BAB 14 - PENAKLUKKAN PERTAMA

Zeha dan Rose sudah berteman sejak kecil. Mereka tumbuh dan bermain bersama-sama. Sejak Zeha kehilangan orang tuanya, ia tinggal bersama Rose hingga beranjak dewasa. Kali terakhir Zeha bertemu dengan Rose itu sekitar setahun yang lalu, saat hari dimana Zeha dikeluarkan dari akademi.

Namun pertemuan itu tak berlangsung lama, lantaran Zeha kembali ke Ibu Kota untuk mencari pekerjaan. Dan sejak itu, mereka tak pernah bertemu lagi.

Sedari tadi Rose tak bisa menghentikan senyuman di wajahnya yang tengah memandangi Zeha. Ia merasa senang bisa bertemu dengan sahabat satu-satunya setelah sekian lama.

Sementara Zeha tak kuasa menahan malu saat dirinya ditatap secara terang-terangan oleh wanita yang ia sukai, tak lain adalah wanita di depannya, Roselina Eden.

Mata Rose teralihkan pada sebuah pedang yang tergantung di punggung Zeha. “Kau belajar swordsmanship?”

Zeha sukses terkejut oleh pertanyaan itu. Ia baru sadar kalau saat ini Rose tengah memperhatikan pedangnya.

“Ah, aku mempelajarinya belakangan ini.” Zeha tersenyum kikuk.

Rose tak terkejut atau sejenisnya, ia justru tersenyum bangga. Zeha yang ia kenal dulu tidak tampak seperti ini. Dulu, Rose tidak bisa melihat semangat atau pun tekad di mata Zeha sejak hari kelulusannya. Yang terpancar di balik sorot mata itu adalah keputusasaan.

Namun kini, tatapan Zeha sudah sepenuhnya berubah. Karena itu Rose merasa sangat lega sekaligus senang.

“Bagaimana kabarmu belakangan ini?” tanya Rose.

Zeha menjawab, “Tidak terlalu buruk. Ada banyak hal yang terjadi.”

Detik itu juga, ekspresi Rose berubah cemas. Ia memukul meja dan berteriak, “Apa kau mengalami kejadian buruk?!”

“Hah? Ti-tidak ... Bukan begitu ...” Zeha menjawab dengan cepat sembari melambaikan kedua tangannya. Ia sengaja berbohong soal dirinya yang baru saja kehilangan seseorang yang berharga.

Rose sontak menghela napas lega. “Tolong jangan membuatku cemas ...”

Zeha membalas dengan kekehan pelan. Sesungguhnya ia tak tahu kenapa Rose begitu peduli padanya. Meskipun sebenarnya ia senang karena diperhatikan oleh orang yang ia sukai.

Rose menggembungkan pipinya karena kesal. “Kau harus selalu—”

“KYAAAA!”

Zeha dan Rose tiba-tiba dikejutkan oleh teriakan kencang dari arah luar. Mereka berdua sontak beranjak dari sana dan berlari keluar dari restoran. Begitu sampai, hal yang pertama kali mereka lihat adalah kekacauan.

Badai kencang muncul entah dari mana dan membuat para warga kepanikan hingga berlari terbirit-birit mencari tempat berlindung.

Zeha mencoba untuk meneliti keadaan sekitar. Tetapi konsentrasinya langsung turun saat Rose tiba-tiba memanggilnya.

“Zeha, lihat di sana!”

Zeha segera berpaling dan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rose. Di tengah-tengah jalan persimpangan, muncul sebuah pusaran magis bersama biru secara tiba-tiba. Pusaran magis itu sama persis seperti yang ia temui di hutan. Namun panjang diameternya lebih kecil dari yang ia temui di hutan. Kira-kira diameternya sepanjang 4 meter.

“I-itu ... Gate ...!” ucap Rose yang sudah terkejut setengah mati. Begitu pun dengan para warga.

Mereka sungguh tak menyangka bahwa peristiwa kemunculan gate akan terjadi lagi di kekaisaran. Tak hanya itu, gate yang sama juga muncul di seluruh wilayah, kecuali Wilayah Timur. Peristiwa ini terlihat sama persis seperti waktu itu.

-

-

-

“Tuan! Ada masalah mendesak!” Suara teriakan Joe terdengar bersamaan dengan dirinya yang membanting pintu ruangan Klaus dengan kuat.

Ia melangkah cepat menghampiri Klaus, dan berteriak, “Gate muncul kembali!”

Klaus yang tengah membaca beberapa dokumen di kursi seketika membeku. Kertas-kertas yang ia pegang pun berjatuhan.

“Apa ... Katamu ...?!” Mata Klaus membulat sempurna, ia sangat kaget dan syok.

Kemunculan kembali gate setelah seminggu menghilang jelas membuat seluruh kekaisaran gempar.

Sementara itu di tempat Zeha berada, seluruh warga yang tinggal di sekitar sana sudah tak ada lagi yang terlihat. Diperkirakan mereka telah mengevakuasikan diri ke wilayah lain.

Badai yang muncul bersamaan dengan munculnya gate sudah hilang sepenuhnya. Zeha memberanikan dirinya melangkah mendekati gate tersebut.

Rose yang melihat aksi Zeha sontak terkejut dan panik. “Zeha! Itu berbahaya!”

“Tidak usah cemas, Rose,” jawab Zeha sembari terus melangkah dan berhenti saat dirinya menyisakan jarak sekitar dua meter dari gate.

