REUNI DI KEDAI KOPI

"Eh, elu, Re. Tumben baru mari. Biasanya lu ke sini paling enggak seminggu sekali."

Koh Ahwie, pemilik toko kopi Kedai Kopi, menegur Raya dengan gaya nyablak khas ibukota. Lelaki pendek berkulit seputih kapas dan berwajah bundar seperti bakpao itu memandang Raya heran dengan matanya yang berujung lentik.

"Iya, baru abis sih, Koh," Raya membuka maskernya dan mengantonginya. Lega rasanya bisa menghirup oksigen tanpa harus terhalang apapun, dan sangat menyenangkan bisa menghirup wangi berbagai jenis kopi yang menyeruak tajam dalam toko itu.

Wangi kesukaan Raya.

"Sepi, ye? Sama, gue juga. Heran pade ke mane tuh pembeli."

"Disambet setan kali," jawab Raya asal, lalu mulai melirik beberapa toples kaca tinggi yang menampilkan biji-biji kopi dengan bentuk dan warna berbeda-beda. "Arabika Wamena ada Koh? Arabika Preanger sama Robusta Flores juga?"

"Ade, lah! Gitu doang mah!" Koh Ahwie melambaikan tangannya enteng. "Butuh berape?"

"Sekiloan aja dulu Koh."

"Dih, dikit amat!" protes Koh Ahwie. "Niat jualan kagak sih lu?"

"Ya niatlah! Tapi mau gimana. Pembeli pada diembat kuntilanak. Sepi tahu, Koh. Yang beli akhir-akhir ini seringnya cuma kemasan tester aja. Jarang yang sekilo lebih," sewot Raya.

"Mangkanya jangan jualan bubuk kopi blend online doang, rencengan lagi," Koh Ahwie menggeleng, lalu mulai mengambil biji-biji kopi pesanan Raya untuk mulai di-roasting dengan hasil medium to dark dan fine grinding. Ia sudah hafal standar Raya.

"Lah terus jualan apaan? Jual diri?" protes Raya sebal.

"Gak gitu, Jubaedah! Maksud gue tuh, lu sekalian buka kafe kecil-kecilan. Hari gini banyakan yang suka minum kopi langsung jadi ketimbang ngeracik sendiri. Kalau emang lu niat jual bahan mentahnya, ya sekalian bikin toko gede kayak punya gue. Jadi bisa masok kafe-kafe dan resto sekalian. Lu bisnis nanggung amat dah!" omel Koh Ahwie panjang lebar. "Eh tapi kalau mau buka toko, jangan di deket sini ye! Jangan embat langganan lama gue juga! Awas aje kelakuan lu belagu, biar cewek gue sleding juga lu!"

Raya tertawa keras. Hatinya benar-benar geli.

"Dih, ngapain ketawa?" singgung Koh Ahwie bingung.

"Kokoh lucu sih," Raya mengusap setitik air mata di ujung pelupuknya. "Cocokan jadi pelawak ketimbang jualan kopi."

"Yee, orang gue beneran nasihatin elu! Lawak dari mananye dah?"

"Ya lawak lah, Koh! Emang bikin kafe atau toko kayak gini gak butuh modal? Duit dari mana coba? Rampok bank?"

"Dih! Mana mungkin lu gak punya duit, Re!" Koh Ahwie menggeleng tak percaya. "Lu kan pernah nikah sama... siapa tuh... Samber? Sambo? Sampluk? Tauk dah. Next CEO Bumi Corporation ntu kan. Apalagi lu punya anak ama die pan? Walau udah cere, gak mungkin laah lu gak dapat transferan duit dari tuh konglo! Melanggar hukum tuh namenye kalau sampe die kagak kirimin lu duit bulanan. Sekelas die juga mana mungkin transferannye cetiao, gotiao. Pasti dua digit lah! Iye apa iye?"

Raya tidak bisa membantah. Yang dikatakan Koh Ahwie ada benarnya.

