BAB 15 - PENAKLUKKAN PERTAMA (2)

Ada sekitar tiga puluh skeleton sedang berjalan ke arah Zeha. Bersamaan dengan itu, Zeha juga melangkah mendekat dan memotong tubuh para skeleton itu. Zeha bisa merasakan perbedaan kekuatan antara monster skeleton dengan monster laba-laba yang ia lawan saat itu. Monster yang ia lawan sekarang jauh lebih lemah, sehingga ia bisa dengan mudah menghabisi semua skeleton yang ada di sana.

Mata Zeha teralihkan pada sebuah kristal kecil berwarna hijau yang tergeletak di tanah. Kristal itu muncul dari tubuh skeleton yang ia kalahkan.

Zeha mengambil salah satu kristal itu, dan mengamatinya dengan teliti. “Litch, apa kau tahu ini apa?”

(Itu adalah batu mana.)

Kening Zeha berkerut bingung. “Batu mana? Apa artinya itu?”

(Batu mana yang berfungsi sebagai inti jantung para monster. Monster bisa hidup berkat batu mana itu. Semakin kuat monsternya, maka semakin besar pula mana yang terkandung di dalam batu mana.)

Zeha tak begitu paham, tapi yang jelas dia merasa kagum. “Apa aku bisa mengumpulkannya?”

(Tentu saja bisa.)

“Tapi ... Batu mana ini akan aku gunakan untuk apa?” Zeha menyentuh dagu dan berpikir keras. “Apa ini bisa dijual? Pasti batu mana ini akan laku keras jika aku menjualnya ke Menara Sihir.”

Ketika Zeha disibukkan oleh imajinasi konyolnya, segerombolan skeleton tiba-tiba muncul kembali. Kali ini jumlahnya tiga kali lebih banyak dari sebelumnya.

Zeha tertawa masam. Sejauh ini dia memang bisa mengalahkan semua skeleton dengan mudah. Tapi jika jumlahnya sebanyak ini, tetap saja dia akan kesulitan.

Skeleton-skeleton itu berlari kencang ke arah Zeha. Tanpa banyak berpikir, Zeha juga menghunus pedangnya dan memotong setiap skeleton yang mendekat.

Saat ini Zeha hanya bisa melakukan serangan jarak dekat. Ia masih belum bisa menguasai penggunaan sihir jarak jauh. Itu membuat situasinya sekarang jadi cukup sulit.

“Oi, oi ... Yang benar saja ...?” Zeha tak bisa menjeda serangannya barang sedetik, lantaran para skeleton terus bertambah banyak.

Ekspresi wajahnya mengeras ketika menyadari dirinya yang cukup kesulitan melawan para skeleton yang sudah mengepungnya. “Sial! Jika saja aku bisa menggunakan serangan jarak jauh ...!”

Selagi Zeha sibuk membasmi para skeleton, Sang Putra Mahkota, Xavier Alexander baru saja tiba di lokasi kejadian. Kereta kuda yang ia naiki terlihat begitu mewah, dan bersinar.

Seorang pria berambut perak yang mengenakan seragam putih, turun dari kereta kuda. Pria itu melangkah menghampiri Rose yang masih termangu di depan gate.

“Permisi, Lady ...” panggil Xavier, dan membuat Rose refleks membalikkan badannya kaget. Ia lebih terkejut lagi saat melihat siapa pribadi yang telah memanggilnya itu. Segera ia membungkuk dan memberi hormat.

“Sa-salam kepada Matahari Kecil Kekaisaran ...” ucap Rose kikuk. Tentu saja dia sangat gugup karena pria yang tengah berdiri di hadapannya sekarang adalah seorang Putra Mahkota.

“Ada yang ingin aku tanyakan kepadamu.”

“Si-silahkan tanya apa saja, Yang Mulia.”

“Apa yang kau lakukan di depan gate? Kau tahu, kan itu berbahaya,” tanya Xavier diiringi dengan tatapan dingin.

Rose terkejut dan langsung berdiri tegak. Ekspresi tegang di wajahnya langsung digantikan oleh ekspresi cemas. “Mohon maaf, Yang Mulia, tapi di dalam sana ada sahabat saya yang sedang berburu monster.”

Xavier sukses terkejut hingga kedua matanya membulat. “Apa katamu?! Siapa yang mengizinkan seseorang masuk ke dalam?”

“Saya minta maaf. Tapi teman saya bersikeras untuk masuk sendirian!”

Xavier menghembuskan napas kasar sembari mengusap wajahnya. Ia berpaling dan mengamati gate dengan kening berkerut. Sebenarnya ia bisa merasakan energi sihir yang terpancar dari gate tersebut tidaklah tinggi. Malah bisa dibilang sangat lemah. Namun tidak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi di dalam dungeon. Terlebih kasus kemunculan gate di Kekaisaran masih menjadi misteri.

Xavier menoleh pada Rose sebentar untuk memberi perintah sebelum beranjak menghampiri pasukannya yang lain.

“Menjauhlah dari gate. Di sini sangat berbahaya.”

“Ba-baiklah ...”

Xavier memperhatikan pasukannya satu persatu, seperti sedang meneliti sesuatu. Setelah itu, dia membuka suaranya.

“Hans, kali ini aku akan menunjukmu sebagai ketua tim penyerangan. Kau akan pergi bersama Ryan dan Vior.” Kemudian Xavier berpaling pada dua orang wanita yang berdiri di paling ujung. “Lalu untuk healer, aku menunjuk kalian berdua.”

