PART 016

Happi Reading,,,

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Tak terasa satu minggu telah berlalu itu artinya semua santri Pondok Pesantren Al Ikhlas harus kembali ke pondok penjara suci, untuk menimba ilmu mendapatkan karomah sang kiyai.

Belajar di pesantren ada tantangan tersendiri jauh dari keluarga bukan berarti kita bebas, tentu saja tidak. Di pesantren kamu akan mendapatkan teman yang tempat tinggalnya jauh, harus mandiri, jadwal pelajaran yang banyak, tidak setoran hafalan di hukum, semua kegiatan memiliki waktu, belajar untuk disiplin tepat waktu dan lain-lain yang masih banyak lagi.

Tapi poin pentingnya bahwa yang kamu kejar bukan tentang ilmu melainkan Adap kamu terhadap gurumu, dengan Akhlak yang baik akan mencerminkan bahwa dirimu berilmu.

Imam Syafi'i pernah berkata. ”Jika Kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan”

"Suami kamu mana Fa?" Tanya Anggit pada Syafa yang sibuk melihat kesana kemari entah apa yang dia cari.

"Palingan lagi di asrama putra bunda," Jawab Syafa. "Ayah tas Syafa biar Syafa yang bawah ke asrama," Lanjutnya saat tak sengaja melihat Rifai hendak membawakan tas yang berisi beberapa pakaian nya.

"Baiklah, mana teman mu yang dua itu?" Tanya Rifai saat tak melihat dia teman anaknya ini.

"Syafa juga lagi nyari ayah," Jawab Syafa.

"Nyari apa? Kamunya malah disini dari tadik kok," Celetuk Anggit menggelengkan kepalanya melihat anaknya ini.

"Eh, iya yah," Jawabannya dengan kekehan ringan.

Saat ini semua santri sudah kembali ke asrama masing-masing, pesantren menyediakan pendopo untuk para orang tua/wali santri untuk digunakan saat membesuk anak-anaknya di pesantren.

Dan keluarga Syafa kini duduk lesehan di pendopo itu sambil menunggu kedua temannya yang belum datang. Diapun belum ke asrama putri tepatnya ke kamarnya di lantai tiga.

"Nah! Itu mereka baru sampai teryata," Ujar Syafa saat matanya tak sengaja melihat ke arah gerbang dimana dia mobil yang dia kenal sudah terparkir rapih di tempat parkir khusus mobil di pinggir lapangan dekat dengan pendopo.

"Isyana, Anjani seblah sini kawan!" Seru Syafa sambil melambaikan tangannya ke arah kedua temannya.

"Husst! Syafa suara mu nak," Ujar Anggit mengingat kan Syafa agar tidak meninggikan suaranya, suara perempuan kan aurat.

"Eh! Maaf bunda Syafa lupa heheh," Jawab Syafa lalu tersenyum pada sang bunda.

"Assalamu'alaikum Syafa, om, tante," Salam keduanya saat sudah sampai didepan Syafa.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh," Jawab ketiga nya bersama tersenyum hangat pada kedua orang tua anak temannya ini.

"Kalau begitu kita pamit dulu ke asrama yah, bund," Ujar Syafa pada kedua orang tua nya.

"Tunggu kita disini yah? Kita cuman mau nyimpen barang," Pinta Isyana pada kakek dan neneknya. Lalu di ikuti oleh Anjani yang juga pamit kepada kedua orang tua nya.

"Baiklah, kami akan tunggu disini," Jawab wibowo kakek Isyana mewakili orang tua yang lain.

"Ok deh,"

Setelahnya mereka berjalan menjauh dari pendopo menuju asrama putri yang melewati aula pesantren lalu kantin asrama putri lalu halam luas asrama putri lalu menaiki tangga untuk ke lantai tiga kamar mereka.

"Aduh, kangen banget tau sama asrama," Ujar Isyana sambil menenteng koper berukuran sedang.

"Betul banget, bosan banget dirumah," Tutur Anjani menyetujui yang di ucapkan Isyana.

"Rindu banget tidur melantai apalagi makanan kantin duhh," Ucap Syafa menimpali kedua temannya.

"Ngak rindu di hukum kamu?" Tanya Anjani melirik singkat pada Syafa.

"Rindu lah, ya kali ngak rindu heheh," Jawab Syafa sambil tersenyum.

"Syafa aneh deh," Tutur Isyana menatap heran dengan temannya bagaimana mungkin dia merindukan di hukum astaga.