"Gue bukan maksud ikut campur urusan pribadi atau keuangan lu, Re. Gue apresiasi lu sebagai pelanggan tetap gue. Lu juga masih muda, seumuran ama anak gue yang lagi kuliah di luar negeri. Lu ngingetin gue ama anak gue sendiri. Lu udeh kayak anak gue sih. Mangkanye sori kalau gue bawel, ngasih tahu dan ngajarin lu cara bisnis. Gue cuma mau lu sukses dan bahagia, Re. Lu tuh berhak dapetin itu semua, jangan susah gini terus," kata Koh Ahwie perlahan.

Kata-kata Koh Ahwie membuat Raya terhenyak. Sudah lama ia tidak merasakan haru yang besar di hatinya seperti ini. Dari orang lain yang tak memiliki ikatan darah dan kekerabatan dengannya, pula.

Sejak awal berbelanja kopi di sini, Raya langsung merasa nyaman. Selain toko ini menghadirkan komoditi dan wangi kesukaannya, pemilik toko ini, Koh Ahwie, juga sangat baik padanya.

Bahkan ketika Koh Ahwie tahu gadis yang hampir selalu memakai masker dan rajin membeli kopinya itu adalah Raya Purnama, the hottest celebgram untuk urusan skandal paling memalukan di masa lalu, kebaikannya tidak pernah luntur. Ia malah sering memberi diskon dan bonus untuk Raya, walau awalnya semua itu dilakukannya karena modus.

"Babenye anak lu pan elit Bumi Corp. Bisa kali lu rekomendasiin toko gue buat masok kopi di resto dan kafe yang ade di bawah perusahaannye. Eh mereka punya pabrik biskuit dan minuman juga kan? Ade varian kopinye tuh kalau gak salah. Boleh kali ngambil kopinye di gue..."

Waktu itu, Raya merasa kesal dan tersinggung. Dia sudah tak sudi dikaitkan soal apapun dengan keluarga besar Bumi dan perusahaannya. Tiba-tiba ini malah ditodong dan diminta nepotisme--menjadi penyuplai bahan baku untuk produk buatan Bumi Corporation. Oleh orang yang baru dia kenal, pula.

"Maaf Koh, saya nggak bisa. Bukan saya nggak mau, tapi beneran nggak bisa. Saya cerai karena saya terluka oleh pernikahan yang sangat toxic itu. Walau cuma sebentar, tapi lukanya dalam, Koh. Jadi tolong ya... saya nggak mau dikait-kaitin lagi dengan mereka. Cukup ya Koh."

Raya heran juga kenapa dia bisa sedikit mengungkap kondisi batinnya pada Koh Ahwie. Mereka belum kenal lama. Hubungan mereka sebatas penjual dan pembeli. Mungkin karena Koh Ahwie satu-satunya orang di kota kecil ini--selain ibu dan anaknya--yang tidak memandangnya rendah saat tahu siapa dirinya yang sebenarnya.

Walau mungkin Koh Ahwie punya sedikit udang di balik batu saat tahu siapa Raya sebenarnya, tapi menurut Raya itu wajar saja karena Koh Ahwie seorang pebisnis tulen. Melihat dan memanfaatkan peluang untuk menambah keuntungan usaha, juga memperluas jaringan, normal dilakukan orang seperti Koh Ahwie. Toh juga dia melakukannya tidak dengan cara kriminal dan merugikan orang lain. Sayangnya dia kurang peka dan paham saja menilai hubungan Raya dengan keluarga pemilik Bumi Corporation sekarang.

Tapi terlepas dari itu semua, Raya sangat bisa merasakan, kehangatan dan pandangan Koh Ahwie kepadanya itu tulus. Raya bisa merasakan aura kebapakan muncul dari Koh Ahwie setiap menyambutnya dan ngobrol dengannya. Orang dengan modus tak akan memberinya petuah bijak atau nasihat sesuai topik perbincangan yang diminati Raya. Itu selalu dilakukan Koh Ahwie sejak mereka pertama bertemu.

