempuan yang sudah bersusah payah melahirkan dan membesarkanku. Aku rasa langit dan bumi nggak akan menerimaku kalau aku mati dengan cara menyakitinya seperti itu."

Mau tak mau, Riris teringat ibunya, yang saat ini berada di Paris untuk menerima penghargaan festival film internasional di sana. Riris mendengar kalau ibunya sangat sedih dan panik saat tahu dirinya hampir tewas. Siwi Sawitri meninggalkan acara penghargaan dan ngebut menuju bandara. Naas, di tengah jalan mobilnya ditabrak mobil lain saat ia nekat menerobos lampu merah.

Saat ini, Siwi sedang dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Paris. Ia masih hidup dan sudah sadar, meski terluka parah. Ia tak bisa keluar atau dipindahkan karena kondisinya belum stabil. Sepanjang waktu, Siwi hampir selalu menangis sambil memanggil-manggil nama putrinya.

Kabar itu disampaikan suster yang merawatnya, yang ditelepon manajer Siwi dan diminta menyampaikannya pada Riris.

Ketika mendengarnya setelah pertama kali siuman, Riris tak peduli. Gemuruh badai dalam dirinya saat itu terlalu menyakitkan, menuntut kematian.

Namun sekarang, entah bagaimana tutur lembut gadis pucat itu mampu menyentak kesadarannya. Ibunya tak pantas ia tinggalkan dengan cara seperti ini, tidak setelah ayahnya mencampakkan ibunya dan menghancurkannya bertahun silam tanpa hak dan alasan yang benar.

Jika ia melakukannya, apa bedanya ia dengan ayahnya?

Riris meneteskan air mata.

"Bunda...," Riris menutup wajahnya dan terisak.

Gadis pucat itu turun dari ranjang besinya dan memeluk Riris, lembut dan hangat.

"Kita masih hidup, karena ada alasan untuk kita tetap hidup... ada sesuatu yang mungkin belum bisa kita tinggalkan... atau sesuatu yang menanti kita di masa depan... tapi, apapun itu, meski hanya satu alasan kecil, itu saja sudah cukup untuk membuat kita bertahan... kamu pikir juga begitu, kan?"

Riris membenamkan wajahnya di pelukan gadis pucat itu, cukup lama hingga menodai pakaian si gadis dengan ingus dan air mata.

"S-sorry," gumam Riris setelah berhasil menenangkan diri.

Gadis pucat itu tersenyum. Ia sangat cantik.

"Nggak masalah."

Ia bahkan mengambilkan sebotol air mineral jatah makan malam mereka tadi, membukakan segel dan tutupnya, lalu memberikannya pada Riris.

"Minumlah. Kalau butuh sesuatu, bilang aja. Selama aku dan kamu dirawat satu kamar begini, aku akan membantu merawatmu juga. Lagipula, kondisiku udah jauh lebih baik. Eh... mungkin aku pura-pura sakit aja terus sampai kamu sembuh beneran, jadi kita keluar bareng nanti."

Riris tertawa, untuk pertama kalinya sejak malam upaya bunuh dirinya tiga hari lalu itu. Hatinya perlahan menghangat.

"Thanks ya... tapi kenapa elo segininya peduli sama gue?"

Gadis pucat itu mengangkat bahu, tapi bibirnya yang berbentuk hati tersenyum.

"Nggak tahu. Alami aja begini. Apa ya... semacam panggilan yang susah dijelaskan? Sama sih kayak kamu tiba-tiba kepengen boker di pagi hari... panggilannya sealami itu..."

Riris melempar jidat gadis pucat itu dengan tutup botol air mineralnya. Gadis pucat itu mengaduh.

"Kenapa aku ditimpuk?"

"Kenapa gue disamain sama hasil penggilingan usus dua belas jari sampai usus besar?"

Keduanya saling melotot, lalu tiba-tiba tertawa bersama.

"Namaku Raya. Raya Purnama," Raya mengulurkan tangannya, penuh persahabatan dan kehangatan.

"Gue Riris. Riris Sawitri," Riris menjabat tangan lentik itu, penuh haru dan syukur.

***

Riris kini tahu bahwa Raya telah membohonginya hari itu. Raya tak pernah mencoba bunuh diri. Ia dirawat di rumah sakit itu karena berupaya menyelamatkan Samudera yang ingin bunuh diri di laut, tetapi ia tidak bisa berenang sama sekali.

Namun, saat tahu semua itu, Riris sama sekali tidak marah atau sakit hati. Rasa sayang dan kagum pada sahabatnya itu justru semakin besar.

Elo rela bohong demi nyadarin gue... segitunya elo sayang dan peduli sama gue sejak pertama kita ketemu... elo yang bantu gue sembuh dan semangat hidup lagi... elo emang makhluk langka... gue bersyukur bisa punya sahabat kayak elo, Ra... dulu elo yang nyelametin gue... sekarang, giliran gue yang nyelametin elo...

"Hei, kenapa diam?" tegur Samudera. "Nanti Raya keburu pergi..."

"Iya, iya," Riris menarik napas dalam-dalam dan beranjak menyusul Raya. Sesaat ia memandang Samudera, menyungging senyum lebar, dan berkata, "Udah siap melakukan misi penyelamatan Raya Purnama mulai malam ini, bestie?"

...***...

