Kunjungan ke Pesantren

Disisi lain di ruang dapur Tasila nampak murung karena merindukan sosok Bi Siti. Biasanya pagi-pagi seperti ini Ia akan mengobrol banyak dengan Bi Siti saat wanita paruh baya itu sedang membersihkan dapur dan dirinya memasak sarapan untuk suaminya.

"Bi Siti gimana ya disana? Semoga Bi Siti bisa menemukan majikan lain yang lebih baik. Aamiin." Harapan Tasila.

"Ta, saya bantu ya," Tasila menoleh ketika tiba-tiba ada tangan yang meletakkan piring di sampingnya.

"Makasih Mas. Duduk aja gih udah mau mateng kok." Gezze mengangguk seraya mendudukkan dirinya di atas kursi depan meja makan.

Tak lama kemudian Tasila pun membawakan dua porsi nasi goreng dan meletakkannya di atas meja.

"Ta, mmm..." Gezze nampak ragu untuk berbicara.

"Ada apa Mas?"

"Maaf ya saya udah gak bisa ngasih kamu uang jutaan lagi. Saya cuma punya dua ratus ribu." Gezze memberikan dua lembar uang merah itu.

Tasila tersenyum lembut seraya menerimanya.

"Enggak papa Mas Alhamdulillah. Ini udah cukup kok daripada gak ada sama sekali. Lagian, kita juga udah enak. Ada tempat tinggal, masih bisa makan dan, Allah masih memberikan kita nikmat syukur, itu yang paling penting," Gezze menatap wajah cantik istrinya dalam.

"Mas kenapa liatin saya kaya gitu?"

"Saya cuma kagum aja sama kamu. Baru kali ini saya bertemu dengan perempuan yang masih mau bersikap baik kepada suaminya walaupun suaminya sudah tidak memiliki kemewahan lagi,"

".Mas, hidup itu takdir. Gak ada yang perlu saya benci apalagi saya tinggalkan. Saya yakin Allah itu punya caranya sendiri untuk membuat hambanya bahagia, hanya kitanya saja yang harus selalu bersyukur dan berprasangka baik terhadap takdir hidup kita,"

"Sungguh rugi laki-laki sebelum saya yang telah rela membatalkan niat mereka hanya gara-gara masalalu kamu,"

"Mas, saya bersyukur bisa berakhir bersama Mas disini. Sekarang saya tau kenapa Allah selalu membatalkan proses pernikahan saya sebelumnya karena Allah mau saya mendampingi laki-laki hebat seperti Mas,"

"Bisa aja kamu." Gezze terkekeh pelan.

Tasila tersenyum lembut dan melanjutkan makannya. Keduanya pun mulai menikmati makanan mereka dengan hidmat tanpa obrolan lagi.

"Mm... Ta," Gezze meletakkan sendok nya setelah selesai makan.

"Iya Mas?"

"Kamu mau ikut saya ke pesantren? Pak Kyai Malik ingin saya mengajak kamu ke rumahnya. Beliau dan istrinya merindukan mu sebagai santriwati terbaik mereka sekaligus mantan abdi ndalem yang paling tekun."

Tasila terdiam sejenak menimang-nimang keputusannya. Jujur Ia takut untuk kembali menginjakkan kaki ke tempat itu. Aib masalalunya telah tersebar di kalangan Ustadz dan Ustadzah serta foto Ia yang sedang berada di halte bersama Edric entah siapa yang tega memotretnya waktu itu.

"Kalo kamu gak siap gak papa kok," Tasila menatap Gezze teduh.

"Insyaallah saya akan kesana bersama Mas. Saya juga kangen sama Bu nyai,"

"Yaudah, saya siap-siap dulu ya." Tasila tersenyum dan mengangguk.

****

"Kosong?" Pria berjas hitam itu terbangun dari duduknya dan menatap anak buahnya tidak percaya.

"Iya Pak rumahnya kosong. Kantor utamanya juga kami perhatikan selalu tutup." Mendengar informasi dari bawahannya, pria berjas hitam itupun menampilkan senyuman liciknya.

"Jadi beneran dia bangkrut?"

"Seperti begitu Pak,"

"Silahkan keluar, kalo saya butuh kalian lagi nanti saya calling" Kedua anak buahnya menunduk dan mengangguk seraya berjalan keluar dari ruang kerja Pria itu.

"Bagus sayang. Kamu berhasil lagi." Monolog Pria itu sambil menatap ke luar jendela.

Pria itupun mulai menghubungi seseorang. Dan tak berselang lama seseorang yang tadi dihubunginya pun datang. Dia adalah seorang perempuan berdres merah tanpa lengan yang langsung menghampiri dan memeluknya.

"Kamu melakukannya dengan baik. Tank you honey,"

"Mudah saja," perempuan itu tersenyum remeh.

"Mas. Kamu kapan si mau nikahin aku? Udah 4 tahun loh kita pacaran. Kamu bilangnya mau cerain istri kamu." Perempuan itu melipat kedua tangannya kesal.

Pria itupun memeluknya dari belakang sambil mendusel-dusel.

"Sabar ya sayang. Aku masih harus merebut kantornya Mamah dari si bungsu sialan itu. Kamu kan tau aku di kantor ini cuma numpang, ini punya istri aku loh. Kalo aku ceraikan dia sekarang nanti aku gak dapet apa-apa," perempuan itu menoleh ke belakang menatap pria itu seraya mencebikan bibirnya kesal.

"Yaudah deh. Demi kamu aku rela nunggu,"

"Makasih sayang."

Pria itu tersenyum manis sebelum akhirnya beraksi melumat bibir perempuan itu.

"Mau main disini hmm?" Pria itu tersenyum menggoda.