Bahkan perhatian kecilnya seperti seorang ayah yang selalu menjaga anaknya. Raya ingat, Koh Ahwie pernah mengecilkan AC tokonya saat Raya batuk dan bersin di balik maskernya ketika hendak membeli kopi bubuk. Koh Ahwie juga tiba-tiba menyodorkan segelas kopi jahe yang diraciknya sendiri untuk Raya, sambil menunggu proses penggilingan kopi orderan Raya selesai.

"Minum gih. Biar nggak batuk lagi. Cuaca emang lagi nggak bagus akhir-akhir ini. Pinter-pinter aje lu jaga kesehatan, apalagi lu sering kelinteran di jalan kayak gini. Kalau lu sakit, gimane lu mau nyari duit? Lu pan tulang punggung keluarga. Lu kudu strong, Re."

Itu adalah kopi jahe termanis dan terhangat yang pernah diteguk Raya. Dengan efek samping tenggorokan tercekat dan mata berkaca-kaca--bukan karena sensasi pedas jahe yang terasa kuat di lidahnya.

Dan Koh Ahwie mengungkapnya dengan gamblang kali ini, bahwa dia sudah menganggap Raya seperti anaknya sendiri. Menasihatinya dan mengharapkannya hidup bahagia. Raya berusaha keras untuk menahan air mata agar tidak menggenang di pelupuknya.

Saat Raya hendak membayar kopi pesanannya, pintu kaca di depan berdenting terbuka. Raya buru-buru merogoh masker di kantongnya dan mengenakannya.

"Pagii, Koh Ahwie!" seorang gadis dengan wajah kecil, berkacamata hitam, dan rambut disemir cokelat ikal panjang tergerai melangkah ringan tanpa alas kaki. Pakaiannya unik--kemben batik motif parang putih-emas dan celana jeans biru pendek selutut, serta selendang putih panjang terkalung di lehernya. Ia juga mengenakan kelat bahu emas model bunga.

Gadis itu seperti penari usai pentas yang belum tuntas mengganti semua kostumnya, lalu memburu sesuatu ke Kedai Kopi. Raya berpura-pura tak acuh dengan mengamati display biji kopi Arabika Gayo Aceh. Gadis itu juga tak meliriknya sama sekali, untunglah.

"Udah jam tiga sore ini, Cis! Pagi mate lu burem!" gerutu Koh Ahwie. "Ngapain mari? Lu kan baru order kopi khusus lewat WA sejam lalu. Ya belum ready-lah!"

"Ih siapa juga yang nagih kopi," gadis itu mencibir. "Urusan lain ini Koh."

"Apaan?"

"Gue ke sini minta rekomendasi orang, Koh."

"Rekomendasi? Lagi?" Koh Ahwie tampak sangat gusar. "Lu tuh ye... kebangetan! Udah empat kali gue kasih lu rekomendasi, masa masih pada kabur juga?"

"Gak semuanya kabur, Kokoh beruk! Yang terakhir doang ini gak cocok," dengus gadis itu. "Kabur gitu aja semalam. Gak punya etika. Untung bukan suami. Kalau punya suami gak tanggung jawab gitu, udah gue rajang biar jadi bumbu nasi goreng buat pawang buaya sarapan pagi--biar strong dan kerjanya bener, jadi buayanya gak kabur-kaburan!"

"Lu ngomong apaan sih?" Koh Ahwie mengerutkan kening. "Apaan dah yang dirajang?"

"Bawang kembar," sahut gadis itu asal. "Cepetan Koh. Kasih rekomendasi."

"Lu butuh kapan?"

"Malam ini."

"Muke gile! Ya gak mungkin lah!"

"Kenapa?" gadis itu mendecak kesal. "Katanya jumlah pengangguran banyak? Budak korporat yang tertindas banyak? Masa gak ada yang mau gue bayar?"