Terpopuler

Comments

🍃🦂 Nurliana 🦂🍃

🍃🦂 Nurliana 🦂🍃

😄🥰🥰🥰🥰

2024-06-18

1

Esther Lestari

Esther Lestari

Samudra - Raya - Riris
bertemu pertama kali dengan cerita yg hampir sama.
senangnya punya bestie sprti mereka

2024-06-18

2

🌞MentariSenja🌞

🌞MentariSenja🌞

asyik nih punya temen ky Riris.

2024-06-08

2

lihat semua
Episodes
1 AYAH RONA
2 AWAL PERNIKAHAN
3 RONA DAN HARAPAN
4 AKHIR PERNIKAHAN
5 REUNI DI KEDAI KOPI
6 KOPI WAYANG
7 DOKTER SIENNA
8 CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9 SAMUDERA DEWA
10 PENYELAMAT HIDUP
11 KENANGAN MANTAN
12 AKHIR SEBUAH JANJI
13 CALON AYAH
14 ALAM SEMESTA
15 PERJANJIAN BARU
16 WORKSHOP KOPI
17 PENCARIAN
18 AGEN RAHASIA
19 HILANG
20 MIMPI BURUK
21 CODE BLUE
22 KENANGAN CINTA
23 KENANGAN LUKA
24 DI BAWAH HUJAN
25 KESEMPATAN KEDUA
26 NAIK RANJANG
27 JODOH
28 ABSURD
29 TAK TERDUGA
30 DEMI RONA
31 PERTEMUAN KEMBALI
32 KEINGINAN SAMBARA
33 HADIAH TERINDAH
34 PULANG
35 ANITA JENKINS
36 PENGKHIANAT
37 CERITA CINTA
38 KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39 KEJUTAN
40 REALITA
41 LAMARAN
42 PENYERANGAN
43 PELARIAN
44 MARKAS RAHASIA GARUDA
45 KELUARGA GARUDA
46 MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47 MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48 MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49 MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50 MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51 MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52 RUMAH
53 BULAN DI ATAS LAUTAN
54 SITUASI TERBURUK
55 TIGA PUTRI ALHAMBRA
56 RUJUK
57 JANJI DUA SEJOLI
58 RAYUAN SAMBARA
59 GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60 KRITIS
61 MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62 MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63 MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64 MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65 MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66 MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67 MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68 MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69 KEKUATAN DUA HATI
70 RAHASIA ALHAMBRA
71 ARUS DERAS
72 MISI TERAKHIR
73 PENGORBANAN
74 KETURUNAN GONZALES
75 PERANG DI ALHAMBRA
76 EVAKUASI
77 KEKALAHAN
78 TAK PERNAH PERGI
79 JANJI SANG PENCINTA
80 KATA-KATA CINTA
81 MASA KINI
82 WASIAT
83 IBU EMPAT ANAK
84 KEJUTAN MENYENANGKAN
85 JANJI SUCI
86 CERITA BONUS
87 Ungkapan Hati Penulis
Episodes

Updated 87 Episodes

1
AYAH RONA
2
AWAL PERNIKAHAN
3
RONA DAN HARAPAN
4
AKHIR PERNIKAHAN
5
REUNI DI KEDAI KOPI
6
KOPI WAYANG
7
DOKTER SIENNA
8
CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9
SAMUDERA DEWA
10
PENYELAMAT HIDUP
11
KENANGAN MANTAN
12
AKHIR SEBUAH JANJI
13
CALON AYAH
14
ALAM SEMESTA
15
PERJANJIAN BARU
16
WORKSHOP KOPI
17
PENCARIAN
18
AGEN RAHASIA
19
HILANG
20
MIMPI BURUK
21
CODE BLUE
22
KENANGAN CINTA
23
KENANGAN LUKA
24
DI BAWAH HUJAN
25
KESEMPATAN KEDUA
26
NAIK RANJANG
27
JODOH
28
ABSURD
29
TAK TERDUGA
30
DEMI RONA
31
PERTEMUAN KEMBALI
32
KEINGINAN SAMBARA
33
HADIAH TERINDAH
34
PULANG
35
ANITA JENKINS
36
PENGKHIANAT
37
CERITA CINTA
38
KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39
KEJUTAN
40
REALITA
41
LAMARAN
42
PENYERANGAN
43
PELARIAN
44
MARKAS RAHASIA GARUDA
45
KELUARGA GARUDA
46
MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47
MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48
MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49
MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50
MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51
MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52
RUMAH
53
BULAN DI ATAS LAUTAN
54
SITUASI TERBURUK
55
TIGA PUTRI ALHAMBRA
56
RUJUK
57
JANJI DUA SEJOLI
58
RAYUAN SAMBARA
59
GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60
KRITIS
61
MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62
MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63
MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64
MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65
MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66
MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67
MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68
MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69
KEKUATAN DUA HATI
70
RAHASIA ALHAMBRA
71
ARUS DERAS
72
MISI TERAKHIR
73
PENGORBANAN
74
KETURUNAN GONZALES
75
PERANG DI ALHAMBRA
76
EVAKUASI
77
KEKALAHAN
78
TAK PERNAH PERGI
79
JANJI SANG PENCINTA
80
KATA-KATA CINTA
81
MASA KINI
82
WASIAT
83
IBU EMPAT ANAK
84
KEJUTAN MENYENANGKAN
85
JANJI SUCI
86
CERITA BONUS
87
Ungkapan Hati Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!