“Portalnya jauh lebih kecil dari yang sebelumnya,” gumam Zeha. Beberapa saat kemudian, ia tiba-tiba dikejutkan oleh energi sihir yang sangat familier—terpancar dari dalam gate tersebut. Energi sihir itu terasa sangat akrab, namun ia tak tahu apa.

“Litch, perasaan akrab apa ini ...?”

( ... Itu adalah energi sihir yang dipancarkan oleh pecahan sihir master yang lain.)

Zeha sukses terkejut. “Pecahan sihir?! Apa maksudnya itu?”

(Bola kristal yang master temui di dalam dungeon tak hanya satu buah. Terdapat sepuluh pecahan sihir yang harus master temukan di dalam dungeon.)

“Dungeon ...? Apa maksudmu gua itu?”

(Iya.)

Zeha masih tidak mengerti. Masih banyak kata-kata asing yang tidak ia ketahui dari penjelasan Litch barusan. Namun setidaknya, Zeha bisa mengambil kesimpulan dari penjelasan itu. “Artinya, aku harus masuk, menemukan bola kristal lain dan menyerap sihirnya, kan?”

(Iya.)

Zeha terdiam. Tentu saja dia sangat ingin masuk ke dalam dan mencari bola kristal itu, namun ia tak ingin berhadapan dengan monster raksasa seperti waktu itu. Kemampuannya yang sekarang jelas masih sangat rendah.

Jika dia sembarangan masuk tanpa mengetahui tingkat bahaya yang ada di dalam, dia bisa saja mati.

(Tidak perlu khawatir, master. Jumlah keseluruhan energi sihir dari gate itu hanyalah 2.830.)

Lagi, Zeha sukses terkejut. “Apa lagi maksudnya itu?”

(Jumlah keseluruhan energi sihir master sekarang adalah 3.098, sedangkan gate tersebut hanya 2.830. Itu artinya, monster yang ada di dalam gate tersebut masih lebih lemah dari master.)

“Begitu, ya?” Lega rasanya mendengar pernyataan dari Litch, namun Zeha masih tetap ragu. Ia masih kurang percaya diri akan kemampuannya yang sekarang. Apalagi dirinya masih sangat minim pengalaman melawan monster.

Sesaat sebelum Zeha ditelan oleh perasaan ragu, ia diingatkan kembali pada memori dimana ia melihat kematian sang nenek di dalam dungeon. Ia jelas-jelas sudah bertekad akan menjadi kuat sejak hari itu. Ia pun akhirnya tersadar.

Zeha tersenyum miris. “Apa-apaan aku ini ...?” Ingin rasanya Zeha memukul dirinya sendiri karena ragu dan tidak percaya diri. Ia menyesal karena sudah melupakan tekadnya waktu itu.

Zeha akhirnya berhasil membulatkan tekad. Ketika hendak melangkah masuk, tiba-tiba saja tangan kanannya ditarik oleh seseorang.

“Tidak, Zeha!”

Zeha refleks menoleh, dan mendapati raut wajah Rose yang dipenuhi perasaan gelisah dan khawatir. Zeha tahu kalau hal ini akan terjadi. Dan dia juga sudah tahu harus berbuat apa.

“Rose, aku sudah bertekad untuk bertambah kuat.”

Rose cukup terkejut. Perlahan-lahan, tangannya yang tengah menggenggam erat lengan Zeha, mulai dilepaskan.

“Untuk menjadi kuat, aku harus menghadapi bahaya sebanyak mungkin.”

Rose terdiam. Sudah lama sekali dia tidak melihat ekspresi Zeha yang dipenuhi oleh tekad yang sangat kuat. Tapi tetap saja, dia tak ingin Zeha terluka.

“Tapi—”

“Tenang saja. Aku tidak akan terluka,” ucap Zeha, seakan tahu apa yang sedang Rose cemaskan.

Rose sangat tidak ingin melepaskan Zeha. Akan tetapi, dia juga tak ingin menghalangi jalan Zeha.

Rose menunduk lemas. Ekspresi wajahnya begitu murung dan sedih. Sebenarnya ia tak ingin mengatakan ini, tapi ia harus mengatakannya.

“Hati-hati.”

Zeha tersenyum. “Baiklah.” Kemudian dia berbalik dan melangkah masuk ke dalam gate.

Pemandangan yang ia lihat sama persis seperti waktu itu. Namun tinggi gua-nya jauh lebih rendah. Ia juga tidak merasakan sensasi mencekam yang membuatnya terancam seperti waktu itu.

Ada satu lagi yang berbeda, di sepanjang dinding gua, terdapat obor yang menerangi jalan. Sehingga Zeha bisa melihat dengan jelas jalur gua, dan monster apa yang ada di dalam sana.

Bentuk tubuhnya seperti manusia, namun hanya menyisakan tulang-belulang saja. Atau nama lainnya adalah skeleton.

Zeha menghunus pedangnya yang sudah dialiri sihir api.

“Ayo kita mulai.”

Pada saat yang bersamaan, penanggung jawab gate di Wilayah Selatan—Sang Putra Mahkota, Xavier Alexander, sedang dalam perjalanan menuju lokasi tempat kemunculan gate tersebut. Ia pergi bersama beberapa pasukan yang mengikuti dari belakang menggunakan kuda, sementara dirinya menggunakan kereta kuda.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!