"Ya nggak segampang itu juga, apalagi malem ini juga!" sergah Koh Ahwie. "Syarat lu gak segampang itu buat dicari!"

"Ah, masa sih? Syarat gue lhoo baik. Nggak ada batasan umur. Gender. Pendidikan. Penampilan. Nggak kudu jago akunting sekaligus nguasain awan kinton dan bisa ngumpulin tujuh dragon ball. Yang penting paham keinginan gue aja. Masa masih nggak ada yang mau juga? Kok terlalu?"

Raya tidak mengerti apa yang diperbincangkan Koh Ahwie dan gadis itu. Tidak peduli juga. Ia bukan tipe orang yang suka mendengar apalagi ikut campur urusan orang lain.

"Ini Koh, ambil aja kembaliannya," ucap Raya seraya menyerahkan uangnya cepat-cepat.

"Eh, tunggu dulu! Ini ada kembaliannya kok--"

"Nggak usah, buat Koh Ahwie aja, makasih..."

"Bandel banget sih lu, Raya! Gue bilang tunggu dulu!"

"Raya?!"

Gadis itu menoleh. Hati Raya mencelos.

Meski sudah memakai kacamata dan masker, entah bagaimana, ada saja beberapa orang yang mengenali sosoknya. Mungkin karena kulitnya yang sangat pucat hingga nyaris transparan, seperti albino. Warna kulit yang langka ditemukan di kawasan negeri tropis, dan menjadi ciri khas selebgram biang skandal yang terkenal sejak lima tahun lalu.

"Elo Raya? Raya Purnama?"

Raya mengalihkan pandang dan buru-buru menghindar.

"Raya--tunggu! Ini gue, Riris! Masa elo lupa?"

Raya terkejut, membuka maskernya, dan berbalik. "Riris?!"

"Iya, ini gue, Riris Sawitri--sahabat elo, teman sebangku elo waktu SMA! Masa elo lupa?"

Riris Sawitri membuka kacamata hitamnya. Paras cantiknya hampir tidak berubah. Mata kecil yang hangat. Hidung kecil agak melebar. Pipi sedikit tembam. Bibir tipis yang manis.

Tanpa sadar, Raya sudah maju dan memeluk Riris. Bahkan aroma lemon dan sandalwood yang melekat di tubuh Riris masih sama seperti lima tahun silam.

"Apa kabar, Ris...?" suara Raya tercekat. "Kamu tinggal di kota ini sekarang...?"

"Yah... gitu lah," Riris menghapus air matanya dengan kalut. "Gue sempet kuliah di Aussie. Begitu lulus balik ibukota sebentar. Terus buka usaha dan pindah ke sini. Jujur gue nggak nyangka bisa ketemu elo di sini!

"Elo apa kabar, Ra? Elo menghilang begitu aja dari sekolah lima tahun lalu, pindah entah ke mana... tahu-tahu berita kehamilan elo nyebar ke seluruh penjuru negeri, dan elo nikah sama Sambara Bumi?! Setahun lalu ada berita elo cerai?! Apa yang sebenarnya elo alamin, Ra? Kenapa gak pernah cerita ke gue? Kenapa elo menghilang dari gue? Gue kira, gue sahabat elo!"

Riris menumpahkan semua uneg-unegnya dengan penuh emosi, tanpa peduli tempat dan situasi, seperti yang dulu biasa dilakukannya. Membuat Raya gelisah dan gugup.

Untung kedai kopi Koh Ahwie sore itu sepi. Hanya ada Koh Ahwie yang terang-terangan melongo sambil memegang uang kembalian Raya. Jelas lelaki paruh baya itu kaget dengan monolog dan tangisan Riris yang pecah di hadapannya, tanpa peringatan sama sekali.

"Eh... lu pade kalau mau syuting sinetron jangan di mari," tegur Koh Ahwie. "Mojok di kafe sono. Atau ke taman kek..."

