Ini Keluarga?

Tasila tersenyum seraya mendekati suaminya dan membantu membenarkan kerah baju laki-laki itu.

"Makasih." Tasila tersenyum dan mengangguk membalas ucapan sang suami.

Ia pun menghampiri kaca rias dan berdiri disana untuk sedikit memoles wajahnya. Setelah selesai Tasila pun meraih tas cengkleknya dan menghampiri sang suami yang tengah menunggunya di luar.

"Ayo Mas." Gezze yang sedang terfokus pada handphonenya pun menoleh ke arah sang istri.

Gezze terdiam sejenak memperhatikan penampilan istrinya. Bukan, bukan baju ataupun hijab dan sepatunya yang membuat perempuan itu berbeda tetapi polesan make up tipisnya yang membuat perempuan itu semakin cantik. Selama ini Gezze tak pernah melihat Tasila menggunakan make up selain waktu acara akad nikah mereka.

"Saya punya kejutan buat kamu. Tapi saya enggak tau ini kejutan atau bukan itu kamu yang merasakan," Gezze beranjak dari duduknya dan berjalan keluar. Tasila pun mengikuti laki-laki itu.

Tasila tersenyum melihat sang suami kembali sambil membawa sebuah motor Astrea putih.

"Ayo naik," Tasila mengangguk dan menghampiri suaminya.

"Maaf ya," ucap Gezze sebelum melajukan motornya.

"Maaf kenapa Mas?" Tasila menatap wajah suaminya dari spion kanan motor.

"Kamu gak malu, kan pake motor ini?"

"Mas... Apa si yang kamu pikirin? Aku sama sekali gak malu dengan motor ini. Aku suka kok, dulu juga aku sering naik motor model ini sama almarhum Papah. Jadi, anggap saja nostalgia,"

"Jadi, kamu suka sama motor ini?"

"Suka Mas. Apapun yang kamu beli aku suka, asalkan ada manfaatnya walaupun sederhana."

"Makasih sayang." Gezze menarik tangan kiri Tasila agar perempuan itu mau memeluk pinggangnya.

Tasila tersenyum seraya mengeratkan pelukannya pada pinggang sang suami. Tangan kiri Gezze masih setia menyentuh telungkup tangan istrinya sambil mengelusnya lembut. Tasila pun menyenderkan kepalanya pada punggung sang suami sambil memperhatikan jalanan sekitar.

Aku gak tau apa yang terjadi kalo saja aku gak ketemu sama kamu Mas. Aku tau aku memang salah telah banyak berprasangka buruk sama Mas sebelumnya tapi, aku janji aku bakalan berubah dan menerima setiap keadaan Mas. Seperti ucapan ku, aku mau menikah dengan Mas bukan karena harta tapi, bukan juga karena cinta melainkan karena Allah yang memberikan nama kamu sebagai jawaban.

Dan sekarang, aku faham kenapa Allah memberikan kamu sebagai jawaban atas doa-doa ku selama ini karena kita saling membutuhkan. Aku butuh kamu sebagai pelindung ku dan kamu butuh aku untuk selalu menenani langkah hidup mu dalam keadaan mu yang sedang merosot drastis ini.

Mas gak usah khawatir ya, aku gak akan pernah ninggalin Mas apapun yang terjadi. Bahkan jika pun maut memisahkan kita aku akan selalu berdoa kepada Allah agar kita dapat di pertemukan di jannahnya.

Keinginan ku hanya satu, aku hanya ingin hidup bersama mu lebih lama lagi. Jika bisa sampai kita mempunyai cucu. Aamiin yarabbalalaamiin.

Tasila memejamkan matanya merasakan kenyamanan berada di dekat suaminya. Wangi parfum maskulin Gezze yang begitu menenangkan dan sangat Ia sukai.

Motor yang Gezze kendarai pun sampai di pekarangan rumah Pakdhe Mugi. Tasila pun melepaskan pelukannya pada pinggang sang suami seraya turun dari atas motor.

"Jujur, aku takut Mas," Tasila menunduk ragu.

