PENCARIAN

"Saya kangen Nyonya..."

"Jangan panggil aku Nyonya. Aku bukan majikanmu seperti dulu lagi."

Raya dengan lembut menghapus air mata di pipi Arum, meski pipinya sendiri juga berderai linang bening.

"Panggil aku Raya."

"Iya... Nyonya... eh... Ra-Raya..."

Keduanya tertawa kecil.

"Aku nggak nyangka kita bisa ketemu lagi, Rum," Raya menghapus air matanya sendiri. "Gimana ceritanya kamu nyasar sampai kota ini dan ikutan workshop di sini...?"

"Yah... saya tadi memang nyasar... makanya telat sampai sini...," Arum meringis. "Saya sengaja ke sini setelah lihat video Nyonya... eh, Ra-Raya... yang duet sama Samudera itu beredar di sosmed dan youtube... saya pengen ketemu... pengen kerja lagi bareng Nyonya... eh, Ra-Raya..."

Raya mendesah.

Malam itu memang banyak yang merekam aksi duetnya dengan Samudera di atas panggung. Riris bahkan merekam semua pertunjukan Samudera dari awal sampai akhir, atas permintaan Samudera, untuk di-upload di kanal youtube "Samsara" milik Samudera.

Raya sudah pasrah saat itu, apalagi video itu viral hingga masuk situs-situs berita infotainment online. Raya Purnama kembali viral. Namun kali ini dengan tajuk gunjingan yang berbeda:

Ratu Skandal Jadi Biduan!

Raya Purnama, penyelamat hidup penyanyi Samudera Dewa, punya bakat suara emas.

Duet biasa atau duet cinta?

Baris-baris kalimat bombastis beredar. Menimbulkan pertanyaan, pujian, celaan.

Bahkan sudah ada kelompok netizen yang pro dan kontra membahas hubungannya dan Samudera lebih dari sekadar pasangan duet di atas panggung malam itu, menebarkan lebih banyak benih opini liar.

Sekali lagi, Raya memilih mengabaikan semua gosip itu. Namun ia tidak menyangka, keviralannya justru mempertemukannya kembali dengan Arum Ambarwati, gadis baik hati yang dulu menjadi baby sitter Rona dan menjadi salah satu teman ngobrolnya saat ia terpenjara sebagai istri Sambara Bumi di mansion-nya.

"Kupikir kamu sudah kerja lagi di tempat lain, Rum..."

"Memang sudah," Arum mengangguk, ekspresinya murung. "Tapi..."

Arum bercerita bahwa setelah Raya pergi dan mengakhiri kontrak kerjanya, Arum kembali ke yayasan dan tiga kali bekerja dengan tiga majikan berbeda. Namun semuanya membikin batin Arum tersiksa sehingga ia tidak betah dan memutuskan tidak memperpanjang kontrak, bahkan melarikan diri.

Majikan pertama sangat cerewet dan perfeksionis, dan tak ada hari dilalui Arum tanpa makian dan celaan. Majikan kedua sempat main tangan. Majikan ketiga lebih buruk lagi--Arum sempat dikurung, diperkosa berkali-kali hingga hamil.

Raya benar-benar syok mendengarnya.

"Saya... malam itu saya berhasil melarikan diri... dia akhirnya ditangkap polisi dan dipenjara... saya pulang ke desa... hancur... dan bayi saya mati dalam kandungan sebelum saya sempat melahirkannya..."

Arum menutup wajahnya dan menangis sejadinya. Hati Raya sangat hancur melihatnya.

"Rum... maaf, Rum... ini gara-gara aku... kalau saja aku nggak meninggalkanmu... tapi aku harus pergi, aku nggak bisa membawamu... aku bukan siapa-siapa, nggak punya apa-apa untuk terus mempertahankanmu... maaf... maafin aku..."

Raya memeluk Arum dan tersedu.

"...sudah nasib saya," Arum menegakkan punggung, senyumnya getir. "Karena itu... saya nggak sanggup kerja ikut orang lagi... tapi di desa nggak banyak kerjaan selain urus sawah dan ternak... dan saya nggak tahan terus jadi bahan gunjingan warga...

