BAB 4 - PELATIHAN KHUSUS

Jangan lupa like, vote dan komen supaya author senang dan makin semangat buat update!

Zeha berusaha untuk fokus dan melalukan apa yang nenek itu suruh. Ia memejamkan mata agar bisa lebih fokus melakukannya. Beberapa detik kemudian, energi sihir mengalir keluar dari tubuhnya, meski sedikit.

“Bagus, terus pertahankan,” ucap sang nenek yang langsung dituruti oleh Zeha.

Semakin lama, aliran energi sihir itu semakin membesar. Tapi Zeha memerlukan banyak usaha untuk mempertahankan energi itu. Wajahnya tampak masam dan keringat juga terus mengalir keluar. Ia semakin kesulitan.

Sang nenek menyadari kondisi Zeha dengan sangat baik. Ia masih fokus memperhatikan Zeha.

Zeha merasakan beberapa bagian tubuhnya yang mulai terasa sakit. Ia juga mulai kesulitan bernapas dengan benar. Rasanya seperti ada sesuatu yang hendak meledak dari dalam tubuhnya, dan ia berusaha sekuat tenaga untuk menahannya.

“Jangan ditahan! Biarkan mana mengalir dengan semestinya ke seluruh tubuhmu! Kau hanya akan kesakitan jika berusaha menahan aliran manamu!” Sang nenek berteriak kencang.

“Ba-baik!” Zeha membalas dengan kikuk. Seperti yang nenek itu katakan, Zeha mencoba untuk melepaskan semuanya dan membiarkan mananya mengalir dengan normal.

“Uukh!” Zeha merasa seperti ada air yang mengalir dengan sangat deras ke seluruh seluruh tubuhnya. Bersamaan dengan itu, energi sihirnya juga semakin besar dan kuat.

Energi sihir itu juga mulai menekan tubuhnya, seperti terjebak di tengah-tengah angin topan.

“Ukh!” Rahangnya mengeras—tengah berusaha menahan rasa sakit yang semakin bertambah.

“Cukup! Hentikan!” Sang nenek akhirnya memberi perintah, dan tepat setelah itu Zeha juga menghentikan kegiatannya. Napasnya tersengal-sengal dan tampak sesak. Keringat sudah membasahi seluruh tubuhnya.

Sang nenek berjalan menghampiri Zeha. “Lihat? Kau bisa mengalirkan mana dengan bebas. Itu artinya kau sama sekali tidak menderita penyakit penyumbatan mana.”

Zeha tidak merespons, ia masih kesulitan berbicara lantaran napasnya yang masih tersengal. Namun dari ekspresinya, ia tampak cukup terkejut.

“Hanya saja masih ada beberapa kejanggalan saat kau mengalirkan mana,” ucap sang nenek dengan jari-jarinya yang menyentuh dagu—tengah berpikir keras. “Dari yang aku lihat, rasanya seperti ada sesuatu yang menahan aliran manamu ke batas tertentu.”

Sekali lagi, Zeha terkejut. “Apa maksudnya, nek?”

“Aku masih belum bisa memastikannya. Aku akan mengeceknya secara langsung.”

“Hm?”

“Duduklah,” ucap sang nenek. Zeha awalnya merasa cukup kebingungan, namun ia segera menepis itu dan menuruti perintah sang nenek. Ia duduk bersila di lantai, lalu disusul oleh sang nenek di belakang.

“Diam, dan rasakan saja.” Sang nenek menyentuh area punggung Zeha dengan kedua tangannya. Ia kemudian menutup mata, dan mulai mengalirkan energi sihirnya ke tubuh Zeha.

Sensasi yang pertama kali Zeha rasakan adalah dingin. Hawa dingin itu perlahan menyebar ke seluruh tubuh, dan perlahan berubah menjadi hangat.

Sang nenek masih fokus memeriksa keadaan Zeha. Tepatnya pada inti mana yang terletak di jantung.

Sang nenek bisa merasakannya. Inti mana yang sangat padat berbentuk seperti perisai yang melindungi jantung. Bahkan tidak ada mage yang memiliki inti mana sepadat itu. Rasanya seperti ada sesuatu yang menahan mereka di sana. Normalnya, inti mana yang ada di dalam tubuh itu berbentuk bola-bola kecil dan berputar mengelilingi area jantung. Itu disebut sirkel mana.

Mage terkuat pun hanya memiliki dua puluh sirkel mana. Namun kasus Zeha berbeda. Tidak ada sama sekali sirkel mana pada inti mananya.

Sang nenek lantas menarik kembali kedua tangannya setelah selesai memeriksa kondisi tubuh Zeha. Ia menghembuskan napas panjang dan berat.

Zeha yang penasaran lantas bertanya, “Ada apa, nek?”

“Nak, apa kamu pernah bertemu dengan dark mage?”

“Dark mage?” Kedua mata Zeha membesar. Ia tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan aneh seperti itu. “Kenapa tiba-tiba membahas soal dark mage?”

“Sepertinya ada yang menyegel sihirmu.”

“Apa?! Sihirku disegel?!” Tentu saja Zeha terkejut. Fakta tentang sihirnya disegel jelas terdengar sangat tidak masuk akal.

“Benar. Akan aneh jika kau tidak bisa mengeluarkan sihir padahal inti manamu baik-baik saja. Hanya saja, kau tidak memiliki sirkel mana. Kau tahu sendiri, kan, apa fungsi sirkel mana?”

Zeha mengangguk. “Untuk menghasilkan sihir.”

