HILANG

Kamu di mana, Sam?

Sudah tiga hari, Samudera menghilang tanpa jejak. Tak ada kabar sama sekali. Nomor HP-nya tak pernah aktif. Raya tidak bisa memungkiri, bahwa hatinya sangat sedih dan cemas.

Meski kali ini, terbelah untuk dua alasan berbeda.

Rona lebih rewel usai menjalani kemoterapi kedua. Hampir selalu merengek dan menangis. Mengeluh tubuhnya sakit semua. Tak bisa tidur. Tak mau makan.

Rona minta digendong, tapi guncangan sedikit saja membuatnya menjerit dan menangis seakan tubuhnya ditimpa reruntuhan gedung.

"Sakit, Bunda... nggak enak, Bunda..."

Pantangan yang Raya buat untuk dirinya sendiri, yaitu tak boleh menangis di depan Rona, hancur dengan sendirinya.

Sehancur hatinya melihat putri kecilnya menangis kesakitan.

"Bunda harus apa, Sayang...?" tangis Raya.

Malam bertambah malam. Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas. Seisi rumah sakit sesunyi kuburan. Rintihan dan tangisan Rona terdengar jelas ke mana-mana.

Tak lama kemudian, terdengar ketukan dan pintu kamar terbuka.

Dokter Al masuk, ekspresinya sangat tenang dan lembut, seperti malaikat. Tangannya memegang sesuatu, seperti bola bermotif aneka warna.

"D-dokter Al," gagap Raya sambil mengusap air matanya.

"Maaf saya datang, tapi saya dengar Rona menangis. Ada apa, Nak?"

"Sakit, Ayah...," isak Rona sambil bercucuran air mata dan menunjuk sekujur tubuhnya yang meringkuk dalam pelukan Raya.

Dokter Al berjalan ke sebelah tempat tidur, lalu menekan saklar lampu hingga padam.

Seisi kamar mendadak gelap, membuat Raya dan Rona terkesiap.

Tiba-tiba titik-titik cahaya memancar di tengah udara dan menyebar luas di dinding dan langit-langit kamar, mengusir kelam dengan aneka bintang penuh warna--biru, ungu, hijau, emas. Bahkan ada tiruan aurora dan peri-peri kecil bersayap indah melayang di antara pendar yang memukau mata itu.

Musik lembut bagai di negeri dongeng juga mengalun ke seisi kamar.

"Lihat, Rona... banyak peri-peri bintang dan aurora! Mereka semua penjaga langit utara di malam hari... cantik sekali, ya?"

Dokter Al meletakkan proyektor lampu malam portabel berbentuk bola itu di meja sebelah tempat tidur. Rona terpana hingga tangisnya mereda. Ia tak berkedip, kentara terpesona dengan pendar aneka bentuk dan warna yang berputar pelan di atas kepalanya.

"Coba lihat... peri hijau itu menjaga bintang Orion.. namanya Olili..."

Sambil memperkenalkan sosok peri dan gugusan bintangnya, Dokter Al dengan cepat menyuntikkan sesuatu di lengan Rona.

Rona hampir tak merasakannya. Saat ia menunduk, Dokter Al sudah selesai dan menyembunyikan jarum suntik mungil yang sudah kosong isinya di saku jasnya.

"Dan itu, gugusan bintang Pegasus! Dijaga peri Puri! Rona lihat?"

"Waah...," wajah Rona berbinar.

Setelah didongengkan nama-nama gugusan bintang dan peri-peri penjaganya, Rona menutup matanya dan tertidur tanpa suara di dalam pelukan Raya.

Wajah kecilnya yang cantik begitu damai.

Raya menghela napas lega dan membaringkan Rona perlahan di atas ranjangnya, lalu menyelimutinya.

"Terima kasih, Dokter Al..."

"Kembali kasih, Raya," jawab Dokter Al, lirih dan lembut. Jelas ia tak mau membangunkan Rona.

Namun suara sepelan itu terdengar sangat jelas dan jernih di telinga Raya.

"Lain kali, jika situasi tak bisa kamu tangani sendiri, tekan tombol merah di samping tempat tidur itu," bisik Dokter Al. "Itu tombol panggilan interkom untuk suster dan dokter. Kami pasti akan langsung datang jika kamu butuh bantuan. Kamu nggak lupa fungsi tombol itu, kan?"

Jujur Raya lupa. Emosinya yang membuncah membuat benaknya seakan lumpuh, tak bisa berpikir jernih.