"Ketika saya melihat Nyonya lagi di video dan berita itu, dan saya lihat kafe ini buka lowongan sekaligus pelatihan, tanpa pikir panjang saya buka celengan saya dan pergi ke sini... ini pertama kalinya saya merantau sejauh ini, di kota lain pulau, yang nggak saya tahu sama sekali... makanya saya sampai nyasar di hari pertama latihan ini... tapi, saya senang sekali pencarian saya berhasil, dan saya bisa ketemu Nyonya lagi..."

"Panggil aku Raya," pinta Raya sambil berusaha menghentikan air matanya. "Atau panggil Kakak saja... kamu lebih muda tiga tahun dariku..."

Arum mengangguk. "Kakak."

"Kalau kamu yakin mau kerja di sini, aku akan bimbing dan bantu kamu," janji Raya. "Aku akan jaga dan lindungi kamu mulai sekarang. Kamu nggak akan menghadapi hal buruk apapun selama aku ada di sisimu, aku janji."

Air mata Arum kembali merebak. "Terima kasih, Kak."

Seekor burung kayu kecil muncul dari lubang di puncak jam kotak yang menempel di dinding, berkukuk nyaring lima kali, menunjukkan waktu sudah pukul lima sore.

"Aku harus balik jaga di depan," kata Raya sambil membersihkan sisa air mata di wajahnya dengan tisu. "Kamu pulanglah, Rum. Besok datang lagi untuk workshop hari kedua--pukul dua siang sampai empat sore."

"Nona Rona gimana, Kak?" tanya Arum pelan. "Kalau Kakak kerja begini, siapa yang jaga Nona...? Gimana kabar Nona Rona sekarang? Pasti dia sudah lebih besar dan cantik..."

Raya menghela napas panjang. "Rona dirawat di rumah sakit sekarang, Rum... Rona divonis mengidap leukemia."

Arum sangat terkejut. Wajahnya pucat dan matanya melebar, terguncang.

"A-apa?"

"Tapi kamu nggak usah khawatir. Rona ditangani dengan sangat baik dan berada di tangan yang tepat. Ia dijaga suster dan dokter jika aku nggak bisa mendampinginya saat aku harus bekerja seperti ini. Biar bagaimanapun, aku juga harus mencari nafkah untuk anakku..."

Arum tak bisa berkata-kata. Air matanya menderas lagi.

"Besok pagi aku akan menengok dan menemaninya di rumah sakit. Kamu mau ikut?"

"B-boleh, Kak?" tanya Arum gagap.

"Kenapa enggak? Kamu dulu yang paling sayang dia, selain aku, ibunya. Dia mungkin masih ingat kamu juga."

"M-mau... saya mau ketemu Nona Rona," Arum menutup mulutnya, terharu. "Terima kasih, kak... sudah memberi saya kesempatan ketemu Nona Rona lagi..."

"Aku yang terima kasih... dan minta maaf," Raya menarik napas dalam-dalam, berusaha keras tak menangis lagi, karena ia harus kembali ke konter bar untuk meracik kopi. "Hati-hati pulangnya, ya. Besok aku kabari kamu kalau aku mau berangkat ke rumah sakit. Aku akan jemput kamu, supaya kamu aman dan nggak nyasar lagi."

Arum mengangguk, tersenyum. Wajahnya haru dan bahagia saat memandang Raya.

"Iya, Kak... terima kasih."

***

"Halo, Arum. Aku Samudera."

Samudera melepas kacamata hitamnya dan memperkenalkan dirinya ramah saat Arum masuk ke kursi belakang jeep hitam miliknya.

Arum membeku sejenak, wajahnya merah padam.

"Eh... i-iya... saya tahu kok... penyanyi terkenal yang ganteng banget itu, kan... eh..."

Samudera dan Raya yang duduk di kursi kemudi dan penumpang depan tertawa bersamaan saat mendengar celoteh polos Arum.

"Sudah siap?" tanya Samudera sambil menyalakan mesin mobilnya.

Raya mengangguk. "Ya. Ayo jalan."

Pagi itu, Raya menepati janjinya untuk menjemput dan mengajak Arum menjenguk Rona di rumah sakit. Meski ia tak memberitahu Arum bahwa ia akan menjemputnya bersama Samudera menggunakan jeep kesayangannya.

