PART 017

Selamat membaca,,,

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Hari senin dimana semua sekolah di Indonesia melaksanakan upacara kenaikan bendera merah putih untuk mengenang jasa parah pahlawan yang telah berjuang untuk negeri ini, jadi tidak ada alasan untuk tidak mengikuti upacara kenaikan bendera.

Sama halnya dengan pondok pesantren Al Ikhlas yang baru saja selesai melaksanakan upacara kenaikan bendera dengan khidmat.

Para santri putra dan putri ada yang langsung ke kelas ada juga malah pergi ke koperasi pesantren untuk ngadem karena koperasi memiliki AC, termasuk Syafa dkk yang memilih langsung ke kelas lagipula sebentar lagi proses belajar mengajar akan segera dimulai.

"Eh, katanya Ning Fitri mau ngajar disini jadi pembina shorof," Celetuk Isyana pada kedua temannya yang sibuk mengipas-ngipasi wajahnya dengan buku catatan.

"Masa? Kalau iya, ya bagus sih soalnya kan pembina kitab shorof lagi ngak ada," Kata Anjani menimpali ucapan Isyana.

"Iya, kita juga ngak bakalan ji ajar soalnya kan kota udah khatam tahun lalu," Sahut Syafa entah mengapa dia merasa sesuatu yang akan terjadi tapi semoga saja tidak terjadi sesuatu.

"Hhh iya juga yah, yang di ajarkan kelas X saja," Ujar Anjani.

"Betul," Jawab Isyana.

"Mm, mapel pertama bahasa Arab kan?" Tanya Anjani sambil melihat keluar kelas.

"Iyya," Jawab keduanya bersamaan.

"Gus Lukman berarti yang masuk," Ucap Isyana.

"Lah iya, masyaAllah calon suami ternyata," Ujar Anjani sambil tersenyum lebar Syafa yang mendengar itu dalam hati dia berkata itu suami aku woi astaga batin Syafa.

"Istighfar kamu, mana mau Gus sama kamu yang model begini," Sahut Isyana meraup wajah Anjani agar bangun dari tidurnya.

"Ihh, apa sih!" Ucap Anjani kesal dengan Isyana.

"Husst! Suara kamu Anjani disebelah ada ikhwan," Kata Syafa memperingati keduanya.

Disebelah yang dimaksud Syafa adalah seblah tirai yang masih satu ruangan dengan mereka. Jadi yang menjadi penghalang mereka hanya tirai tinggi didepan ada meja guru dan papan tulis di tengah-tengah tirai itu.

Clek

Suara pintu di buka karena setiap kelas memiliki dua pintu khusus untuk putra dan putri, yang dilewati giri saat masuk jika gurunya ustadz maka akan lewat di pintu khusus laki-laki tapi jika dia ustazah maka lewat pintu putri.

Yang membuka pintu tadi ialah Gus Lukman yang memiliki jadwal mengajar di kelas Syafa dkk.

"Assalamu'alaikum anak-anak," Ujar Gus Lukman saat telah sampai di mejanya.

"WA'ALAIKUM SALAM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH," Sahut semua santri di kelas itu.

"Shobahul khair?" Tanya Gus Lukman setelah duduk.

"SHOBAHAN NUR," Jawab semua santri.

"Khaifa ha luk?" Tanya Gus Lukman menatap semua santrinya.

"BHIKHAIRIL ALHAMDULILLAH," Jawab semua santri.

"Baiklah, sampai dimana materi kita?"

"Afwan Gus, kita sudah masuk materi fii'il madhi," Jawab Syakir selalu ketua kelas.

"Baik, buka halam 45 tentang fii'il madhi, kita bahas hari ini," Perintah Gus Lukman.

Santri-santri mulai membuka materi yang di perintahkan Gus Lukman, mereka belajar dalam diam mendengarkan Gus Lukman menerangkan materi.