"Ada Mas disini gak usah khawatir," Gezze meraih tangan kanan Tasila dan menggandengnya.

Hati Tasila menghangat mendengar Gezze mengganti panggilan saya untuk dirinya menjadi sebutan Mas.

Keduanya berjalan masuk sambil mengucap salam. Disana sudah berkumpul keluarga besar Tasila. Entah kenapa Tasila merasa tidak nyaman dengan tatapan mata mereka saat memandang Ia dan Gezze masuk ke dalam ruangan.

"Itu suaminya Tasila? Bukannya dia mantan suaminya Felina yang lagi kena sengketa harta gono-gini itu ya?"

"Demi apa suaminya Mbak Sila Gezze Sky?"

"Jadi duda yang Budhe Marni maksud Gezze Sky?"

Tasila melirik ke arah Gezze mendengar beberapa sepupunya membicarakannya. Bukan apa tapi Ia takut membuat Gezze merasa tidak nyaman karena memang yah, seperti inilah keadaannya. Ia tidak pernah dibanggakan di dalam keluarga ini. Yang ada Ia selalu dipandang sebelah mata oleh keluarga besarnya.

Gezze menggenggam tangan Tasila dan mengajaknya duduk. Tasila pun mengangguk dan ikut duduk disamping Gezze.

"Nduk," Tasila pun menyalami tangan Pakdhenya.

"Apa kabar Pakdhe?"

"Baik Nduk, makasih ya sudah mau datang,"

"Sama-sama Pakdhe." Balas Tasila ramah.

Tak lama kemudian terdengar suara ramai dari luar yang Tasila rasa calon dari Desi sudah datang. Tasila dan Gezze pun menoleh ketika keluarga mempelai pria masuk.

"Gus Dahlan?" Keduanya saling memandang cukup terkejut.

Namun yang Ia lihat disini wajah Dahlan dan keluarganya nampak kurang enak dilihat. Tidak ada raut bahagia sama sekali yang ada malah raut khawatir dan tertekan.

"Kenapa ya Mas mereka? Kok gak ada yang senyum?" Bisik Tasila.

"Mas juga gak tau. Kyai Malik gak pernah ngomong apa-apa sama Mas, ngundang Mas pun enggak." Bisik Gezze balik.

Keduanya pun terdiam sambil memperhatikan acara akad dengan raut bingung mereka.

Setelah ijab kabul selesai tak lama kemudian Desi pun keluar dari dalam kamar dengan gaun pengantinnya. Berbeda dengan wajah Dahlan, wajah perempuan itu nampak berseri-seri.

'Aneh. Apa yang sebenarnya terjadi?' Tasila benar-benar penasaran dengan perbedaan suasa disini.

Tubuh Tasila mengejut saat tiba-tiba ada yang menyenggol lengannya.

"Lihat Desi. Suaminya Gus, jadi mantunya Kyai. Lah kamu udah jadi gadis tua! Gadis ya bukan perawan. Sekalinya dapat jodoh duda yang lagi kena skandal begini."

Tasila menunduk berusaha menyimpan rasa sakit hatinya mendengar ucapan sang tante.

"Makanya La, punya relasi itu luaskan lagi. Kamu itu gak pernah becus dalam segala hal. Masa kerja jadi wanita malam, sekalinya jadi guru di pecat, berlagak hijrah tapi nyatanya masih peluk-pelukan sama cowok, terus pas dapet suami milihnya duda. Kamu mandang harta, kan karena Gezze Sky perusahaannya banyak?" Salah satu sepupunya berbisik.

Tasila hanya diam menghela nafas. Ia benar-benar harus merestok kesabarannya lebih banyak lagi.

"Kamu gak jadi korban KDRT kaya Felina, kan La?" Celetuk sepupunya yang lain.

"Ssst..." Ibu dari sepupunya itu mengode.

Tasila tak memperdulikan omongan saudara-saudaranya Ia kini fokus memperhatikan Desi yang sedang di sanjung dengan sebegitunya oleh kakek neneknya. Entah kenapa melihat hal itu membuat hati Tasila merasa sakit.