Samudera juga berusaha menepati janjinya dengan Raya untuk memperjuangkan hidup dan kebahagiaan hati Rona. Ia bersedia mengantar jemput Raya ke rumah sakit, berkomitmen ikut mendampingi dan menjaga Rona jika sedang tak ada agenda pekerjaan. Bahkan pagi ini bagasi belakangnya penuh dengan kotak-kotak hadiah berisi mainan baru untuk Rona.

"Sebetulnya nggak perlu membelikan Rona mainan baru, Sam, di rumah sakit itu sudah ada banyak sekali mainan...," gumam Raya saat melihat tumpukan kotak yang membukit di belakang kepala Arum.

"Aku hanya ingin menyenangkan Rona dan mengakrabkan diri dengannya. Kalau bisa, aku lebih suka mengajaknya jalan-jalan ke taman bermain atau ke wahana rekreasi lainnya. Tapi kondisinya belum memungkinkan diajak berpergian," kata Samudera kalem. "Lagipula, aku akan menjadi ayah asuhnya, kan? Aku harus berjuang membahagiakan anakku mulai sekarang."

Wajah Raya memerah. Arum di belakang terkesiap kaget.

"Kakak dan Samudera akan menikah?"

Samudera menginjak pedal remnya mendadak--kebetulan tepat saat lampu lalu lintas beberapa meter di depan mereka berubah merah.

"Siapa bilang begitu?" Raya memutar kepalanya, jantungnya berdegup kencang--bukan karena efek mobil yang berhenti tiba-tiba.

"Tadi katanya Samudera akan jadi ayahnya Rona..."

"Ayah asuh," koreksi Samudera pelan.

Arum mengerjap, jelas tidak mengerti.

"Maksudnya apa?"

"Yah... semacam ayah angkat untuk Rona... ayah yang akan bertanggung jawab membahagiakan Rona sampai dia dewasa nanti... tapi bukan berarti aku dan Samudera akan menikah karena itu. Ia hanya akan jadi ayah asuh Rona, bukan suamiku... bukan juga ayah tiri Rona... paham, kan, ya?"

Raya sangat berharap penjelasannya mampu mencerahkan pemikiran Arum. Tapi gadis desa polos itu menggeleng.

"Enggak paham, Kak."

Raya menepuk jidatnya. Samudera tertawa.

"Nggak apa-apa. Kamu lihat saja. Lama-lama kamu akan paham," kata Samudera lembut.

Lima belas menit kemudian, mereka tiba di parkiran depan rumah sakit CHC yang luas dan mewah.

"Ini rumah sakit, Kak?" Arum berdiri di sebelah jeep, terpana. "Kok kayak Istana..."

Raya tertawa.

"Yah, ini yang punya fasilitas terbaik untuk menyembuhkan penyakit Rona... bahkan terbaik ketiga di seluruh dunia."

"Pasti mahal...," gumam Arum.

"Ditanggung asuransi, kok," tukas Raya kalem. "Dan ya aku kan nggak diam... walau nggak seberapa, aku punya uang untuk menalangi biaya tertentu di saat darurat... yang penting Rona sembuh dan sehat."

Arum menatap Raya lekat. "Memang Tuan Sambara nggak kirim uang buat Nona Rona? Nggak pernah ngunjungin Nona Rona? Kan Nona Rona anak kandung satu-satunya..."

Raya memejamkan mata sejenak, berusaha keras menahan lara yang kembali menghujam saat mendengar pertanyaan Arum barusan.

"Arum... kamu tahu sendiri Sambara seperti apa saat aku dan Rona masih tinggal di mansion-nya. Kamu tahu alasanku bercerai. Dia nggak berubah sama sekali sampai detik ini. Karena itu, tolong jangan bahas dia lagi. Dan jangan sekalipun bahas dia di depan Rona. Dia sudah pernah menangis karena Sambara nggak pernah datang menengoknya, kamu tahu..."

"M-maaf, Kak," Arum menunduk, raut wajahnya menyesal.

"Nggak apa-apa."

"Ladies, bisa tolong bantu aku bawa sisanya ini?"

Samudera melongok dari balik kap bagasi yang terbuka, lengannya yang kekar memeluk dua tumpuk kotak mainan, dan masih ada beberapa tersisa di dalam mobil.

"Ah, oke..."

Raya, Samudera, Arum pun melenggang masuk rumah sakit dengan tumpukan kotak mainan dan langsung menuju lift yang terbuka. Kamar Rona berada di lantai tiga.

