BAB 13 - PELATIHAN MANDIRI

Begitu Zeha keluar dari gua, pusaran magis berwarna biru atau yang disebut sebagai gate itu perlahan lenyap. Tak hanya di tempat itu saja, seluruh gate yang tersebar di berbagai wilayah juga ikut lenyap pada saat yang bersamaan.

Fenomena lenyapnya gate tersebut langsung menjadi kabar gembira bagi para warga yang tinggal di sana. Dan mereka langsung meyakini kalau itu adalah akhir dari bencana yang menimpa kekaisaran.

Sementara itu, Akademi Callister disibukkan oleh berbagai kasus hilangnya beberapa pasukan yang ditugaskan untuk meneliti dungeon. Mereka tak menyangka kalau gate akan hilang begitu saja tanpa ada tanda-tanda.

“Joe, siapkan uang kompensasi untuk para keluarga yang telah kehilangan keluarga mereka pada insiden itu,” ucap Klaus yang tengah menulis setumpuk surat di meja kerjanya.

“Baik.”

“Beri surat perintah kepada Riana, Kai dan Putra Mahkota agar tidak meninggalkan wilayah mereka. Kita masih tidak tahu apakah gate itu benar-benar hilang sepenuhnya, atau akan kembali suatu hari nanti.”

“Baik, akan saya laksanakan.” Joe tak langsung meninggalkan ruangan. Ia fokus memperhatikan Klaus yang sudah bekerja selama seharian penuh tanpa henti.

Insiden hilangnya para Swordsman Mage bersamaan dengan gate itu merupakan kabar yang sangat buruk. Beberapa dari mereka berasal dari keluarga bangsawan. Meski tidak begitu terkenal, namun tetap saja statusnya adalah bangsawan. Klaus jadi harus bekerja keras untuk memperbaiki kritikan dan ancaman dari mereka.

“Tuan, anda harus istirahat,” ucap Joe, khawatir melihat tuannya yang tampak kelelahan.

“Tidak ada waktu untuk beristirahat, Joe. Cepat lakukan saja apa yang aku suruh.”

Joe menghela napas pelan. Ia merasa  prihatin pada kondisi Klaus, tapi tak ada yang bisa dia lakukan. “Baiklah.”

Joe pun berbalik dan melangkah keluar, meninggalkan Klaus dalam keheningan malam.

-

-

-

Suara desingan pedang terdengar jelas di seisi ruangan. Sudah lebih dua jam sejak Zeha mengayunkan pedangnya tanpa henti. Kejadian buruk yang terjadi tadi siang, teramat sangat membuatnya syok.

Satu-satunya cara baginya untuk bisa mengontrol emosinya adalah berlatih ilmu pedang. Namun tetap saja, momen kematian sang nenek tak bisa lepas begitu saja dari pikirannya, meskipun dia sudah mencoba sekuat tenaga untuk melupakannya.

“Uhuk! Uhuk! Kuaakh!” Zeha terjatuh dan menopang tubuhnya menggunakan pedang yang ditancapkan ke lantai. Napasnya tersengal-sengal dan seluruh tubuhnya berkeringat parah.

Setelah mengetahui perbedaan kemampuannya dengan monster raksasa itu, Zeha bertekad untuk menjadi lebih kuat. Ia mengharuskan dirinya untuk berlatih lebih keras, seperti sekarang.

(Master, anda bisa terluka jika terus memaksakan diri.)

Bahkan Litch yang sedari tadi hanya diam pun lantas membuka suaranya.

Akan tetapi, tatapan yang terpancar di mata Zeha, bukanlah tatapan seseorang yang hendak menyerah.

“Litch ... Apa benar sekarang aku bisa menggunakan sihir?”

(Iya. Elemen yang anda miliki saat ini adalah api.)

Napas Zeha masih naik turun, sehingga membuat dirinya masih tak bisa berbicara. Ia memilih untuk diam selagi mengatur pernapasannya, lalu setelah itu, barulah dia kembali berbicara.

“Apakah kau tahu bagaimana cara menggunakannya?”

( ... tidak. Master harus mempelajarinya sendiri.)

“Begitu, ya?” Zeha lantas menyarungkan kembali pedangnya, setelah itu duduk bersila di lantai. Ia menempelkan masing-masing telapak tangannya pada lutut dan memejamkan mata.

Sebelumnya, Zeha pernah mendengar sedikit dari sang nenek tentang bagaimana cara menghasilkan energi sihir melalui mana.

Pertama, Zeha mengalirkan mananya ke seluruh tubuh. Aura warna jingga keluar dan menyelimuti seluruh tubuhnya. Aura itu perlahan-lahan membesar dan mengalir deras.

Tepat di area jantung, sirkel mana yang awalnya berbentuk perisai, perlahan-lahan memecah lalu membentuk bola-bola kecil yang mengitari jantung.

Perubahan pada sirkel mana di tubuh Zeha, membuatnya kesakitan. Itu seperti mengayuh sepeda rusak secara paksa.

“Kukh ...! Ini sangat sulit!”

Zeha mencoba untuk menstabilkan putaran sirkel mananya yang tidak beraturan. Jumlah sirkel mana yang ia miliki sekarang berjumlah dua buah. Itu pun masih sulit baginya untuk menggerakkannya secara maksimal.

Dua jam berlalu, pengendalian Zeha terhadap sirkel mana sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Dan dalam waktu tiga jam, dia sudah berhasil mengubah mana menjadi energi sihir dengan sangat sempurna. Mungkin itu karena sebelumnya dia sudah melatih konsentrasi mana secara maksimal, sehingga itu memudahkannya untuk menciptakan energi sihir.