Ia bukannya iri hanya saja Ia merasa terbuang disini. Ia ingat waktu Desi wisudahan keluarga besarnya rata-rata datang terutama kakek dan neneknya yang paling antusias, mereka menyanjung-nyanjung Desi sebagai lulusan sarjana hukum.

Sedangkan waktu Ia wisudahan, keluarga besarnya tidak ada yang datang hanya paman bibi dan nenek kakeknya saja. Itupun mereka mengejeknya karena jurusan yang Ia ambil.

Ia yang memilih fakultas Ushuluddin di anggap sok paling bisa mendalami agama islam, lapangan pekerjaannya sempit lah, tidak bisa kerja lah, jurusan tidak ada gunanya lah, dan masih banyak lagi.

"Jurusan filsafat itu kerjaannya apa si? Bisa jadi pengacara? Bisa jadi pejabat? Kuliah cuma buang-buang waktu aja!" Begitulah ucapan neneknya waktu itu.

"Mantan wanita malam kok sok sokan pengen jadi Ustadzah siapa yang mau dengerin dakwah kamu?"

Tasila berusaha tersenyum walaupun hatinya tidak. Ia berusaha ikut bahagia melihat keluarga besarnya bahagia.

"Ini cucu nenek yang paling hebat." Semua orang tersenyum dan mengangguk-angguk setuju.

Gezze melirik ke arah sang istri yang Ia rasa senyuman istrinya itu penuh kepalsuan. Gezze pun merangkul pundak istrinya dan mengelusnya lembut untuk menenangkannya.

Acara akad pun selesai dan keluarga besarnya berbondong-bondong pamit pulang.

"Ini suami mu?" Tasila menoleh ketika nenek dan kakeknya datang menghampiri Ia dan Gezze.

"Iya nek, kenalin ini Mas Gezze." Gezze pun mencium punggung tangan nenek dan kakek Tasila.

"Yang benar saja kamu! Pilih suami kok duda yang pernah kena kasus begini. Gak ada yang mau sama kamu lagi selain dia?" Tasila terdiam menunduk mendengar pertanyaan pedas dari sang nenek.

"Bu, udah." Sang kakek berusaha meredakan amarah sang istri.

"Punya cucu satu ini gak ada yang bisa di banggakan. Gak Bapak gak anak sama saja! Biasanya bikin malu keluarga besar,"

"Kamu itu sama seperti almarhum Ibu mu. Matre! Kamu sengaja milih duda milyarder ini karena hartanya, kan?"

Gezze yang sudah merasa sakit hati istrinya mendapat tuduhan fitnah pun langsung menarik tangan sang istri untuk pergi dari rumah Pakdhenya.

"Humh, gak sopan! Gak ada pamit-pamitnya, selonong aja pergi. Mentang-mentang banyak duit kurang ajar sama keluarga istrinya," grutu Nenek sambil memperhatikan kepergian Tasila dan Gezze.

Sesampainya di tempat motornya terparkir, Gezze pun buru-buru menyalakan motornya.

"Naik." Perintahnya dingin.

Tasila pun naik ke jok belakang dengan wajah sendunya.

Terpopuler

Comments

Kamiem sag

Kamiem sag

salahmu sih Tas, ngapacoba datang? udah dijual! diusir, masih aja mau datang

2024-05-04

0

jaran goyang

jaran goyang

𝑑𝑖 𝑙𝑤𝑎𝑛 𝑙ℎ𝑜... 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑜𝑟 𝑥 𝑗𝑑 𝑜𝑟𝑔...𝑠𝑛𝑔 𝑛𝑦 𝑑𝑖 𝑡𝑖𝑛𝑑𝑎𝑠... 𝑔𝑘 𝑑𝑎 ℎ𝑟𝑔𝑎 𝑑𝑟 𝑠𝑢𝑎𝑚𝑖 𝑚𝑢 𝑘𝑎𝑢 𝑏𝑘𝑛

2024-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!