Di dalam lift itu, sudah ada Dokter Agselle yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon, wajahnya tegang.

"...kamu bisa memegang kata-kataku, Arga. Aku akan datang. Please, jangan bertindak gegabah. Tunggu aku."

Dokter Agselle buru-buru mematikan ponselnya dan menjejalkannya ke dalam saku jasnya saat Raya, Samudera, dan Arum masuk ke dalam lift.

"Selamat pagi, Bunda Raya," sapa Dokter Agselle ramah, seakan tak terjadi apa-apa. "Mau menjenguk Rona, ya? Wah, banyak sekali mainannya!"

"Yah, begitulah," sahut Raya nyengir. "Dokter Agselle mau ke lantai tiga juga?"

Dokter Agselle mengangguk. "Ya, saya ada perlu dengan Dokter Sienna..."

"Oh, Dokter Sienna sudah kembali bekerja hari ini?" Raya tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya. Ia teringat cerita memilukan Dokter Al dan Dokter Sienna--rasanya dibanding mereka, penderitaan hidupnya tak ada apa-apanya.

Dokter Al dan Dokter Sienna kehilangan dua buah hati mereka dalam insiden mengerikan dua tahun lalu. Duka orangtua yang ditinggal pergi anaknya lebih menyakitkan dan pedih dari apapun.

Raya bersyukur Rona masih bernapas di sisinya. Ia sendiri tak bisa membayangkan jika harus kehilangan Rona. Karena itu, ia akan berjuang mati-matian agar Rona tetap hidup dan berumur panjang.

"Sudah, pagi ini," sahut Dokter Agselle, matanya menatap hampa ke satu titik. Pikirannya sesaat berkelana entah ke mana.

"Jadi... Rona akan ditangani kembali oleh Dokter Sienna? Atau tetap ditangani Dokter Al?" tanya Raya ingin tahu.

"Sama saja," Dokter Agselle sesaat seperti asal menjawab. Namun sedetik kemudian ia sadar dan kembali mengendalikan diri.

"Maaf... maksud saya, baik ditangani Dokter Sienna maupun ditangani Dokter Al, akan sama baiknya bagi Rona. Mereka dokter spesialis anak terbaik di sini," jelas Dokter Agselle tenang. "Tapi untuk lebih jelasnya bisa tanya langsung ke mereka, ya, Bunda..."

Lift berhenti dan pintu terbuka. Dokter Agselle bergegas keluar, dan nyaris menabrak seorang dokter muda tampan berambut cepak. Senyum dokter lelaki itu merekah saat melihat Dokter Agselle.

"Ah, halo, honey... senang ketemu kamu di sini!"

"Minggir, Kevin!" Dokter Agselle menepisnya dingin. "Kamu lihat Sienna?"

"Kamu cari Sienna? Kenapa nggak nyari aku aja? Aku di sini untukmu. Kalau kamu butuh sesuatu, bilang aku..."

"Lihat Sienna, nggak?!" Dokter Agselle setengah membentak.

Dokter Kevin menghela napas, senyumnya memudar. "Di Kamar Bambi 3."

Dokter Agselle tidak berkata apa-apa dan melesat cepat menuju Kamar Bambi 3, tempat Rona dirawat.

Raya berhasil menyusul beberapa menit kemudian, tepat saat Dokter Agselle keluar kamar bersama Dokter Sienna, berbincang cepat dan serius.

"...aku perlu cuti segera, ini penting," gumam Dokter Agselle.

"Bunda Raya, apa kabar?" Dokter Sienna berpaling dan tersenyum ramah menyapa Raya. Jelas pasien dan keluarganya tetap menjadi prioritasnya daripada apapun obrolan yang ingin disampaikan koleganya padanya.

"Baik, Dok, terima kasih," timpal Raya sopan. "Dokter sudah selesai cuti?"

"Begitulah."

"Jadi siapa yang akan bertanggung jawab menangani Rona sekarang? Dokter Sienna atau Dokter Al?" tanya Raya.

"Dokter Al," Dokter Sienna tersenyum. "Saya tidak bisa memisahkan mereka sekarang. Apalagi Rona mulai memanggil Dokter Al 'Ayah'."

Raya mengerjap. "Apa?"