"M-maaf... lain kali akan kuingat..."

Dokter Al mengambil sesuatu di saku celananya dan mengulurkannya pada Raya.

Sapu tangan kecil lembut seputih kapas, dengan jahitan benang emas membentuk nama Alam Semesta.

"Hapuslah air matamu. Jangan sampai Rona terbangun dan menangis karena melihat ibunya menangis..."

"I-iya..."

Raya menerima sapu tangan itu dengan gemetar dan menghapus air matanya.

"Terima kasih... nanti kucuci dan kukembalikan..."

"Untukmu saja," kata Dokter Al lembut. "Aku tahu ini berat untukmu... tapi kuat dan tegarlah..."

"Kamu tidak pernah sendiri, Raya... bukankah kita sudah sepakat untuk menyembuhkan Rona bersama-sama? Aku sudah berjanji menyembuhkan Rona. Jadi percayalah padaku," lanjut Dokter Al, tatapan matanya sangat dalam dan tulus.

Raya mengangguk dan tersenyum tipis.

"Ya... aku percaya padamu... terima kasih..."

Hatinya perlahan tenang dan menghangat.

***

"Ayo dong... angkat telepon gue... ah, brengsek!"

"Riris!" tegur Raya, matanya membelalak, telunjuknya otomatis menempel bibir.

"Uups," Riris menekap mulutnya, tampak menyesal. "Sorry, babe..."

Keesokan paginya, Riris datang menjenguk Rona bersama Arum. Kini Raya, Riris, dan Arum menemani Rona jalan-jalan di taman belakang rumah sakit sambil mencari udara segar dan cahaya matahari.

Untung Rona tak dengar saat Riris memaki. Ia duduk di kursi roda sambil memeluk Bambi si boneka unicorn biru kecil, dan sudah didorong agak jauh ke depan oleh Arum. Keduanya tampak berceloteh riang sambil menunjuk kolam air mancur yang indah di tengah taman.

"...ayo ke sana, Kak Alum!"

"Yuk! Kita lihat, ada ikannya nggak, yaa?"

Riris dan Raya sengaja memperlambat langkah. Riris menekan tombol panggilan di ponselnya sekali lagi.

"HEH! NGAPAIN NGGAK DIANGKAT TELEPON GUE DARI TADI?!"

Riris langsung berteriak begitu teleponnya diangkat. Raya terlonjak, wajahnya kian pucat.

"Maaf, Ris... aku ada meeting tadi..."

"Alasan!" gerutu Riris. "Gue nggak bakal telepon lo kalau nggak penting! Jangan perlakuin gue kayak gini! Emang gue salah apa ke elo?!"

Suara di seberang telepon itu terdiam.

"Lo tahu di mana Samudera?" tanya Riris tanpa basa-basi. "Apa dia lagi ada misi?"

"Samudera baik-baik aja," kata suara di seberang telepon itu, nadanya tenang dan meyakinkan. "Dia tidak sedang menjalankan misi. Kamu tidak perlu khawatir."

"Ya gimana nggak khawatir, dari tiga hari lalu ditelepon nggak nyambung! Nggak ngasih kabar apa-apa juga!" sewot Riris.

"Kamu masih mencintai Sam, Ris?"

Riris terdiam sejenak.

"Kalau iya, memangnya kenapa? Bukan urusanmu, Raka!" ketus Riris.

Giliran Raka terdiam.

"Lupain aja soal itu. Kalau nggak ada misi, lantas Sam ke mana? Kenapa susah banget dihubungi?"

"Dia di Singapura," jawab Raka datar. "Berobat."

Riris terkesiap.

"Sam masih belum sembuh? Gue pikir..."

Raya membeku di sebelah Riris.

Sam sakit? Sakit apa?

"Karena dia mau terbang jauh-jauh ke tempatmu buat manggung di kafemu, kamu pikir dia sudah sembuh?" suara Raka terdengar sangat dingin. "Dia memaksakan diri. Kamu tahu betul karakter adikku seperti apa. Apalagi kamu selalu memaksakan kehendakmu padanya seperti itu."

Riris tergagap dan pucat sekarang. "Gu-gue..."

"Mulai sekarang, berhenti mengganggu Sam dengan hal yang tidak penting. Adikku harus fokus menjalani pengobatannya agar bisa sembuh total. Jangan cari dia lagi. Kamu paham?!"

Raka menutup teleponnya begitu saja.

Riris tak sanggup berkata-kata.