"Iya, maaf, Koh," ucap Raya sungguh-sungguh. "Kami nggak akan bikin ribut di sini. Kami pamit dulu--"

"Tunggu dulu!" Koh Ahwie dan Riris bicara serentak.

Sejenak, Koh Ahwie, Riris, dan Raya saling bertukar pandang bingung.

"Kembalian lu, Re," Koh Ahwie menyodorkan uang kembalian kepada Raya.

"Rekomendasi elo, Koh!" tuntut Riris.

"Apaan? Lu minta kayak beli tahu bulat aje, digoreng dadakan... kagak ade, Maesaroh!"

"Iiih, Koh Ahwie!" Riris tampak jengkel sambil menyedot ingus, sisa tangisnya saat memeluk Raya tadi.

"Rekomendasi apaan sih, Ris?" tanya Raya pelan, mau tak mau penasaran.

"Kerja sama gue," Riris menatap lekat Raya dengan mata merah. "Elo udah ada kerja di sini? Elo mau ikut gue nggak?"

"Belum sih... aku cuma jualan online aja selama ini," aku Raya, jujur dan berat hati. "Emang kerjaan apa yang kamu maksud, Ris?"

Riris tersenyum. Matanya mendadak berkilat.

"Kalau gitu, elo cocok! Elo gabung gue aja!"

"Kerja apaan dulu?" tanya Raya, setengah menuntut.

"Jual diri! Mau ikut?"

...***...

Riris Sawitri

Terpopuler

Comments

🍃🦂 Nurliana 🦂🍃

🍃🦂 Nurliana 🦂🍃

😄 othorna kreatip 🥰

2024-06-17

1

Sri Utami

Sri Utami

ga bisa berkate kate aq thor 😍

2024-06-17

1

💫0m@~ga0eL🔱

💫0m@~ga0eL🔱

Nyerah sama author, kamus bahasanya banyak juga /Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-06-03

2

lihat semua
Episodes
1 AYAH RONA
2 AWAL PERNIKAHAN
3 RONA DAN HARAPAN
4 AKHIR PERNIKAHAN
5 REUNI DI KEDAI KOPI
6 KOPI WAYANG
7 DOKTER SIENNA
8 CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9 SAMUDERA DEWA
10 PENYELAMAT HIDUP
11 KENANGAN MANTAN
12 AKHIR SEBUAH JANJI
13 CALON AYAH
14 ALAM SEMESTA
15 PERJANJIAN BARU
16 WORKSHOP KOPI
17 PENCARIAN
18 AGEN RAHASIA
19 HILANG
20 MIMPI BURUK
21 CODE BLUE
22 KENANGAN CINTA
23 KENANGAN LUKA
24 DI BAWAH HUJAN
25 KESEMPATAN KEDUA
26 NAIK RANJANG
27 JODOH
28 ABSURD
29 TAK TERDUGA
30 DEMI RONA
31 PERTEMUAN KEMBALI
32 KEINGINAN SAMBARA
33 HADIAH TERINDAH
34 PULANG
35 ANITA JENKINS
36 PENGKHIANAT
37 CERITA CINTA
38 KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39 KEJUTAN
40 REALITA
41 LAMARAN
42 PENYERANGAN
43 PELARIAN
44 MARKAS RAHASIA GARUDA
45 KELUARGA GARUDA
46 MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47 MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48 MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49 MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50 MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51 MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52 RUMAH
53 BULAN DI ATAS LAUTAN
54 SITUASI TERBURUK
55 TIGA PUTRI ALHAMBRA
56 RUJUK
57 JANJI DUA SEJOLI
58 RAYUAN SAMBARA
59 GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60 KRITIS
61 MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62 MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63 MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64 MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65 MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66 MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67 MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68 MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69 KEKUATAN DUA HATI
70 RAHASIA ALHAMBRA
71 ARUS DERAS
72 MISI TERAKHIR
73 PENGORBANAN
74 KETURUNAN GONZALES
75 PERANG DI ALHAMBRA
76 EVAKUASI
77 KEKALAHAN
78 TAK PERNAH PERGI
79 JANJI SANG PENCINTA
80 KATA-KATA CINTA
81 MASA KINI
82 WASIAT
83 IBU EMPAT ANAK
84 KEJUTAN MENYENANGKAN
85 JANJI SUCI
86 CERITA BONUS
87 Ungkapan Hati Penulis
Episodes