"Tidak apa-apa, Bunda. Kami justru senang Rona bisa seakrab dan sesayang itu dengan Dokter Al. Proses pengobatannya akan berjalan lebih mudah, dan Rona bisa lebih cepat pulih," kata Dokter Sienna, tenang dan tulus. "Rona ada di dalam bersama Dokter Al. Dari tadi sudah menanyakan Bunda terus lho..."

"Baik, Dok. Kalau begitu, saya masuk dulu. Terima kasih informasinya," ujar Raya.

Dokter Sienna mengangguk seraya tersenyum, lalu berjalan pergi bersama Dokter Agselle menjauhi kamar.

"Rona."

Raya menyapa putri kecilnya yang sedang diperiksa Dokter Al dengan stetoskopnya sambil bersila di atas playmat dan menyusun balok-balok warna-warni membentuk istana.

"Bundaa!" Rona tersenyum ceria. "Lona kangen!"

"Bunda juga," Raya meletakkan kotak-kotak mainannya di lantai, lalu memeluk dan mencium kening putrinya. "Gimana kondisi Rona, Dok?"

"Stabil," jawab Dokter Al. "Rona akan menjalani kemo lagi siang nanti. Saya akan terus mendampinginya. Semoga setelah ini kondisinya semakin baik."

Raya menghela napas panjang. Kemoterapi bukan sesi pengobatan yang menyenangkan. Efek sampingnya selalu membuat Rona rewel karena badannya akan terasa tidak enak dan ia tak akan mau makan. Namun saat ini hanya itu satu-satunya metode yang bisa digunakan untuk menyembuhkan Rona.

"Nona Rona..."

Arum menyapa malu-malu di belakang tumpukan kotak mainan, yang dengan hati-hati diletakkannya di lantai.

"Kak Alum?" Rona terpana.

Baik Raya maupun Arum kaget.

"Rona ingat...?" tanya Raya takjub.

"Iya... itu Kak Alum, kan? Yang dulu suka main sama Lona di lumah Ayah, kan? Kakaak!"

Raya menyerahkan Rona ke pelukan Arum, yang menangis bahagia bisa bertemu Rona lagi. Raya sendiri juga hampir menangis, meski dengan alasan berbeda. Batinnya kembali teriris.

Jadi Rona ingat saat-saat ia masih tinggal di mansion Sambara? Bagaimana bisa...?

"Bunda Raya, saya perlu bicara mengenai detail kondisi Rona dan persiapannya sebelum kemo siang ini... bisa ikut saya ke kantor saya sebentar?" tanya Dokter Al lembut.

Raya tersadar dari lamunannya. "Ah, iya... baik. Arum, tolong jaga Rona sebentar, ya..."

Arum mengangguk. "Iya, Kak."

"Ayah Al nanti ke sini lagi, ya?" seru Rona dengan wajah polos dan riang.

Raya merasa hatinya bergetar saat Rona memanggil Dokter Al seperti itu.

Dokter Al tersenyum. "Iya, Ayah Al akan kembali. Tunggu, ya."

"Iyaa."

Raya mengikuti Dokter Al meninggalkan kamar. Saat melewati tumpukan kotak mainan di lantai, Raya baru sadar, Samudera menghilang entah ke mana.

Di mana Sam?

...***...

Terpopuler

Comments

Teteh Lia

Teteh Lia

Sambara yang onoh hilang ingatan kali. sampe sama darah dagingnya aja ga perduli

2024-05-23

0

Teteh Lia

Teteh Lia

aku malah curiga nih, jangan2 Arum di suruh seseorang buat Deket lagi sama Raya.

