BAB 9 - KETAKUTAN SESAAT

Pusaran magis yang berdiameter sekitar tujuh meter itu mengeluarkan energi sihir yang begitu besar, sampai berhasil membuat sang nenek membeku sebentar, sebelum ia tersentak dan membuka suara.

“Zeha, apa kau ingin masuk?”

Itu bukanlah sebuah pertanyaan, melainkan penawaran. Meskipun Zeha belum bisa merasakan energi sihir, namun instingnya mengatakan kalau sesuatu dibalik pusaran magis itu sangat berbahaya.

Jauh di dalam hatinya, Zeha sangat ingin kembali dan melaporkan fenomena aneh itu ke Akademi. Tapi disisi lain, dirinya juga tak ingin menjadi seorang pengecut yang terus melarikan diri hanya karena takut menghadapi situasi yang berbahaya.

Namun dibandingkan dari itu semua, Zeha tidak merasakan ketakutan yang membuatnya teringin untuk kabur. Mungkin saja itu karena adanya sang nenek yang berdiri di sampingnya, memberikan suatu keberanian tanpa arti padanya.

“Ayo kita masuk, nek,” seru Zeha, memancarkan ekspresi semangat di wajahnya.

Sang nenek dan Zeha melangkah masuk. Awalnya sang nenek sempat merasa cemas atas apa yang akan terjadi begitu mereka melewati pusaran magis itu, namun nyatanya tak terjadi apa-apa selain mendapati diri mereka telah berada di suatu tempat yang diyakini sebagai dunia lain.

Lingkungan sekitar cukup gelap sehingga menyulitkan bagi mereka untuk meneliti kondisi sekitar.

Sang nenek menciptakan sebuah bola api seukuran bola kasti sebagai alat penerang.

Luas, tampak seperti gua. Tingginya sama seperti panjang diameter portal tadi.

“Tempat apa ini?” tanya Zeha kebingungan. Mereka terus berjalan sembari meneliti ke seluruh sisi gua dengan seksama.

Langkah sang nenek tiba-tiba terhenti ketika merasakan sebuah eksistensi asing di depan. Zeha bisa mengerti apa yang terjadi hanya dengan melihat ekspresi sang nenek yang terlihat sangat waspada.

“Apakah ada sesuatu, nek?”

Kening sang nenek berkerut. “Energi sihir ini ...?”

Di detik berikutnya, muncul aura berwarna merah-biru di sekitar tangan kanan sang nenek. Kemudian aura merah-biru itu berubah menjadi sebuah pedang.

Zeha terkejut dan sukses terpana. Ini kali pertama dia melihat seseorang menciptakan pedang dengan menggunakan sihir. Tapi kekagumannya itu langsung hilang saat suara berisik dari arah depan, perlahan-lahan muncul.

“Zeha, tetaplah di belakangku.”

“Apa yang terjadi, nek?”

Sang nenek menarik satu senyuman miring, lalu menjawab, “Akan nenek tunjukkan bagaimana nenek bisa disebut sebagai salah satu legenda Swordsman Mage terkuat pada masa itu.”

Zeha tak mengerti sama sekali maksud ucapan sang nenek. Di detik setelahnya, dia dikejutkan oleh belasan laba-laba raksasa yang tiba-tiba muncul.

Sebelum Zeha sempat memanggil sang nenek, nenek itu sudah lebih dulu berlari ke arah gerombolan laba-laba raksasa. Ia berlari dengan kecepatan yang tak bisa Zeha ikuti. Yang terlihat hanyalah kilatan putih, seperti petir. Saat sang nenek berhenti, laba-laba itu juga ikut berhenti. Dan sesaat setelahnya, tubuh seluruh laba-laba itu terpotong menjadi beberapa bagian.

Hanya dalam waktu satu detik, sang nenek berhasil membunuh sekitar dua belas laba-laba raksasa. Wajar jika Zeha sampai terkagum-kagum.

“Sangat kuat ...!” gumamnya pelan.

Sang nenek berbalik lantas tersenyum bangga. “Bagaimana? Nenek sangat kuat, bukan?”

“Wah ...” Namun sesaat setelahnya, Zeha dikejutkan kembali oleh kedatangan laba-laba raksasa secara tiba-tiba.

“Nenek! Di belakangmu!”

Saat segerombolan laba-laba itu hendak menyerang, sekitar dua puluh lingkaran sihir muncul dari atas. Kemudian bola-bola api keluar dari sana dan mengenai tubuh laba-laba hingga membuatnya meledak.

Seluruh laba-laba tadi berubah menjadi abu tanpa ada sisa. Sekali lagi Zeha mendapati dirinya sukses tercengang sampai tak bisa berkata-kata.

Sang nenek melangkahkan kakinya menuju Zeha. Wajahnya dipenuhi oleh kelegaan, karena sudah tak lagi merasakan adanya keberadaan monster laba-laba seperti tadi.

“Kurasa ini adalah sarang monster.” Sang nenek membuka suaranya begitu sampai tepat di hadapan Zeha.

“Sarang monster? Maksudnya laba-laba raksasa tadi?!”

“Iya.”

“Lalu, apa yang harus kita lakukan?”

Sang nenek diam guna berpikir sebentar, sebelum kembali bersuara, “Aku tidak merasakan keberadaan monster-monster itu. Setidaknya untuk sekarang.”

“Apakah kita akan kembali sekarang?”

“Apa kau ingin kembali?”

Zeha tersentak oleh pertanyaan sang nenek. Pertanyaan itu sungguh sepele, namun cukup membuat sesuatu di dalam diri Zeha bergejolak.