Mereka terus mengobrol sampai akhirnya mereka telah sampai di lantai tiga tepatnya kamar Az Azzahra kamar mereka sendiri.

"MasyaAllah," Seru ketiga perempuan itu.

"Kita simpan barang kita ajah yah, soalnya papa mau cepat pulang ada urusan," Tutur Anjani pada keduanya.

Perlahan mereka melangkah masuk kedalam kamar yang masih terlihat sama.

"Iyya, yaudah ayok," Ajak Syafa pada kedua temannya yang sudah menyimpan tas milik mereka di depan kemari masing-masing.

"Kalian ngak capek turun tangga lagi? Aku capek tau!" Ujar Isyana yang duduk di atas tempat tidur yang kasurnya masih di gulung agar tidak berdebu karena tidak ditempati.

"Makanya kalau di ajak olahraga tuh mau! Ginikan jadinya," Ucap Anjani pada Isyana yang terlihat memajukan bibirnya kedepan.

"He! Bibirnya ngak usah di gituin jelek," Lanjut Anjani.

"Ihh, Anjani marah-marah mulu nanti cepat tua loh," Tutur Isyana tak terimah Anjani mengejek walau itu cuman bercanda.

"Sudah-sudah! Kenapa sihh, ayok kita turun cepat," Celetuk Syafa melarai keduanya.

"Yaudah ayok!" Jawab keduanya mengikuti langkah Syafa yang sudah keluar kamar.

Mereka berjalan ke pendopo dimana keluarga mereka sedang menunggu.

###

Di asrama putra tepatnya di kamar pembina ustadz Kalasa dan Ustadz Brama termasuk Gus Lukman sedang duduk di depan kamar pembina bersebelahan dengan kamar santri putra.

"Kok libur cepat sekali berakhir? Padahal kan saya masih mau libur mengajar," Keluh ustadz Kalasa yang merasa masa liburan ini kurang, dia sebenernya ingin pulang kampung juga cuman karena semua pembina tidak diliburkan jadi dia dan beberapa pembina lainnya tetap tinggal.

"Kau ini! Kemarin-kemarin kan kamu ngak ngapa-ngapain, masa sekarang mengeluh," Ujar ustadz Brama menatap sengit temannya ini.

Masalahnya kemarin dia cuman asyik rebahan tampa mengawasi santri putra yang tidak pulang, malah dirinya dapat tugas dari Kiyai zaen.

"Mana cukup waktu seperti itu," Tutur ustadz Kalasa.

Kedua temannya hanya menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan ustadz yang satu ini.

"Enteh ngak tau bersyukur rupanya yah," ujar ustadz Brama, heren melihat temannya ini.

"Bukan ana tidak bersyukur hanya saja ana masih mau libur," Kata ustadz Kalasa tampa beban.

"Mau libur yang panjang?" Tanya Gus Lukman pada ustadz Kalasa yang langsung di angguki dengan cepat.

"Mau lah, gimana tuh caranya?" Tanya ustadz Kalasa dengan semangat 45 nya.

"Minggat dari pesantren," Jawab Gus Lukman singkat tidak menghiraukan mimik wajah temannya.

"Maksudnya? Saya disuruh keluar dari pondok? Wahh tega sekali anda," Ucap ustadz Kalasa apa-apaan saran temannya ini. Mana mungkin dia minggat dari pesantren yang membesarkan dan mendidiknya dari MA sampai kuliah ke Mesir astaga.

"Hhh, iyalah kan tadi ente mau libur, nah biar dapat libur yang panjang keluar saja dari pesantren betul kan Gus?" Tutur ustadz Brama tertawa sangat puas melihat temannya ini ternistakan.

"Wah kalian! Tidak berpritemanan," Ujar ustadz Kalasa dengan kesal.

"Emang kita teman?" Tanya Gus Lukman dengan nada yang sedikit mengejek ustadz Kalasa, sangat senang rasanya menjahili ustadz Kalasa.

"Sungguh teganya kamu mas!" Jawab ustadz Kalasa memperlihatkan wajahnya yang di tekuk dalam.

"Heh! Wajah mu sudah jelek jangan di buat jelek lagi," Tegur ustadz Brama semakin senang menjahili ustadz Kalasa.

"Sembarangan kalau bicara, mana ada jelek," Elaknya tak terimah dikatai jelek oleh ustadz Brama.

Perdebatan itu terus berlanjut sampai ustadz Brama dan Gus Lukman lelah menjahili ustadz Kalasa, tapi yang lebih menjahili itu ustadz Brama Gus Lukman hanya sesekali menimpali nya.