2024-05-23

0

👑Кιкαη Αqυєєη👑

👑Кιкαη Αqυєєη👑

ketinggalan dmn sam aku pun baru ingat

2024-05-17

0

lihat semua
Episodes
1 AYAH RONA
2 AWAL PERNIKAHAN
3 RONA DAN HARAPAN
4 AKHIR PERNIKAHAN
5 REUNI DI KEDAI KOPI
6 KOPI WAYANG
7 DOKTER SIENNA
8 CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9 SAMUDERA DEWA
10 PENYELAMAT HIDUP
11 KENANGAN MANTAN
12 AKHIR SEBUAH JANJI
13 CALON AYAH
14 ALAM SEMESTA
15 PERJANJIAN BARU
16 WORKSHOP KOPI
17 PENCARIAN
18 AGEN RAHASIA
19 HILANG
20 MIMPI BURUK
21 CODE BLUE
22 KENANGAN CINTA
23 KENANGAN LUKA
24 DI BAWAH HUJAN
25 KESEMPATAN KEDUA
26 NAIK RANJANG
27 JODOH
28 ABSURD
29 TAK TERDUGA
30 DEMI RONA
31 PERTEMUAN KEMBALI
32 KEINGINAN SAMBARA
33 HADIAH TERINDAH
34 PULANG
35 ANITA JENKINS
36 PENGKHIANAT
37 CERITA CINTA
38 KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39 KEJUTAN
40 REALITA
41 LAMARAN
42 PENYERANGAN
43 PELARIAN
44 MARKAS RAHASIA GARUDA
45 KELUARGA GARUDA
46 MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47 MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48 MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49 MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50 MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51 MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52 RUMAH
53 BULAN DI ATAS LAUTAN
54 SITUASI TERBURUK
55 TIGA PUTRI ALHAMBRA
56 RUJUK
57 JANJI DUA SEJOLI
58 RAYUAN SAMBARA
59 GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60 KRITIS
61 MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62 MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63 MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64 MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65 MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66 MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67 MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68 MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69 KEKUATAN DUA HATI
70 RAHASIA ALHAMBRA
71 ARUS DERAS
72 MISI TERAKHIR
73 PENGORBANAN
74 KETURUNAN GONZALES
75 PERANG DI ALHAMBRA
76 EVAKUASI
77 KEKALAHAN
78 TAK PERNAH PERGI
79 JANJI SANG PENCINTA
80 KATA-KATA CINTA
81 MASA KINI
82 WASIAT
83 IBU EMPAT ANAK
84 KEJUTAN MENYENANGKAN
85 JANJI SUCI
86 CERITA BONUS
87 Ungkapan Hati Penulis
Episodes

Updated 87 Episodes

1
AYAH RONA
2
AWAL PERNIKAHAN
3
RONA DAN HARAPAN
4
AKHIR PERNIKAHAN
5
REUNI DI KEDAI KOPI
6
KOPI WAYANG
7
DOKTER SIENNA
8
CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9
SAMUDERA DEWA
10
PENYELAMAT HIDUP
11
KENANGAN MANTAN
12
AKHIR SEBUAH JANJI
13
CALON AYAH
14
ALAM SEMESTA
15
PERJANJIAN BARU
16
WORKSHOP KOPI
17
PENCARIAN
18
AGEN RAHASIA
19
HILANG
20
MIMPI BURUK
21
CODE BLUE
22
KENANGAN CINTA
23
KENANGAN LUKA
24
DI BAWAH HUJAN
25
KESEMPATAN KEDUA
26
NAIK RANJANG
27
JODOH
28
ABSURD
29
TAK TERDUGA
30
DEMI RONA
31
PERTEMUAN KEMBALI
32
KEINGINAN SAMBARA
33
HADIAH TERINDAH
34
PULANG
35
ANITA JENKINS
36
PENGKHIANAT
37
CERITA CINTA
38
KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39
KEJUTAN
40
REALITA
41
LAMARAN
42
PENYERANGAN
43
PELARIAN
44
MARKAS RAHASIA GARUDA
45
KELUARGA GARUDA
46
MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47
MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48
MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49
MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50
MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51
MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52
RUMAH
53
BULAN DI ATAS LAUTAN
54
SITUASI TERBURUK
55
TIGA PUTRI ALHAMBRA
56
RUJUK
57
JANJI DUA SEJOLI
58
RAYUAN SAMBARA
59
GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60
KRITIS
61
MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62
MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63
MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64
MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65
MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66
MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67
MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68
MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69
KEKUATAN DUA HATI
70
RAHASIA ALHAMBRA
71
ARUS DERAS
72
MISI TERAKHIR
73
PENGORBANAN
74
KETURUNAN GONZALES
75
PERANG DI ALHAMBRA
76
EVAKUASI
77
KEKALAHAN
78
TAK PERNAH PERGI
79
JANJI SANG PENCINTA
80
KATA-KATA CINTA
81
MASA KINI
82
WASIAT
83
IBU EMPAT ANAK
84
KEJUTAN MENYENANGKAN
85
JANJI SUCI
86
CERITA BONUS
87
Ungkapan Hati Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!