###

Kring,,, kring,,,

Itu bunyi bel tanda istirahat pertama dan pelajaran Gus Lukman sudah berakhir.

"Baiklah anak-anak, materi kita sampai disini saja jangan lupa pelajari materi selanjutnya," Ujar Gus Lukman merapikan buku paket yang ia bawa.

"Na'am Gus," Jawab mereka.

"Ilal liqo'," Ucap Gus Lukman hendak berdiri bangkit dari tempat duduknya.

"Ma'a salamah," Jawab semua santri.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh," Pamitnya.

"WA'ALAIKUM SALAM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH,"

Setelah itu Gus Lukman keluar dari ruang kelas, saat hendak menuju ruangan dia malah berpapasan dengan ustadz Kalasa dan ustadz Brama yang selesai mengajar di kelas lain.

"Wihh, kebetulan nih," Ucap ustadz Kalasa saat berada di sampai Gus Lukman, sedangkan ustadz Brama berada di belakangnya.

"Assalammu'alaikum Kalasa, bukan wihh," Celetuk ustadz Brama saat sudah sampai di samping Gus Lukman jadi posisi Gus Lukman berada di tengah-tengah keduanya.

"Eh lupa, wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh," Jawab ustadz Kalasa dengan kekehan ringan.

"Mau kemana ente?" Tanya ustadz Brama pada Gus Lukman.

"Ke ruangan saya lah," Jawabnya ketus, apa kedua temannya ini tidak melihat atau buah arah jalan, jelas-jelas ia sedang berjalan ke arah ruangan kesiswaan yaitu ruangannya.

"Kalau nanya tuh yang bermanfaat sedikit dog Bram," Tutur ustadz Kalasa sambil melihat ke arah ustadz Brama.

"Diam ente,"

"Lah apa sih! Saya kan cuman ngasih tau,"

"Diam Kalasa,"

"Loh kenapa saya harus diam?"

"Diam kalian berdua,"

"Hayo loh Gus marah,"

"Diamlah Kalasa,"

"Hhhh, diam ente,"

"Kau juga Bram,"

"Mammamtuh diam,"

"Keluar dari ruang saya sekarang jika kalian masih ribut,"

"Eh Iyah diam kok kita,"

Setelah itu ustadz Brama dan ustadz Kalasa meninggalkan ruangan Gus Lukman takut diamuk batin meteka.

###

"Kantin yok," Ajak Anjani pada keduanya.

Mereka masih berada di dalam kelas, masih ada yang lainnya entah malas ke kantin atau memang tidak ingin jajan.

"Ayok deh, aku mau jajan di koperasi," Ujar Isyana lalu bangkit di ikut Syafa, sedangkan Anjani sudah berdiri dari tadik.

"Yaudah, ayok ke koperasi," Ucap Syafa lalu menggandeng kedua tangan temannya untuk keluar dari ruangan kelas menuju koperasi.

Perjalanan ke koperasi tidak butuh waktu lama hanya beberapa menit saja, saat ke tiganya sampai mereka memili jajan dan minuman saat selesai dengan transaksi nya.

Mereka bertiga berjalan kembali ke kelas tepatnya di depan kelas mereka yang telah di sediakan bangku sepanjang koridor kelas masing-masing memiliki bangku.

"Tadik tuh mau nanya sama Gus Lukman tapi ngak jadi," Ujar Isyana sambil memakan roti yang ia beli tadi.

"Kenapa ngak jadi?" Tanya Syafa melihat ke depan dimana dia duduk diseberang temannya, Isyana dan Anjani duduk di depannya.

"Kan aku duduk sama orang yang pintar," Jawab Isyana sesekali memakan rotinya.

"Ha! Maksudnya gimana?" Tanya Anjani yang tidak paham dengan ucapan Isyana.

"Ohh, aku tau kok maksud kamu Na," Celetuk Syafa yang paham dengan ucapan Isyana.