"Gimana, Ris...?"

Raya menatap sahabatnya, cemas sekaligus penuh harap.

"Kata Raka, Sam lagi berobat ke Singapura," sahut Riris sambil menghela napas panjang.

"Sam sakit? Sakit apa?" tanya Raya khawatir.

"Kanker hati."

Hati Raya bagai ditimpa sepotong batu besar. Berat dan menyesakkan rongga dada.

"Kanker hati...? Sejak kapan...?"

"Setahun lalu."

Riris mengantongi ponselnya dan duduk di bangku taman terdekat. Ekspresinya pedih.

Raya ikut duduk di sebelahnya. Gemetar meski udara pagi itu tidak dingin.

"Tapi... Sam nggak kelihatan sakit, Ris..."

"Memang begitulah dia," Riris menunduk muram. "Sam itu... dia selalu memendam semuanya sendiri. Pandai bersikap seakan segala sesuatunya baik-baik aja. Padahal kenyataannya enggak..."

Riris menghela napas panjang.

"Gue sendiri nggak tahu dia kena kanker, sampai ketika gue lulus kuliah dan balik ke Indonesia... lo tahu gue jarang ketemu dia. Dia selalu sibuk. Jadi suatu hari, gue nekat nyamperin dia sehabis dia manggung di suatu kota, dan langsung nyeret dia buat nge-date sama gue. Karena gue suka gunung, gue ajak dia hiking malam itu juga.

"Maksud gue tuh biar healing romantis gitu... camping di gunung sambil ngelihatin bintang. Dia oke oke aja awalnya. Di tengah jalan, tahu-tahu dia mimisan banyak banget, terus pingsan."

Riris terdiam sejenak. Matanya berkaca-kaca.

"Gue telepon tim penyelamat gunung. Sam dibawa turun dan dilarikan ke rumah sakit. Pas gue nemenin di rumah sakit, nunggu hasil pemeriksaan dokter, Raka datang dan maki-maki gue. Dari dia lah gue tahu, kalau Sam ternyata punya penyakit kanker hati stadium tiga..."

Raya menekap mulutnya. Air matanya menetes.

"Walau punya penyakit berat, Sam nggak mau dikasihani. Dia juga menolak kemoterapi atau transplantasi hati. Dia bilang dia punya cara sendiri untuk survive dan sembuh," lanjut Riris. "Dia menerapkan gaya hidup sehat. Rajin olahraga. Tai chi, yoga, meditasi, akupuntur, hipnoterapi. Dan salah satu caranya menyembuhkan diri, adalah dengan menyanyi."

Riris menghela napas lagi, kali ini sambil mengusap air mata yang jatuh.

"Gue kira dia udah sembuh," bisiknya sedih. "Gue selalu ngecek kondisinya... dan dia selalu bilang dia baik-baik aja. Gue percaya aja karena gue lihat aktivitas manggungnya padat tapi dia tetap sehat. Lo juga lihat sendiri badannya sebagus apa karena dia rajin banget olahraga... dia nggak pernah menunjukkan tanda sakit apapun lagi sampai sekarang."

Raya sepakat dengan Riris. Secara fisik, Samudera tampak sangat bugar dan sehat. Namun Raya teringat kalimat Samudera di rooftop cafe rumah sakit, siang itu...

"Untuk terakhir kalinya. Agar aku bisa pergi dengan tenang. Kumohon."

Bulir-bulir air mata Raya kembali luruh.

Kenapa kamu berkata seperti itu? Apa kamu akan benar-benar meninggalkanku? Kalau memang seperti itu... kenapa kamu mencariku? Kenapa kamu membuat janji itu--janji untuk membahagiakan Rona dan kembali padaku?

Apa kamu sungguh-sungguh sedang berobat sekarang? Apa kamu sedang berjuang untuk terus ada di sisiku dan Rona?

"Sam akan baik-baik saja dan kembali... dia sudah berjanji akan kembali," kata Raya lirih. "Aku percaya dia akan menepati janjinya."

Riris menyedot hidungnya keras.

"Semoga aja begitu."

***

"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi..."

Sienna benar-benar khawatir dan panik sekarang. Ia sama sekali tak bisa menghubungi Agselle sejak kakak tirinya itu mengajukan cuti mendadak tiga hari lalu.

"Alila sakit, Na. Ibunya baru saja meneleponku sambil menangis. Aku perlu ke sana segera. Ini penting."