Zeha memasang ekspresi serius, menajamkan tatapannya, dan menjawab dengan tegas, “Tidak, aku ingin menjelajahi tempat ini.”

Jawaban Zeha membuat sang nenek merasa bangga. Senyuman panjang terpampang jelas di wajahnya. “Bagus. Pertama-tama, kau harus fokus merasaka—”

Tiba-tiba gua bergetar hebat, disaat yang bersamaan, suatu energi sihir yang begitu besar dikeluarkan. Tekanan yang dihasilkan begitu kuat sampai membuat seluruh tubuh sang nenek membeku.

Bahkan Zeha yang belum bisa merasakan energi sihir dengan baik pun sampai merinding.

Tak lama, terdengar suara dentuman pada dasar gua. Sang nenek bisa merasakan adanya eksistensi yang mengerikan sedang berjalan ke arah mereka.

[Kkhkkkggrr ...]

Mereka berdua tak bisa bergerak barang seinchi pun, seolah tubuh mereka tengah diikat oleh sesuatu yang kuat.

Eksistensi yang mengerikan itu perlahan menampakkan wujudnya dari balik kegelapan. Perasaan teror yang dirasakan oleh Zeha, berkali-kali lipat lebih dalam dibandingkan yang dirasakan oleh sang nenek.

Tinggi tubuhnya hampir menyamai tinggi gua. Sosoknya seperti ogre yang memiliki empat tangan, dan satu tanduk di dahinya. Sosoknya tampak begitu menyeramkan.

[Grrr ...! Manusia ...!] Raksasa itu bersuara, terdengar cukup marah.

"Dia bisa berbicara?!" Zeha mendapati dirinya yang terkejut bukan main. Kedua matanya membesar, perasaan takut yang sudah lama ia lupakan, perlahan-lahan mulai timbul kembali. Sensasi ngeri yang membuat tubuhnya seolah tercabik.

Ketidakberdayaan saat berhadapan dengan musuh yang kuat.

“ZEHA! AWAS!”

Sang nenek berteriak, bersamaan melempar tubuh Zeha dengan sangat kuat hingga membentur dinding. Tak sampai sedetik kemudian, sebuah kapak yang berukuran lima kali lipat lebih besar menghantam tubuh sang nenek.

Benturan keras terjadi, membuat seisi gua bergetar hebat. Sang nenek berhasil memblokirnya menggunakan pedang sihir. Namun tetap saja kekuatannya sangat kuat hingga membuat tangan sang nenek gemetar. Wajahnya mengeras kesal.

Sementara itu, Zeha yang baru tersadar setelah terlempar jauh, terkejut melihat pertarungan sang nenek.

“NENEK!”

Zeha baru saja hendak berlari, berniat membantu, namun teriakan sang nenek berhasil menghentikan aksinya.

“Jangan kemari!”

Sang nenek terus mencoba memancing raksasa itu selagi terus menahan serangan yang diterimanya. Raksasa itu memiliki senjata yang berbeda di setiap tangannya. Senjata yang dia gunakan sekarang adalah kapak, dan itu saja sudah membuat sang nenek kewalahan.

Sementara Zeha membatu, tak tahu harus melakukan apa. Jika pun dia membantu, hanya akan menjadi beban. Ia tahu kemampuannya saat ini bahkan tak akan bisa menggores tubuh besar itu.

“Zeha! Cepat keluar!” Sang nenek berteriak lagi disaat Zeha masih ragu dengan dirinya sendiri. Ia mendongak dengan tatapan tidak percaya.

“Mana bisa aku pergi meninggalkan nenek!”

Sang nenek kesulitan berbicara lantaran raksasa itu terus menyerangnya tanpa henti.

“Jangan jadi naif kalau kau tak ingin mati!” Sebuah lingkaran sihir muncul tepat di atas tubuh si raksasa. Kemudian muncul sebuah tombak besar yang mengarah pada punggung si raksasa.

Sang nenek sudah mencurahkan sihir yang cukup banyak untuk serangan itu, namun tombak besar itu bahkan tak bisa menembus kulitnya yang hampir sekeras baja.

Si raksasa meraung kuat, bersamaan mengayunkan kapaknya. Sang nenek terpaksa menghindar karena sudah tak mampu menahan serangan itu lagi.

Bahkan dia yang disebut sebagai salah satu legenda Swordsman Mage terkuat saja bisa kewalahan menghadapi raksasa berwujud ogre itu.

“Apa yang kau pikirkan di sana?! Cepat keluar!” Teriakan sang nenek terdengar frustrasi. Zeha masih berdiam diri dan enggan untuk keluar.

[Hahaha ...! Dasar pecundang lemah ...!]

Perkataan si raksasa sukses membuat Zeha mematung. Padahal kalimat itu ditujukan untuk sang nenek yang tengah bertarung dengan si raksasa, namun kalimat itu terasa sangat mewakilkan dirinya.

[Tidak mungkin aku akan membiarkan serangga seperti kalian kabur.]

Tepat setelahnya, si raksasa meraung kuat, jauh lebih kuat dari sebelumnya. Gelombang suara yang dihasilkan sukses membuat seisi gua berguncang hebat. Terjadi reruntuhan kecil di sekitar, dan khususnya di area portal yang menjadi pintu masuk dan keluar telah tertutupi oleh reruntuhan bebatuan.

“Sial!” Sang nenek mengumpat, geram. Rahangnya mengeras dan matanya dipenuhi aura kebencian.

“Po-portalnya ...” Sementara Zeha hanya bisa mematung di tempatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!