"Ah, kamu!"

****

Gezze menatap layar handphonenya dengan serius saat Sidik mengirimkan sebuah informasi kepadanya.

"Mas," Gezze menoleh ketika Tasila menepuk pundaknya.

"Mmm... Ta, liat bentar." Gezze mengarahkan layar handphonenya agar Tasila bisa melihat gambar didalamnya.

Tasila pun meraih handphone Gezze untuk melihat lebih dekat.

"Ini tokonya Mas?" Gezze mengangguk cepat.

"Menurut Sidik yang membeli berlian hitam itu ada beberapa miliyarder. Dan rekening atas nama kakak kedua saya tertera dalam transaksi."

"Kakak kedua Mas itu ayahnya Edric?"

"Bukan, Mas Tito itu Kakak pertama saya kalo Kakak kedua saya namanya Mas Johan. Dia gak kalah licik juga dari Mas Tito,"

"Tolong kirim datanya sama saya. Nanti saya bantu selidiki juga,"

"Iya nanti saya kirim. Ayo kita berangkat sekarang."

Keduanya pun berjalan pergi secara beriringan.

Beberapa menit mereka berjalan akhirnya merekapun sampai di kediaman Kyai Malik.

"Masyaallah Tasila apa kabar?" Umi Dini yang membukakan pintu pun langsung berhambur memeluk Tasila.

"Baik Bunyai Alhamdulillah. Bunyai sendiri bagaimana?"

"Alhamdulillah baik nak. Mari masuk, Gezze." Umi Dini menggandeng Tasila masuk dan mempersilahkan Gezze.

Ketiganya pun duduk di atas sofa ruang tamu sambil berbincang-bincang.

"Maafkan Dahlan ya Nak,"

"Enggak papa Bunyai. Tasila udah maafin Gus Dahlan kok," Tasila tersenyum lembut.

"Umi benar-benar merasa tidak enak sama kamu. Padahal awalnya Dahlan yang keukeh ingin melamar kamu tapi hanya gara-gara video masalalu kamu dia jadi seperti itu,"

"Soal foto itu..."

Umi Dini menyentuh telungkup tangan Tasila hangat. "Gezze sudah bercerita semuanya, kamu di jebak, kan? Ada seseorang yang sengaja memerintahkan laki-laki di dalam foto itu untuk melakukan adegan itu agar dia bisa diam-diam memotret kamu." Tasila nampak dibuat terkejut dengan pernyataan Umi Dini.

Ia pun melirik ke arah Gezze dan laki-laki itu hanya mengangguk tenang.

"Tapi maaf ya nak, Bunyai tidak bisa meyakinkan Dahlan bahwa kamu tidak bersalah,"

"Enggak papa kok Bunyai Gus Dahlan butuh waktu, Tasila paham."

Atensi Tasila teralihkan saat seorang laki-laki berkoko putih melintas didepannya sambil meliriknya sengit.

"Mas." sapa laki-laki itu ke arah Gezze sebelum kembali melangkah pergi.

"Gezze..."

"Iya Bunyai?" Gezze tersenyum kecil.

"Jaga nak Sila ya. Bunyai yakin kamu sosok laki-laki yang baik dan bertanggungjawab. Nak Sila ini pinter loh, cocok untuk membimbing kamu mendalami islam,"

"Pasti Bunyai." Gezze mengangguk kecil.

"Soal video dan foto itu apakah seluruh warga pesantren tau?" Tanya Tasila.

"Enggak kok nak. Hanya para pengajar saja yang tau. Tidak usah khawatir kami paham hukumnya menyebarkan aib orang lain,"

"Makasih Bunyai. Saya benar-benar khawatir murid-murid saya akan membenci saya jika sampai mengetahuinya."

"Tidak akan, Bunyai yang akan menjamin itu. Oh iya, sebentar ya Bunyai ke dapur dulu." Bunyai pun beranjak dari duduknya. Tasila pun menanggapi dengan senyuman dan anggukan.

Tasila terkejut saat tiba-tiba Gezze meraih tangannya dan menggenggamnya hangat.

"Jangan kebanyakan overthinking," nasehatnya.

"Iya Mas." Tasila tersenyum manis sambil menatap mata bening Gezze.

Gezze pun refleks langsung menunduk saat merasakan debaran jantungnya yang tiba-tiba menjadi abnormal.

"Mas gak papa?" Tasila nampak khawatir melihat wajah putih Gezze yang tiba-tiba memerah.

"Memangnya saya kenapa?" Gezze melirik sekilas ke arah Tasila.

"Muka Mas merah," Celetuk Tasila yang sontak membuat Gezze semakin malu.

"Saya ke kamar mandi dulu." Gezze beranjak dari duduknya dan buru-buru pergi menuju kamar mandi ndalem.

Tasila menghela nafas sambil memperhatikan kepergian suaminya. Entah kenapa Ia merasa akhir-akhir ini Gezze cukup aneh.

Sebetulnya tidak aneh hanya saja sifat aslinya mulai terlihat.

Saat awal-awal menikah Gezze itu dingin dan seringkali menganggurinya kini laki-laki itu jadi sedikit lebih hangat dan lebih banyak perhatian kepadanya.

"Apa Mas Gezze blushing ya? Kok malah Mas Gezze yang blushing si?" Tasila terkekeh geli dengan kelucuan suaminya.

Terpopuler

Comments

Kamiem sag

Kamiem sag

Zeeeeeeee

2024-05-04

0

jaran goyang

jaran goyang

𝑚𝑜𝑔𝑎 𝑘𝑎𝑢 𝑘𝑒𝑡𝑎𝑢𝑎𝑛 𝑠𝑚 𝑏𝑛𝑖 𝑚𝑢....

2024-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!