Menerima Keadaan

Beberapa menit Tasila tertidur hingga akhirnya adzan ashar pun berhasil membangunkannya.

"Astagfirullah hala'dzim, aku ketiduran."

Tasila melirik ke bawah menyadari ada selimut di badannya, juga Ia baru sadar tidurnya kini menggunakan bantal.

Tasila bangkit dari tempatnya dan celingukan mencari Gezze.

"Pak," Panggilnya sambil berjalan memasuki kamar dan, kosong.

"Pak Gezze kemana ya? Aku sholat dulu aja semoga setelah aku sholat Pak Gezze udah pulang."

Tasila pun berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Selesai berwudhu Ia pun mulai melaksanakan sholatnya dengan khusuk.

Pintu kamar pun terbuka dan menampilkan sosok Gezze dengan pakaian baju koko dan sarungnya. Ia tersenyum melihat Tasila sedang sholat.

Setelah mengucap dua kali salam Tasila pun menoleh ke arah Gezze.

"Habis ke masjid?"

"Iya masjid pesantrennya Kyai Malik."

Tasila terdiam mendengar itu. Ia baru sadar jika rumah yang Ia dan Gezze tempati sekarang jaraknya tidak jauh dari pesantren tempatnya mondok dan mengajar dulu.

"Maaf ya Pak kalo Bapak mendengar sesuatu yang gak enak tentang saya disana," Tasila menunduk merasa tak enak hati.

"Kata Kyai Malik kamu itu dulu pernah menjadi salah satu santriwati yang tekun. Kamu belajar disana selama 2 tahun dan kamu sudah mampu menguasai beberapa kitab dan hafal 10 juz Al-Qur'an bahkan kamu sudah mampu membagikan ilmu agama kamu dengan metode dakwah. Hingga akhirnya Kyai Malik pun mengangkat kamu sebagai ustadzah. Soal video masalalu kamu yang tersebar dan foto kamu di halte bersama Edric__"

"Loh, Bapak tau Edric?" Tasila cukup dibuat terkejut mengetahui itu.

"Edric itu keponakan saya. Dia mantan kamu benar?" Tasila menunduk dan mengangguk.

"Iya kami putus karena Edric selingkuh,"

"Kenapa dia selingkuh?" Gezze mendudukkan dirinya di tepi ranjang.

"Dia selalu menginginkan sesuatu hal yang lebih dari saya tapi saya selalu menolak karena saya berprinsip bahwa saya tidak akan pernah memberikan hal itu kepada siapapun sebelum pernikahan terjadi. Karena masalah itulah akhirnya Edric mencari kesenangannya sendiri dengan wanita lain," Gezze tersenyum sengit mendengar cerita Tasila.

"Brengsek juga dia. Sama seperti orang tuanya," Gezze melipat kedua tangannya.

"Kamu tau kenapa umur saya sebagai paman tidak terlalu jauh dengan Edric?" Tasila menggeleng.

"Karena dia anak haramnya Mas Tito. Mas Tito membuat Edric pada saat umurnya masih 18 tahun,"

"Tapi, saya bersyukur kamu baik-baik saja," Tasila tersenyum tipis dan mengangguk.

"Sebelumnya saya juga mau minta maaf Pak. Saya sudah banyak seudzon sama Bapak. Saya mengira Bapak menikahi saya karena ingin menyakiti saya. Saya ikut termakan berita KDRT itu," Gezze tersenyum geli mendengar itu.

"Karena itu kamu mengira es krim yang saya berikan beracun?"

Tasila meringis merasa malu. "Maaf ya Pak"

"Lagi, alasan saya mau menikah sama Bapak karena saya pikir lebih baik tinggal di rumah Bapak daripada saya jadi gelandangan. Yang ada dipikiran saya malam itu, saya pasrah mau Bapak jadikan saya pembantu juga gak papa. Lagian kerjaan saya dirumah Pakdhe Mugi juga masak sama bersih-bersih."

Gezze memperhatikan wajah istrinya yang penuh dengan penyesalan itu.

"Saya gak mungkin setega itu sama kamu. Tapi gak papa kok saya paham keadaan kamu sedang kacau waktu itu. Tapi saya senang bisa membantu kamu sejauh ini,"

"Mmm... Tumben," Tasila terbangun dari posisi duduknya seraya melepas mukenanya hingga menyisakan hijab instan di kepalanya.

"Tumben kenapa?"

"Bapak mau ngomong panjang,"

"Karena kata Kyai Malik perkataan itu bisa menjelaskan segalanya. Dan saling sharing dengan pasangan bisa membuat rumah tangga menjadi lebih harmonis," Tasila tersenyum lembut mendengar itu.