Updated 87 Episodes

1
AYAH RONA
2
AWAL PERNIKAHAN
3
RONA DAN HARAPAN
4
AKHIR PERNIKAHAN
5
REUNI DI KEDAI KOPI
6
KOPI WAYANG
7
DOKTER SIENNA
8
CINTALAH YANG MEMBUAT DIRI BETAH
9
SAMUDERA DEWA
10
PENYELAMAT HIDUP
11
KENANGAN MANTAN
12
AKHIR SEBUAH JANJI
13
CALON AYAH
14
ALAM SEMESTA
15
PERJANJIAN BARU
16
WORKSHOP KOPI
17
PENCARIAN
18
AGEN RAHASIA
19
HILANG
20
MIMPI BURUK
21
CODE BLUE
22
KENANGAN CINTA
23
KENANGAN LUKA
24
DI BAWAH HUJAN
25
KESEMPATAN KEDUA
26
NAIK RANJANG
27
JODOH
28
ABSURD
29
TAK TERDUGA
30
DEMI RONA
31
PERTEMUAN KEMBALI
32
KEINGINAN SAMBARA
33
HADIAH TERINDAH
34
PULANG
35
ANITA JENKINS
36
PENGKHIANAT
37
CERITA CINTA
38
KEKACAUAN SEBELUM PESTA
39
KEJUTAN
40
REALITA
41
LAMARAN
42
PENYERANGAN
43
PELARIAN
44
MARKAS RAHASIA GARUDA
45
KELUARGA GARUDA
46
MASA LALU SAMUDERA: ISI HATI
47
MASA LALU SAMUDERA: AKSI BERANI
48
MASA LALU SAMUDERA: MENANG DAN HILANG
49
MASA LALU SAMUDERA: JEBAKAN
50
MASA LALU SAMUDERA: TRAGEDI
51
MASA LALU SAMUDERA: KEMBALI
52
RUMAH
53
BULAN DI ATAS LAUTAN
54
SITUASI TERBURUK
55
TIGA PUTRI ALHAMBRA
56
RUJUK
57
JANJI DUA SEJOLI
58
RAYUAN SAMBARA
59
GAGAK HITAM: ALAM SEMESTA
60
KRITIS
61
MASA LALU SAMBARA: SANG PEWARIS
62
MASA LALU SAMBARA: SANG PENDOSA
63
MASA LALU SAMBARA: SANG PENCINTA
64
MASA LALU SAMBARA: BENIH HARAPAN
65
MASA LALU SAMBARA: SKENARIO DRAMA
66
MASA LALU SAMBARA: BENIH RAHASIA ALVARO
67
MASA LALU SAMBARA: MALAM PANJANG
68
MASA LALU SAMBARA: RENCANA BESAR
69
KEKUATAN DUA HATI
70
RAHASIA ALHAMBRA
71
ARUS DERAS
72
MISI TERAKHIR
73
PENGORBANAN
74
KETURUNAN GONZALES
75
PERANG DI ALHAMBRA
76
EVAKUASI
77
KEKALAHAN
78
TAK PERNAH PERGI
79
JANJI SANG PENCINTA
80
KATA-KATA CINTA
81
MASA KINI
82
WASIAT
83
IBU EMPAT ANAK
84
KEJUTAN MENYENANGKAN
85
JANJI SUCI
86
CERITA BONUS
87
Ungkapan Hati Penulis

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!