“Bagus ...! Aku bisa merasakannya. Nenek ... Aku benar-benar berterima kasih padamu!”

Zeha merasakan seluruh tubuhnya terasa hangat, seperti berada di sekitar api unggun. Sensasi itu berasal dari energi sihir yang ia ciptakan.

Ketika aura biru lenyap, Zeha membuka matanya. Ia berpaling pada White Sword yang tergeletak di samping, kemudian mengambilnya.

Tahap kedua, mengalirkan sihir pada senjata yang digunakan.

Zeha mengeluarkan pedangnya. Perlahan-lahan, terjadi perubahan pada bilah White Sword. Aura warna jingga seperti sebelumnya kembali keluar, menyelimuti tubuh Zeha dan juga bilah White Sword.

Aura jingga pada White Sword semakin membesar, dan kemudian berubah menjadi api. Api itu berkobar di sekujur bilah White Sword.

Mata Zeha berbinar saat dirinya berhasil mempraktikkan apa yang ia pelajari dari sang nenek. Ia berdiri dan mengayunkan pedang itu beberapa kali. Ekspresinya dipenuhi oleh kebahagiaan, dan tampak sangat bersemangat.

“Lihat, nenek! Akhirnya aku bisa menggunakan sihir!” teriaknya kegirangan.

“Nenek, lihatlah. Aku berjanji akan menjadi Swordsman Mage terkuat dan mengalahkan monster raksasa itu untukmu!”

(Energi sihir master saat ini berjumlah 3.098.)

Zeha langsung berhenti oleh kata-kata Litch. Ekspresi bahagia di wajahnya berubah kaget. “Apa energi sihirku bertambah?”

( ...Saya tidak tahu kenapa, tapi itulah yang terjadi, master.)

“Ya sudahlah.” Zeha menyarungkan kembali pedangnya, lalu ia letakkan di lantai. Ia diam sejenak—sedang memikirkan sesuatu.

“Oh, iya. Bagaimana cara menciptakan api dari sihir tanpa menggunakan pedang?” Zeha menatap tangannya. “Bagaimana aku bisa menciptakan sihir keren seperti hell fire atau fire ball? Bukankah aku bisa menciptakannya karena sudah bisa menggunakan sihir?”

Wajah Zeha dipenuhi semangat. Ia lantas menjulurkan telapak tangannya ke depan, lalu berkata, “Fire ball!”

Hening sekali. Tidak ada yang terjadi sama sekali.

“Hell Fire!”

“Fire Dash!”

“Fire Blast!”

Tidak ada apa pun yang terjadi. Dan di detik itu juga, ekspresinya langsung berubah murung. “Tidak bisa, ya? Ternyata memang benar kalau aku ini bodoh ...”

Zeha membaringkan tubuhnya di lantai guna beristirahat. Embusan napas berat keluar dari mulutnya sebelum kembali berbicara, “Mau bagaimana lagi. Aku akan berlatih lagi besok.”

Dengan begitu, Zeha kembali melatih sirkel mananya pada esok hari, setelah selesai, ia berlanjut melatih sihirnya. Namun masih gagal setelah dua puluh kali mencoba.

Pada latihan hari ketiga, ia masih gagal.

Latihan hari keempat, gagal.

Latihan hari kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan juga gagal.

Tubuh Zeha tergeletak lemas di lantai dengan napas yang terengah. “Kenapa sulit sekali ...?!”

(Master benar-benar payah.)

Rahang Zeha sukses mengeras oleh hinaan Litch. Lantas ia pun berteriak kesal, "Diam kau, Litch! Kau juga seharusnya membantuku! Yang kau lakukan selama seminggu ini hanya diam dan meledekku!"

( ... )

"Kurang ajar ...!" Zeha semakin kesal karena Litch mengabaikannya.

Sang nenek sudah bilang padanya, kalau teknik pengembangan sihir jauh lebih rumit dari pada pengembangan konsentrasi mana. Zeha tahu itu, namun tak menyangka akan sesulit ini.

Zeha tersentak dan refleks terbangun saat baru saja teringat oleh sesuatu. “Omong-omong, aku sudah lama tidak ke kota. Bagaimana keadaan di sana, ya? Apakah di sana juga muncul portal seperti itu? Kalau benar itu terjadi ...”

Zeha tak bisa membayangkannya jika monster raksasa yang membunuh sang nenek juga muncul di kota. Monster yang bahkan sang nenek kesulitan untuk menghadapinya, apakah ada orang lain yang bisa?

-

-

-

Zeha memutuskan untuk pergi ke kota untuk mencari beberapa informasi. Namun begitu sampai di sana, ia dikejutkan oleh aktivitas para warga yang terbilang tidak biasa. Beberapa dari mereka ada yang sedang mengemas barang, seakan baru saja pindah dari suatu tempat. Jumlah warga di sana juga jauh lebih sedikit dibandingkan saat ia mengunjungi kota ini waktu itu.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” gumam Zeha sembari terus berjalan.

“Zeha?!”

Langkah Zeha sontak terhenti dan refleks menoleh ke arah sumber suara. Detik itu juga dia sangat terkejut ketika mendapati seorang wanita yang berdiri di depan pintu kedai—menatapnya dengan ekspresi kaget.

Meskipun Zeha tahu kalau wanita itu tinggal di wilayah ini, akan tetapi, Zeha tidak menyangka akan bertemu kembali dengannya.

Wanita yang berparas cantik bak malaikat, berambut panjang berwarna pirang. Kulitnya yang putih seperti salju, senyumannya yang indah seperti musim semi.

“Rose?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!