Kedua wanita itu tampak cukup terkejut sekaligus senang. Mereka adalah healer tingkat menengah, Karina dan Iansa.

Hans, dan keempat pasukan yang sudah ditunjuk oleh Xavier berbaris di depan.

Xavier kembali berbicara, “Gate yang akan kalian masuki merupakan gate tingkat rendah. Tapi aku tidak menjamin apa yang akan terjadi di dalam. Karena itu aku menunjuk Hans sebagai ketua tim.”

Hans melirik anggotanya yang tampak cemas. Itu wajar karena pada kasus sebelumnya, para Swordsman Mage dikabarkan menghilang bersamaan dengan hilangnya gate secara tiba-tiba. Jelas kabar itu membuat mereka takut untuk masuk ke dalam gate. Oleh karena itu, Hans pun angkat bicara, “Apa yang harus kami lakukan di sana?”

“Bunuh monster yang ada di dalam.”

Hans dan keempat anggotanya sukses terkejut.

“Ada seseorang yang masuk ke dalam tanpa izin. Kalian pergi dan selamatkan dia.”

Hans menatap tajam dan penuh keyakinan. Lalu ia menjawab dengan tegas, “Akan saya laksanakan, Yang Mulia!”

Tim yang Xavier tunjuk bukanlah orang-orang yang lemah. Dengan kemampuan mereka, ia yakin kalau penyerangan kali ini akan berhasil. Tapi ia tetap cemas.

“Hati-hati.”

“Baik!” Seluruh pasukan menjawab dengan serempak. Setelah itu mereka pergi bersama-sama memasuki gate.

Xavier memperhatikan punggung mereka dari jauh. Perasaan gelisah semakin membesar ketika pasukannya telah masuk satu persatu, hingga tak ada yang tersisa. Ia hanya bisa berharap agar tidak ada hal buruk yang terjadi di dalam sana.

-

-

-

Begitu masuk ke dalam, Hans dan keempat anggotanya dikejutkan oleh ratusan tulang-belulang yang tergeletak di tanah. Pemandangan ini sangat lazim di mata mereka. Tampak seperti bekas mayat manusia, namun tidak tercium bau bangkai sama sekali.

“Apakah ini skeleton?” Vior pertama kali angkat bicara.

“Kurasa begitu,” jawab Hans. Ia pun bingung kenapa ada banyak mayat skeleton di sana. Seperti yang dikatakan oleh Xavier, bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam tanpa izin. Orang yang menghabisi semua skeleton itu pasti orang itu.

“Ketua, coba lihat ini!”

Hans berbalik saat Vior memanggilnya. Matanya teralihkan pada beberapa buah batu mana berwarna hijau yang tengah dipegang oleh Vior.

Para anggota yang lain juga ikut menghampiri Vior karena penasaran.

Alis Hans menyatu. “Apa itu?”

“Aku tidak tahu. Tapi coba pegang, meski sedikit, aku bisa merasakan adanya mana dari dalam batu ini,” jawab Vior. Ia lalu memberikan batu mana itu pada anggota yang lain.

Mereka semua terdiam saat berusaha menelaah batu mana tersebut. Dan tak lama, mereka tersentak kaget.

“Aku bisa merasakan mana dari batu ini!” ucap Ryan. Tak hanya Ryan, Hans, Karina dan Iansa juga bisa merasakannya.

“Sungguh batu yang unik.” Hans bergumam pelan seraya memandangi batu mana itu lekat-lekat.

“Batu itu juga tersebar di sepanjang gua. Apakah ini dungeon harta karun?” Ryan mulai menebak.

“Akan bagus jika begitu,” imbuh Karina. “Mungkin ini juga bisa dijual dengan harga tinggi. Menara Sihir pasti sangat menyukai batu ini.”

“Kau benar,” Hans menimpali. Kemudian dia kembali berbalik dan melangkah pergi. “Ayo pergi. Untuk masalah batu itu, kita bisa pikirkan nanti.”

“Baik.”

Lalu mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Di sepanjang jalan, mereka tak menemui satu ekor pun monster yang masih hidup. Mereka hanya terus disuguhi oleh tulang-tulang skeleton yang tercerai-berai. Jika dihitung, mungkin jumlah skeleton itu hampir seratus.

Hans terkejut saat menyadari ada seseorang yang bisa menghabisi semua skeleton-skeleton itu.

“Apakah orang itu adalah swordsman mage tingkat tinggi? Hebat sekali dia bisa mengalahkan semua skeleton ini.” Karina berkata sembari mengamati setiap tulang yang tercecer di tanah.

“Ini adalah dungeon tingkat rendah. Karena itu monsternya juga jauh lebih lemah. Untuk setingkat ini, bahkan seorang kesatria juga bisa melakukannya,” jawab Hans menjelaskan.

Mereka berhenti ketika menemukan sebuah gua lain yang besarnya jauh lebih besar dari gua yang mereka lalui. Di sana, mereka langsung dikejutkan oleh pemandangan yang luar biasa. Seluruh tubuh mereka mematung karena terlalu terkejut.

“A-apa ... I-itu ...?!” Iansa selaku healer, tampak sangat syok. Bahkan matanya yang membesar itu tampak akan keluar.

Hal yang tengah mereka saksikan, tak lain adalah seekor ular raksasa yang menggeliat kasar di sana dengan seluruh tubuhnya yang terbakar oleh api.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!