BAB 2 - PENGOBATAN LUXIA

Jangan lupa like, vote dan komen supaya author senang dan makin semangat buat update!

“Bajingaan ...! Kubunuh kau ...!” Ryu melemparkan tubuh Zeha hingga menabrak dinding.

“Kuagh! Kugh!” Zeha langsung berusaha bangkit begitu ia terjatuh ke tanah karena sihir telekinesis telah terlepas. Namun itu hanya berlaku selama beberapa detik karena Ryu kembali menggunakan sihir telekinesis untuk menghantamkan tubuh Zeha ke dinding dan ke tanah beberapa kali.

Kedua temannya sampai syok melihat aksi Ryu yang menurut mereka sudah kelewat batas.

“Ryu! Sudah, hentikan. Pihak akademi akan marah jika mengetahui ini!” Salah satu temannya mencoba untuk menghentikan Ryu, namun tak berhasil.

“Minggir!” Ryu menggunakan sihirnya untuk melempar tubuh temannya ke arah lain.

Sementara itu kondisi Zeha sekarang sudah sangat memprihatinkan. Banyak darah yang membekas di pakaiannya. Darah juga keluar dari mulutnya beberapa kali saat tubuhnya dihantam ke dinding dan ke tanah.

Ryu tertawa puas. Sungguh nikmat sekali rasanya ketika ia melihat kondisi Zeha sekarang.

“Dasar lemah!” serunya lantas menendang kepala Zeha hingga membuat pria itu terlempar hingga membentur dinding. Tak sampai di situ, Ryu kembali menghampiri Zeha dan menginjak-injak tubuhnya beberapa kali sambil tertawa puas.

“Seorang rakyat jelata sepertimu seharusnya tahu batas! Bersikap kurang ajar pada bangsawan adalah salah satu penghinaan besar!” Ryu menendang kembali tubuh Zeha. Setelah itu ia mengangkat tubuh Zeha tinggi ke atas menggunakan sihir. “Aku akan mengakhiri hidupmu sekarang. Manipulasi mas—”

Aksi Ryu barusan sukses terhenti lantaran muncul sebuah api dari arah depan dan mengenai tubuhnya hingga terdorong jauh ke belakang. Serangan api itu sangat cepat sampai Ryu tak bisa mendeteksinya.

Tubuh Zeha yang terjatuh dari ketinggian, berhasil diselamatkan oleh seorang wanita—yaitu Riana Abelard.

“Apa anda baik-baik saja?” Riana mencoba membantu Zeha untuk berdiri, namun Zeha langsung menepis tangan Riana dan pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata terima kasih.

“Sial ...! Dasar bajingan ...” Ryu mencoba untuk bangkit. Tak bisa dipungkiri betapa marahnya ia sekarang. “Siapa kau seenaknya menggangguku, hah?!” teriaknya kesal.

“Ryu Giriand. Kau telah tertangkap menggunakan sihir secara illegal di luar akademi.” Riana melangkah maju sembari menghunus pedangnya. “Ditambah menyakiti warga lokal dan hampir membuatnya tewas.”

Ryu seketika membatu begitu melihat sosok yang menyerangnya tadi. Ia benar-benar tak menyangka kalau salah satu mage terkuat di Akademi akan ada di sini.

“Ri-ri-riana ...” Kedua mata Ryu membulat sempurna. Ia perlahan mencoba mundur karena takut. “A-anu ... Ta-tadi itu ... Hanya bercanda ...”

Langkah Riana terhenti. Ia terdiam sejenak, namun auranya perlahan berubah menjadi pekat dan mencekam. “Bercanda? Ternyata bagimu, nyawa seseorang hanya candaan, ya?”

“Kugh!” Ryu tak menyangka kalau aura yang dikeluarkan Riana saja sudah berhasil membuatnya merinding. Ryu langsung emosi saat tahu harga dirinya telah terluka hanya karena kalah dari seorang wanita.

“Rakyat jelata itu telah menghina kami! Para bangsawan! Sudah jelas kalau dia harus mendapatkan hukuman yang setimpa—hiik!” Kalimat Ryu terhenti lantaran Riana tiba-tiba menjulurkan pedangnya hingga hampir mengenai leher Ryu.

“Seorang bangsawan harus bersikap selayaknya bangsawan yang terhormat. Aku bahkan merasa jijik padamu,” balas Riana dengan nada dingin.

“Apa?!” Rahang Ryu mengeras. Ia jelas tak menerima penghinaan ini dari mulut seorang wanita.

Riana menarik pedangnya, lantas berbalik dan melangkah pergi. “Bawa mereka ke ruang introspeksi akademi.”

“Baik!” Detik berikutnya, muncul empat orang pria yang diduga sebagai kesatria. Mereka bersama-sama menjatuhkan Ryu hingga pingsan dan kemudian membawanya pergi.

Setelah itu Riana berbalik dan berniat menghampiri Zeha yang tengah terluka parah. Namun yang didapatinya hanya gang kosong melompong tanpa ada seorang pun di sana. Riana jelas terkejut. Ia sama sekali tak merasakan jejak Zeha yang pergi meninggalkannya.

“Apa-apaan pria itu?” Kening Riana berkerut, ia tampak sedikit kesal.

-

-

-

Terletak di pinggiran Kota Bern, ada sebuah klinik kecil—tempat berobat bagi para rakyat biasa. Klinik itu sudah dibangun sejak dua puluh tahun yang lalu. Meski klinik itu tidak terkenal dan hanya diperuntukkan untuk rakyat biasa, tidak dipungkiri betapa hebatnya keahlian dokter yang bekerja di sana.

Pemilik klinik itu sekarang adalah cucu dari pendiri klinik tersebut.