"Nah kan, orang pintar emang beda sama yang di sebelah aku," Ujar Isyana melirik singkat Anjani yang juga menatap nya sengit.

"He! Omongan nya di jaga yah," Ucap Anjani sambil mencubit pelan lengan Isyana, yang di cubit meringis pelan sakit juga ternyata pikirnya.

"Hhh, yang dibilang Isyana itu tentang kutipan Imam Al-Ghazali Ni," Kata Syafa yang masih melihat Anjani yang kebingungan.

"Makanya kalau guru menjelaskan di depan tuh diperhatikan bukanya cerita juga di belakang," Celetuk Isyana yang semakin suka melihat raut wajah Anjani.

"Ihh, diam deh! Kutipannya kaya apa emang?," Tanya Anjani pada Syafa yang terlihat sudah menghabiskan jajannya.

"Kaya gini, kalau ada yang nanya kenapa kamu ngak banyak tanya kalau di kelas? Tinggal jawab kutipan Imam Al-Ghazali," Jedah Syafa.

"Kaya gini, " Jika engkau duduk dengan orang yang berilmu, maka perbanyaklah diam. Dan jika engkau duduk bersama orang yang bodoh, maka perbanyaklah diam, karena diammu terhadap orang alim akan menambah ilmumu, sedangkan diammu terhadap orang bodoh akan menambah kewibawaanmu," Imam Al-Ghazali, kaya gitu paham ukhty?" Lanjut Syafa yang kini sudah bangkit dari tempat duduknya.

"Ohh, iya fahim na ukhty," Jawab Anjani tersenyum puas pada kedua temannya.

"Mau kemana kamu?" Tanya Isyana melihat Syafa yang hendak pergi.

"Mau masuk kelas lah, bentar lagi mapel ke dua," Jawabnya melangkah masuk.

"Eh Iyah tungguin," Ujar Anjani menarik tangan Isyana masuk ke dalam kelas.

###

Saat ini Gus Lukman berada di ruangan nya sedari tadik ia memikirkan bagaimana cara untuk Syafa bisah tinggal bersama di ndalem tidak mungkin juga ia menjadikan Syafa santri khusu dengan tiba-tiba, karena pusing dengan itu akhirnya dia memilih bersiap untuk kembali mengajar di salah satu kelas X.

"Assalamu'alaikum Gus," Itu ustadz Kalasa yang tiba-tiba saja muncul saat Gus Lukman hendak berjalan ke kelas X namun saat melewati ruangan guru dia malah bertemu dengan ustadz Kalasa.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh, kenapa?" Tanya Gus Lukman sambil melanjutkan langkah nya yang sempat tertunda.

"Ngak apa-apa kok, mau ngajar di kelas mana?" Tanya ustadz Kalasa.

"Kelas X," Jawabnya singkat.

"Saya kira di kelas istri toh,"

"Pelankan suara mu Kalasa,"

"Ckk, iya Gus lagian koridor sepi kok,"

"Tetap saja, nanti ada yang dengar,"

"Ciee, yang takut ketahuan duh,"

"Diamlah Kalasa, kelas mu belok kesana,"

"Eh Iyah, hampir terlewat hhh,"

"Pergi sana,"

"Ok deh, Assalamu'alaikum cemangat penantin balu,"

"Geli saya dengar nya Kalasa,"

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh," Lanjutnya.

Punya temen model ustadz Kalasa memang adalah aset berharga, tapi kadang suka bikin malu karena tingkahnya. Namun dia dan ustadz Brama tetap bersyukur.

Mereka sudah berteman lama saat keduanya memilih mondok di pesantren abahnya dan selama tiga tahun mereka mondok mereka satu kelas dan saat di perguruan tinggipun mereka tetap bersama-sama, hinggah mereka memutuskan mengapdi untuk menjadi guru sekaligus menjadi pembina di pesantren ini.

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Bogor, 26/nov/2023

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!