###

Saat ini semua sedang berada di masjid utama pesantren, mereka baru saja menyelesaikan sholat dzuhur berjamaah dan saat ini mereka tengah mendengarkan sambutan dari pimpinan pondok yakni Kiyai zaen.

"Saya mengucapkan selamat datang kembali untuk anak-anak ku, jadi besok hari senin kita kembali proses mengajar seperti biasanya di madrasah, lalu di asrama yang kitab belajar kitab, yang kitab shorof belajar shorof, yang tajwid belajar tajwid di masing-masing pembina nya, dan untuk hafal semua santri senan tiasa di tingkat kan lagi," Ujar Kiyai zaen.

"Lalu untuk pelajaran khusus di asrama seperti fiqih, akidah akhlak, lalu bahasa Arab dan lainnya kembali berjalan sesuai jadwal mulai malam selasa, untuk malam ini kalian istirahat saja dan peraturan tetap jalan seperti biasanya, saya ingatkan sekali lagi bahwa kalian datang kesini untuk menimbah ilmu sebagaimana kata imam syafi'i ”Jika Kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan” lalu Imam Syafi'i juga mengatakan "Orang yang berilmu dan beradab, tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu, merantaulah ke negeri orang" Kalain datang kesini untuk mimbah ilmu jadi selagi kalian masih disini manfaatkan sebagai mungkin raih rhidoh gurumu sebelum kau keluar dari pesantren ini, setelah diluar pergilah jauh untuk menambah pengetahuan mu, kesempatan hidup hanya sekali dan matipun hanya sekali," Lanjut Kiyai zaen melihat semua anak-anaknya yang pandangannya tertuju padanya.

"Mungkin inilah yang dapat saya sampaikan sekian dan terimakasih assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh," Ujar Kiyai zaen lalu duduk kembali.

"WA'ALAIKUM SALAM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH," Jawab seluruh santri.

Semua santri berdiri lalu membuka jalan untuk Kiyai zaen dan para pembina untuk keluar terlebih dahulu, setelah merasa semua pembina sudah keluar barulah mereka keluar secara tertib dan tidak berdesak-desakan.

Begitupun dengan tiga perempuan yang memilih keluar paling terakhir.

"Kita langsung ke kantin ajah sekalian," Ajak Syafa pada keduanya yang saat ini menuju halaman depan masjid.

"Iyya, kalau mau bolak-balik ngak kuat," Jawab Isyana disetujui oleh kedua temannya.

Mereka sangat malas bolak-balik apa lagi naik tangga jadi selagi mereka masih disini lebih baik langsung ke kantin untuk makan siang.

"Yaudah ayok,"

Setelahnya mereka berjalan bersama ke kantin.

Saat tiba dikantin sudah ramai oleh santri putri yang lainnya.

"Kita duduk dimana nih?" Tanya Anjani melihat kenasa kemarin.

"Udah mau duduk ajah kamu! Kita belum ambil makanan yah," Ucap Syafa pada Anjani.

"Eh, iyya Astagfirullah lupa ana," Jawab Anjani terkekeh pelan.

"Yasudah kita ambil dulu makan nanti kita cari tempat duduknya yang kosongkosong,"

Mereka lalu pergi ke tempat yang sudah di sediakan makanan siang untuk santri putri.

###

Di ndalem terlihat keluarga Kiyai zaen sedang menyantap makan siang dengan diam.

Umi Salma dan Aqilah yang memasak karena pikit ndalem baru akan berlaku besok setelah mereka sudah sholat ashar.

Saat selesai makan siang bersama keluarga itu tepatnya Kiyai zaen dan Gus Lukman berjalan ke depan teras ndalem.

Hari ini cuaca sangat panas beberapa hari juga tidak hujan.

"Nak, tidak mungkin kan kau akan pisah dengan istrimu?" Tanya Kiyai zaen.

"Iyya abah, Lukman masih memikirkan itu," Jawab Gus Lukman.

Beberapa hari ini dia sedikit pusing memikirkan bagaimana agar Syafa tinggal bersamanya, bagaimana pun mereka sudah menikah dan tidak baik juga pisah tempat tinggal padahal satu lokasi.

"Baiklah, jika kamu butuh bantuan beritahu abah nak," Ujar Kiyai zaen.

"Na'an abah,"

Setelah itu mereka diam, menatap kedepan dengan pikiran masing-masing.

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Bogor, 25/nov/2023

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!