****

Tasila menyajikan makan malam untuk suaminya. Memang sajiannya tak semewah waktu mereka masih tinggal di rumah yang lama tapi, setidaknya makanan ini masih layak untuk dimakan.

"Maaf ya Pak cuma ikan sama tempe doang." Tasila sedikit merasa tidak enak.

Tasila pun duduk di depan Gezze seraya mengambilkan secentong nasi untuk suaminya dan dirinya sendiri.

"Gak papa kok Ta, saya masih bisa makan ini semua,"

"Makasih ya Pak udah mau ngertiin,"

"Harusnya saya yang berkata seperti itu,"

"Gak papa Pak saya ikhlas," Tasila tersenyum lembut untuk meyakinkan suaminya.

"Jangan panggil Pak lagi. Kamu istri saya bukan karyawan saya,"

Tasila menatap Gezze dengan dahi mengernyit. "Lalu saya harus manggil apa?"

"Ya... Terserah kamu tapi jangan panggil Bapak," Gezze menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya.

"Kalo Mas?" Gezze menoleh dengan tatapan teduhnya.

"Boleh." balas Gezze dengan senyuman tipis.

Tasila menunduk dan mengangguk canggung.

Keduanya mulai menikmati makan malam mereka dengan hidmat. Makanan sederhana namun jika ditangan yang tepat akan terasa sama saja nikmatnya.

"Alhamdulillah." Ucap Tasila setelah makannya selesai.

Tasila pun menumpuk piring-piring kotor di atas meja untuk membawanya ke dapur.

"Saya bantu ya?"

"Enggak usah Pak emm, Mas. Biar saya aja, mending Mas istirahat di kamar."

Gezze meraih tumpukan piring di atas meja. "Yaudah saya bawain sampe dapur ya." Tasila pun mengangguk.

Gezze pun melangkah menuju dapur sambil membawa piring-piring itu.

"Makasih ya Mas. Yaudah gih istirahat,"

"Iya." Gezze tersenyum tipis sebelum akhirnya berjalan pergi.

Tasila pun mulai mencuci piring dan membilasnya lalu meletakkannya kedalam rak. Tasila membayangkan andai saja Gezze memiliki istri dari kalangan artis ataupun anak konglomerat apakah mereka mampu menemani Gezze di titik terendahnya seperti ini?

Tasila bersyukur Allah mentakdirkan nya untuk menjadi pendamping laki-laki itu. Baginya mudah saja pekerjaan ini Ia lakukan sendiri karena Ia sudah terbiasa dengan kehidupan lamanya.

"Sekarang aku tau kenapa Allah mentakdirkan kita bersama Mas. Semoga kita bisa selalu Istiqomah menjalani ini."

Setelah menyelesaikan cuci piring, kali ini Tasila dibuat bingung. Kamar di rumah ini hanya satu yang ada kasurnya dan tentunya kini sedang di tempati Gezze tidur. Apakah Ia dan Gezze akan pisah kamar lagi seperti dirumah lama?

Tasila mendudukkan dirinya di atas sofa. Entah kenapa Ia jadi merasa ragu untuk masuk kamar karena sebelumnya Ia tidak pernah seranjang dengan Gezze.

Krieet...

Tasila menoleh mendengar pintu kamar terbuka.

"Loh, belum tidur Mas?"

"Belum. Ayo gih tidur udah malem kok masih di sini," Tasila terdiam menelan ludah.

"Kita sekamar?" Cicitnya.

"Iya. Emangnya kenapa?" Gezze menggerakkan satu alisnya menatap Tasila.

"Gak papa? Takutnya Mas gak nyaman. Kita kan gak pernah sekamar sebelumnya," Tasila menunduk sambil memainkan jarinya.

"Saya nyaman-nyaman aja kok. Kita kan sudah suami istri jadi gak ada masalah mau tidur seranjang juga,"

"Gitu ya?" Tasila mengigit bibir bawahnya gelisah.

"Ayo masuk." Tasila mengangguk seraya beranjak dari duduknya dan berjalan memasuki kamar.

Degup jantungnya mendadak menjadi tidak stabil. Kamar minimalis ini yang tentunya ukurannya sangat jauh dengan kamar dirumah Gezze yang lama, seperti membuat Tasila sesak nafas. Bukan, bukan karena ukurannya melainkan karena suasananya.