Namanya adalah Luxia Dreneric.

“Selamat datang!” ucapnya ketika berbalik. Rambutnya panjang dan berwarna pirang. Ia memakai jubah putih seperti dokter lada umumnya.

Ekspresi bahagia di wajah Luxia langsung berubah ketika melihat pasien yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.

“Astaga! Zeha! Apa yang terjadi denganmu?!” Luxia langsung meletakkan alat-alat medisnya dan berlari menghampiri Zeha. Ia membantu Zeha duduk di ranjang pasien. Matanya bergerak cepat mengamati kondisi Zeha yang terlihat sangat parah.

“Kau dihajar lagi?”

Zeha tak menjawab karena terlalu lelah. Pasalnya ia berjalan kaki menuju tempat ini padahal lokasinya lumayan jauh dari kota. Dia sempat menumpang pada kereta, namun hanya sebentar karena tujuan kereta itu berbeda dengannya.

Napasnya terengah dan matanya sayup.

“Luxia ... Maafkan aku ... Bisa tolong sembuhkan aku?” pintanya melirih.

“Tentu saja!” Luxia cepat-cepat membaringkan tubuh Zeha, kemudian ia menjulurkan kedua tangannya di atas tubuh Zeha.

Tak lama, sebuah lingkaran sihir berwarna hijau muncul tepat di bawah telapak tangan Luxia, bersamaan dengan itu cahaya hijau turut muncul, dan perlahan semakin membesar.

Cahaya itu berlangsung cukup lama, sekitar dua menit, dan akhirnya menghilang.

“Lukamu cukup parah kali ini. Meski tak seburuk dulu,” ucap Luxia. Ia beralih ke tempat obat-obatan, mengambil salah satu botol yang terjejer di sana, lantas ia berikan pada Zeha. “Minum ini.”

Zeha lantas bangkit dan langsung meminum cairan dari botol yang diberikan oleh Luxia. Air mukanya berubah masam tepat setelah ia menghabiskan seluruh cairan di dalam botol.

“Ramuanmu masih sangat tidak enak seperti biasa,” ucapnya.

“Meskipun begitu, obatku yang paling manjur, lho!” balas Luxia dengan bangga.

Zeha tersenyum. Sebetulnya dia juga setuju dengan kalimat Luxia. Di generasi ini, Luxia adalah satu-satunya healer yang memiliki kecerdasan yang tinggi. Ia mampu menciptakan berbagai macam ramuan penyembuh dan juga obat-obatan lainnya.

Meski begitu, Luxia menolak dengan keras tawaran kekaisaran yang ingin menunjuknya sebagai dokter Kekaisaran, dan hanya ingin meneruskan bisnis keluarganya sebagai dokter di klinik kecil.

“Apa kau akan tetap bekerja di sini?” tanya Zeha—memperhatikan kegiatan Luxia yang tengah meracik obat.

“Kurasa begitu? Aku sangat merasa nyaman di sini,” jawab Luxia tanpa melirik. “Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu.”

“Hah?” Kedua alis Zeha meninggi. Ia terlihat cukup bingung.

“Apa kau akan terus bekerja sebagai tukang biasa? Bagaimana dengan mimpimu yang ingin menjadi swordsman mage?” Luxia beranjak dari kursi, menghampiri Zeha dan duduk di sebelahnya.

Luxia menatap lekat-lekat pada Zeha yang tengah menunduk. Selain Rose, orang yang mengetahui kondisi yang dialami oleh Zeha adalah Luxia, teman sekelasnya saat di Akademi.

“Mungkin aku hanya akan menjadi swordsman saja. Aku akan mengumpulkan uang dan mengikuti ujian ksatria,” Zeha membalas dengan pelan.

“Bagaimana dengan kemampuan sihirmu? Apa kau akan menyerah begitu saja?”

“Tidak ada yang bisa aku lakukan lagi. Penyakit yang aku derita ini sangat langka dan sulit disembuhkan.”

Raut wajah Luxia tampak masam. Ia jelas tak senang dengan sikap Zeha yang sudah ingin menyerah begitu saja pada mimpinya. Selama ini dia sudah membantu Zeha dan mencoba berbagai hal untuk mencari obat yang bisa menyembuhkan penyakit Zeha.

“Jangan menyerah!” ucap Luxia yang tiba-tiba berdiri menghadap Zeha.

Zeha tentu saja terkejut karena Luxia tiba-tiba menyentuh kedua pundaknya tanpa peringatan. “Lux...ia?

“Aku juga tidak akan menyerah! Aku akan membunuhmu jika kau menyerah! Lihat saja! Aku akan berusaha keras untuk membuat obat yang bisa menyembuhkanmu! Karena itu jangan menyerah!” Luxia berteriak, berhasil membuat Zeha tertegun.

Luxia terlambat menyadari kalau dia telah melakukan hal yang melewati batas. Apalagi sedari tadi Zeha hanya terdiam tanpa bereaksi sama sekali pada ucapannya barusan. Hal itu sontak membuatnya malu setengah mati hingga wajahnya merah padam.

“Po-pokoknya jangan menyerah!” Luxia berbalik dan berlari secepat kilat menuju kamarnya—meninggalkan Zeha sendirian di sana.

Zeha sungguh tak percaya akan mendapat motivasi dari Luxia. Ia sendiri tak menyangka kalau kalimat wanita itu berhasil menumbuhkan kembali tekadnya.

“Jangan menyerah, ya?” Zeha tersenyum simpul. “Aku juga memiliki beberapa hal yang harus dilakukan.”

Zeha memandangi secarik kertas kecil yang diberikan oleh sang nenek tadi siang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!