Alila adalah anak yang sempat diadopsi Agselle saat ia masih menikah sepuluh tahun lalu. Ibu Alila adalah korban pemerkosaan yang melahirkan di rumah sakit namun kemudian melarikan diri dan meninggalkan Alila. Agselle yang saat itu menangani Alila yang lahir prematur, merasa iba sekaligus jatuh hati, sehingga ia memutuskan mengadopsinya.

Namun saat Alila berusia tujuh tahun, ibunya muncul dan memohon-mohon agar Alila kembali hidup bersamanya. Agselle sebenarnya tidak mau melepaskan Alila, namun gadis kecil itu yang memilih untuk ikut ibu kandungnya dan pulang ke rumah mereka di kota dan pulau kecil daerah timur.

Meski sudah tak tinggal bersama, namun Agselle masih terus berkomunikasi dan memerhatikan kesejahteraan Alila. Setiap dua atau tiga bulan sekali, Agselle akan terbang ke pulau yang jauh itu untuk menengok Alila.

"Sakit apa? Udah dibawa ke rumah sakit?" tanya Sienna, ikut merasa khawatir.

"Udah. Alila demam tinggi. Dokter di sana bilang Alila kena infeksi virus. Tapi nggak jelas virus apa. Jadi aku mau ke sana, tengok dan periksa Alila sendiri. Kalau perlu ya nanti kubawa ke sini supaya bisa tertangani dengan baik," sahut Agselle datar. Meski begitu, raut wajahnya pucat dan tegang.

Sienna menggenggam tangan Agselle penuh simpati.

"Alila akan baik-baik saja. Kamu pergilah jenguk dia."

Agselle mengangguk, tersenyum, namun entah mengapa, matanya tampak sedih.

"Thank you, Sienna... tolong urus pasien-pasienku selama aku nggak ada ya..."

Saat itu, Sienna tak menaruh curiga. Agselle pulang dari rumah sakit lebih awal, mengemas pakaian dan barang-barangnya, lalu pergi menuju bandara sore itu juga.

Sienna mulai merasa aneh saat Agselle tak kunjung menghubunginya sampai kemarin. Biasanya Agselle selalu telepon, video call, atau chat Sienna setiap pergi menengok Alila. Sienna juga menyayangi Alila seperti anaknya sendiri. Ia selalu menyempatkan diri mengobrol dan bercanda dengan Alila meski hanya lewat telepon setiap kali Agselle ada di sana.

Karena merasa ada yang tak beres, Sienna mencoba menghubungi Agselle. Nomornya selalu di luar jangkauan. Sienna pun menghubungi Marlina, ibu Alila.

Sienna sangat kaget saat tahu Alila sehat-sehat saja, dan Agselle tak ada di sana.

Kamu ke mana, Sell?!

Sienna berusaha mencari Agselle. Ia berhasil menemukan tiket penerbangan Agselle bukanlah ke daerah timur, melainkan ke barat.

Sumatera? Kenapa dia ke sana?

Sienna mulai mendapat firasat tak enak. Satu-satunya hal mengenai Sumatera yang ada hubungannya dengan Agselle adalah mantan suami Agselle yang penjahat buron itu, Arga Wilis, lahir dan besar di sana.

Jangan-jangan...

"Sienna."

Al muncul di bawah siraman cahaya matahari pagi dengan dua kaleng kopi dingin di tangan. Meski habis berjaga semalaman di rumah sakit, ia tak menunjukkan tanda-tanda lelah sama sekali. Matanya yang lembut itu justru tampak jernih saat memandang lekat Sienna.

Seakan sedang memandang permata terindah di dunia.

Sienna mau tak mau bersemu. "Al..."

"Aku mencarimu dari tadi. Aku WA kamu juga nggak kamu balas," kata Al lembut sembari menempelkan satu kaleng minumannya ke pipi Sienna. "Untukmu, Sayang."

Sienna merona. Dari dulu hingga sekarang, cara Al memandangnya, memperlakukannya, bercanda dan meluluhkan hatinya, tak pernah berubah.

"Thanks..."

"Kamu masih kepikiran Agselle?" tanya Al, kali ini tatapan matanya menajam dan penuh selidik.

Sienna mengangguk.

"Kupikir sebaiknya aku menyusul Agselle ke sana..."

"Jangan gegabah, Sienna. Kita masih belum tahu pasti di mana Agselle, atau apa yang dilakukannya sekarang," sergah Al tajam. "Aku sudah ngobrol dengan Papa. Papa sudah mengontak polisi untuk mencari dan menemukan Agselle. Papa punya power untuk menemukan Agselle. Sebaiknya kita sabar dan menunggu..."