“Benar. Semakin banyak sirkel sihir yang kau miliki, maka semakin kuat juga sihirmu. Kecepatan sirkel mana akan berubah-ubah tergantung bagaimana kau menggunakan sihir itu sendiri.”

“Jadi maksud nenek, aku tidak bisa mengeluarkan sihir karena tak punya sirkel sihir?” Zeha bertanya.

“Dibandingkan dengan tidak punya, sirkel manamu lebih ke berhenti bekerja. Kau tahu? Seperti roda yang berhenti berputar karena sudah rusak atau dikunci.”

Zeha dapat memahami setiap penjelasan sang nenek dengan sangat mudah. Karena sudah tahu penyebab utama sihirnya tidak bisa berkembang, ia merasa semakin cemas dan gelisah.

“Apakah aku bisa menggunakan sihirku lagi nek?”

“Apa kau bodoh? Aku, kan sudah bilang kalau sihirmu disegel. Itu jelas tidak mungkin,” balas sang nenek sembari memukul kepala Zeha.

“Kecuali jika segelnya dibuka. Mungkin kau bisa kembali normal,” sambung sang nenek.

Raut wajah Zeha seketika berubah ceria. Matanya berbinar-binar saat tahu kalau dirinya bisa kembali normal.

“Tapi itu sangat sulit. Butuh energi sihir yang sangat banyak untuk bisa membukanya. Bahkan di negara ini pun mungkin hanya ada sekitar tiga orang yang bisa melakukannya,” lanjut sang nenek lagi dan berhasil mengubah raut wajah Zeha kembali murung.

“Jika kondisiku masih seperti empat puluh tahun yang lalu, maka mungkin aku bisa membuka segelmu. Tapi sekarang aku sudah sangat lemah,” imbuh sang nenek.

“Apa nenek dulu adalah swordsman mage terkuat?”

Sang nenek lantas menyunggingkan senyuman bangga. “Tentu saja. Bahkan para profesor yang bekerja di akademi tempat kau sekolah itu sama sekali bukan tandinganku.”

“Waah!” Mata Zeha berbinar-binar. Ia bertepuk tangan beberapa kali sebagai bentuk rasa kagumnya. Sedangkan sang nenek terus tersenyum membanggakan dirinya sendiri.

“Ekhem! Ekhem!” Sang nenek mencoba untuk kembali serius dan fokus ke topik permasalahan tadi. “Jadi, nak, sekarang apa yang akan kau lakukan untuk ke depannya?”

“Hum?” Zeha memberikan ekspresi penuh tanda tanya karena tak paham dengan pertanyaan sang nenek barusan.

“Kau sudah tahu penyebab sihirmu tak bisa berkembang. Apa kau akan menyerah menjadi swordsman mage?”

Zeha terdiam. Sebenarnya ia merasa sedikit kecewa. Awalnya ia mengira kalau kedatangannya kemari akan membuahkan hasil yang sangat bagus, ternyata tidak ada bedanya. Ia masih tak bisa menjadi swordsman mage.

“Aku ... Ingin menjadi swordsman mage,” ucap Zeha kemudian.

Sang nenek sukses terkejut.

“Tapi jika itu sangat mustahil sekarang, maka aku akan menundanya dulu dan fokus mempelajari swordsmanship saja,” sambung Zeha dan berhasil membuat sang nenek terkejut lagi.

Sang nenek tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Ia tak menyangka kalau Zeha memiliki tekad yang begitu kuat. Meski tahu menjadi swordsman mage adalah hal yang mustahil sekarang, ia masih ingin mendahulukan swordsmanship.

Sang nenek tersenyum bangga. “Kau ingin menguasai swordsmanship terlebih dahulu?”

“Iya,” jawabnya tegas.

“Meski kau tahu itu akan menyulitkanmu di masa depan ketika segelmu sudah terbuka?”

“Tidak masalah!”

Sang nenek menyeringai tajam, “Bagus.”

••••

Malam hari seusai makan malam, Zeha dan sang nenek kembali mengunjungi ruangan bawah tanah. Sebelumnya sang nenek juga sudah memberi tahu lada Zeha kalau mereka akan berlatih seusai makan malam, dan Zeha menyetujuinya.

Sang nenek mengambil dua buah pedang kayu, dan salah satunya ia lemparkan ke arah Zeha.

“Sebelum memulai pelatihan khusus, aku akan menguji kemampuanmu terlebih dahulu.” Sang nenek berdiri tegak sembari menjulurkan pedangnya ke depan. “Jangan ragu-ragu dan serang aku dengan sekuat tenaga.”

Zeha tampaknya masih cukup ragu-ragu. Ia tidak yakin akan kemampuannya dalam berpedang. Selama di akademi, dia memang pernah belajar soal swordsmanship, namun tak begitu berguna karena dirinya tak bisa menggunakan sihir.

“Apa yang kau lakukan? Cepat bergerak dan serang aku!” Sang nenek lantas berteriak ketika melihat Zeha yang tak kunjung bergerak dari tempatnya.

Zeha menggenggam pedangnya dengan sangat kuat sampai bergetar. Ia sedang mencoba untuk mengumpulkan keberanian. Begitu selesai, ia langsung memasang kuda-kuda dan bersiap menyerang.

Sang nenek yang melihat itu sukses tersenyum bangga. “Bagus.”

Mulai dari raut muka, tatapan mata dan juga posisi tubuh, semuanya berubah. Zeha sudah berhasil meyakinkan dirinya dan fokus untuk menyerang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!