Tasila mendudukkan dirinya di tepi ranjang dengan ragu. Ia melirik ke arah Gezze yang kini sudah membaringkan tubuhnya dengan atensi menatap ke arah Tasila.

"Kenapa?"

"Enggak papa Mas."

Tasila pun memberanikan diri merebahkan tubuhnya walaupun terasa aneh.

"Enggak di lepas hijabnya? Gak panas hmm?"

"Enggak papa Mas."

Gezze menghela nafas. Selama mereka menikah, Ia tidak pernah melihat sehelai pun rambut istrinya itu.

"Good night." ucap Gezze sebelum memejamkan mata.

Tasila tak membalas Ia hanya diam dengan wajah tegangnya. Gezze nampak kesal menyadari istrinya hanya diam tak membalas ucapan selamat malamnya. Jika di room chat perempuan itu biasanya akan membalas hanya dengan kata IYA.

Adzan subuh pun membangunkan tidur nyenyak Gezze. Laki-laki itu beranjak dari tempat tidurnya dan bergegas menuju kamar mandi. Ia pun kembali ke kamar berniat untuk membangunkan istrinya namun ternyata istrinya telah bangun duluan.

"Udah Mas?"

"Udah, kamu wudhu gih. Saya tunggu di kamar tempat sholat." Tasila mengangguk seraya beranjak dari duduknya.

Gezze pun melangkah memasuki ruangan kosong yang dikhususkan untuk beribadah. 5 menit Gezze menunggu akhirnya Tasila pun datang dengan sudah mengenakan mukena.

Keduanya mulai melaksanakan sholat dengan khusuk.

"Assalamu'alaikum warahmatullah." keduanya menoleh ke kanan dan ke kiri.

Tasila pun merangkak mendekati Gezze sambil menyodorkan tangannya. Gezze tersenyum tipis seraya membalas sodoran tangan istrinya.

"Ta,"

"Iya Mas?"

"Kamu sudah berapa tahun hijrah?"

"Kurang lebih lima tahun Mas. Kalo boleh tau juga, Mas udah berapa tahun jadi mualaf?"

"Alhamdulillah empat tahun." Tasila mengangguk-angguk faham.

Tasila mengambil Al-Qur'an di atas meja kecil dan mulai membukanya.

"Kamu gak ngajak saya?" Tasila menoleh mendengar itu.

"Oh, ayo kalo Mas mau tadarusan bareng," Gezze pun mengambil Al-Qur'an lain dan membukanya.

"Pelan-pelan ya bacanya saya belum terlalu lancar dengan hukum tajwidnya,"

"Iya Mas."

Keduanya pun memulai dengan surah Al-fatihah dan dilanjutkan dengan surah al-waqiah. Tentunya Tasila berusaha untuk pelan-pelan dan jelas supaya Gezze tidak ketinggalan.

"Shodaqoallahuladzim," keduanya saling memandang setelah selesai mengaji.

"Saya rasa yang bikin Mas agak kesulitan untuk fasih mengucap tajwidnya karena aksen Mas. Mas itu biasa ngomong bahasa Inggris ya?"

"Saya dari kecil selalu di ajarkan bahasa Inggris karena memang mendiang Papa orang Eropa tapi, sejak orang tua saya meninggal saya sudah jarang pake bahasa Inggris, soalnya saya ngomong bahasa Inggris cuma sama mereka doang" Tasila mengangguk-angguk faham.

"Kapan orang tua Mas meninggal?"

"Papah meninggal waktu umur saya masih 13 tahun sedangkan Mamah meninggal waktu umur saya 18 tahun,"

"Mmm... Yaudah Mas saya ke dapur dulu ya mau bikin sarapan. Mas mau dibikinin apa?"

"Nasi goreng seperti biasa." Tasila tersenyum dan mengangguk seraya beranjak dari duduknya.

Gezze memperhatikan kepergian Tasila. Setelah dirasa Tasila sudah benar-benar pergi Gezze pun meraih handphonenya yang Ia letakkan di atas meja dan mulai menghubungi seseorang.

"Gimana keadaan kantor Dik?"

"....."

"Okeh. Lo handle dulu semuanya sampe misi gue selesai"

Tuut....

Terpopuler

Comments

Nur Soleh

Nur Soleh

jadi sebenarnya g bangkrut ya'
mungkin hanya ngetes tasila aja' kali ya'
supaya yakin tulus apa tidak seorang istri menemani suaminya dlm keadaan ekonomi anjlok ... cakep Thor...👍

2024-04-17

2

Kamiem sag

Kamiem sag

Ze beneran bangkrut gak sih

2024-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!