"Ayah Aaal!"

Rona menyeru ceria di atas kursi roda yang didorong Arum. Keduanya menghampiri Al dan Sienna yang berdiri di ujung taman.

"Halo, Rona Sayang!"

Al mengantongi kaleng kopinya dan tanpa ragu menggendong Rona saat gadis kecil itu menjulurkan kedua lengannya ke arah Al.

"Ayah, tadi Lona lihat ikan di kolam sana... banyaak... walna-walni cantik!"

"Oh ya? Itu namanya ikan koi... Rona suka ikan koi, ya?"

"Iyaaa!"

Ponsel Sienna tiba-tiba bergetar. Sienna terkejut saat melihat nama dan nomor yang tertera di layar. Tanpa ragu, ia langsung menerima telepon itu.

"Sell, kamu di mana...?"

"Sienna... tolong..."

Namun tiba-tiba telepon terputus.

"Agselle? Agselle!"

Sienna berulang kali mencoba menelepon balik, tetapi nomor Agselle lagi-lagi tak bisa dihubungi.

"Al, Agselle, Al...," wajah Sienna sepucat mayat, air mata menggenang di pelupuknya.

"Doktel Sienna kenapa?" tanya Rona bingung.

"Dokter Sienna sakit perut... Rona main sebentar sama kakak itu, ya, Ayah obati Dokter Sienna dulu," Al dengan lembut menyerahkan Rona ke pelukan Arum.

"Ada apa, Sienna?" tanya Al pelan dan tegang.

"Agselle barusan telepon, Al... dia minta tolong!"

Al terkejut. Dengan cepat dia merogoh ponsel di kantongnya, menghubungi seseorang.

"Agselle itu... dokter yang rambutnya ikal pendek itu kan? Yang kayak bule dan cantik itu?"

Sienna dan Al menoleh, kaget tiba-tiba Arum nimbrung.

"Kamu tahu Agselle?" tanya Sienna. Ia tahu gadis mungil di depannya ini kerabat Raya. Namun gadis itu baru dua kali ini mengunjungi rumah sakit, tak pernah mengobrol dengan dokter.

Jadi bagaimana dia bisa tahu siapa dan yang mana Agselle?

"Iya... saya ketemu Dokter Agselle di lift saat jenguk Rona ke sini pertama kali," angguk Arum polos. "Dokter Agselle cantik sekali, jadi saya nggak bisa lupa wajahnya sejak pertama ketemu... meski waktu itu, sikapnya agak aneh, setelah menelepon seseorang bernama Arga..."

Sienna merasa dirinya bagai disambar petir.

"Arga? Arga Wilis?!"

...***...

Terpopuler

Comments

🌞MentariSenja🌞

🌞MentariSenja🌞

𝚊𝚐𝚜𝚎𝚕𝚕𝚎 𝚊𝚍𝚊 𝚑𝚞𝚋𝚞𝚗𝚐𝚊𝚗𝚗𝚢𝚊 𝚍𝚐𝚗 𝚔𝚎𝚋𝚊𝚔𝚊𝚛𝚊𝚗 𝚊𝚙𝚊𝚛𝚝𝚎𝚖𝚎𝚗, 𝚖𝚞𝚗𝚐𝚔𝚒𝚗???

2024-06-09

0

🌞MentariSenja🌞

🌞MentariSenja🌞

Kangen kangen kangen aku kangen padamu
Mungkinkah diriku telah jatuh cinta
Kangen kangen kangen aku kangen padamu
Begitu rindu bersemi dihatiku

Oh mungkinkah dirimu disana
Merasa seperti aku disini

2024-06-09

1

Teteh Lia

Teteh Lia

aq rasa, Riris itu sebenarnya cuma lagi membohongi dirinya sendiri.
aslinya Riris cinta sama Raka.
✌️

2024-05-23

0

lihat semua
Episodes
1 AYAH RONA
2 AWAL PERNIKAHAN
3 RONA DAN HARAPAN
4 AKHIR PERNIKAHAN
5 REUNI DI KEDAI KOPI
6 KOPI WAYANG
7 DOKTER SIENNA
8 CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9 SAMUDERA DEWA
10 PENYELAMAT HIDUP
11 KENANGAN MANTAN
12 AKHIR SEBUAH JANJI
13 CALON AYAH
14 ALAM SEMESTA
15 PERJANJIAN BARU
16 WORKSHOP KOPI
17 PENCARIAN
18 AGEN RAHASIA
19 HILANG
20 MIMPI BURUK
21 CODE BLUE
22 KENANGAN CINTA
23 KENANGAN LUKA
24 DI BAWAH HUJAN
25 KESEMPATAN KEDUA
26 NAIK RANJANG
27 JODOH
28 ABSURD
29 TAK TERDUGA
30 DEMI RONA
31 PERTEMUAN KEMBALI
32 KEINGINAN SAMBARA
33 HADIAH TERINDAH
34 PULANG
35 ANITA JENKINS
36 PENGKHIANAT
37 CERITA CINTA
38 KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39 KEJUTAN
40 REALITA
41 LAMARAN
42 PENYERANGAN
43 PELARIAN
44 MARKAS RAHASIA GARUDA
45 KELUARGA GARUDA
46 MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47 MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48 MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49 MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50 MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51 MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52 RUMAH
53 BULAN DI ATAS LAUTAN
54 SITUASI TERBURUK
55 TIGA PUTRI ALHAMBRA
56 RUJUK
57 JANJI DUA SEJOLI
58 RAYUAN SAMBARA
59 GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60 KRITIS
61 MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62 MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63 MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64 MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65 MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66 MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67 MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68 MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69 KEKUATAN DUA HATI
70 RAHASIA ALHAMBRA
71 ARUS DERAS
72 MISI TERAKHIR
73 PENGORBANAN
74 KETURUNAN GONZALES
75 PERANG DI ALHAMBRA
76 EVAKUASI
77 KEKALAHAN
78 TAK PERNAH PERGI
79 JANJI SANG PENCINTA
80 KATA-KATA CINTA
81 MASA KINI
82 WASIAT
83 IBU EMPAT ANAK
84 KEJUTAN MENYENANGKAN
85 JANJI SUCI
86 CERITA BONUS
87 Ungkapan Hati Penulis
Episodes

Updated 87 Episodes

1
AYAH RONA
2
AWAL PERNIKAHAN
3
RONA DAN HARAPAN
4
AKHIR PERNIKAHAN
5
REUNI DI KEDAI KOPI
6
KOPI WAYANG
7
DOKTER SIENNA
8
CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9
SAMUDERA DEWA
10
PENYELAMAT HIDUP
11
KENANGAN MANTAN
12
AKHIR SEBUAH JANJI
13
CALON AYAH
14
ALAM SEMESTA
15
PERJANJIAN BARU
16
WORKSHOP KOPI
17
PENCARIAN
18
AGEN RAHASIA
19
HILANG
20
MIMPI BURUK
21
CODE BLUE
22
KENANGAN CINTA
23
KENANGAN LUKA
24
DI BAWAH HUJAN
25
KESEMPATAN KEDUA
26
NAIK RANJANG
27
JODOH
28
ABSURD
29
TAK TERDUGA
30
DEMI RONA
31
PERTEMUAN KEMBALI
32
KEINGINAN SAMBARA
33
HADIAH TERINDAH
34
PULANG
35
ANITA JENKINS
36
PENGKHIANAT
37
CERITA CINTA
38
KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39
KEJUTAN
40
REALITA
41
LAMARAN
42
PENYERANGAN
43
PELARIAN
44
MARKAS RAHASIA GARUDA
45
KELUARGA GARUDA
46
MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47
MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48
MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49
MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50
MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51
MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52
RUMAH
53
BULAN DI ATAS LAUTAN
54
SITUASI TERBURUK
55
TIGA PUTRI ALHAMBRA
56
RUJUK
57
JANJI DUA SEJOLI
58
RAYUAN SAMBARA
59
GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60
KRITIS
61
MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62
MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63
MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64
MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65
MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66
MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67
MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68
MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69
KEKUATAN DUA HATI
70
RAHASIA ALHAMBRA
71
ARUS DERAS
72
MISI TERAKHIR
73
PENGORBANAN
74
KETURUNAN GONZALES
75
PERANG DI ALHAMBRA
76
EVAKUASI
77
KEKALAHAN
78
TAK PERNAH PERGI
79
JANJI SANG PENCINTA
80
KATA-KATA CINTA
81
MASA KINI
82
WASIAT
83
IBU EMPAT ANAK
84
KEJUTAN MENYENANGKAN
85
JANJI SUCI
86
CERITA BONUS
87
Ungkapan Hati Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!