PART 007

Happy Reading,,,

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Saat tiba dirumah sakit Gus Lukman segera memanggil perawat untuk menangani Syafa segera mungkin, saat ini Syafa masih ditangani oleh seorang dokter perempuan.

"Lukman." Panggil Kiyai Zaen saat melihat anaknya duduk sendirian depan ruangan yang di dalamnya sosok gadis yang berhasil membuatnya khawatir tampa sebeb.

"Assalamu'alaikum nak," Ujar Kiyai Zaen. Beliau datang bersama Umi Salma dan ustadz Kalasa. "Ada apa ini nak? Kenapa bisa seperti ini?" Lanjut Kiyai Zaen yang sudah berada didepan anaknya yang terlihat tidak baik-baik saja.

"Wa'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, aku juga tidak tau abah." Jawab Gus Lukman sambil menatap Abahnya yang juga menatapnya.

"Lalu gimana keadaan Syafa nak?"

Tanya Umi Salma kepada anaknya.

"Aku tidak tau, dokter menangani Syafa masih belum keluar." Jawab Gus Lukman sambil menatap ruangan yang berada didepannya.

"Apa kau sudah menghubungi keluarganya? Mereka harus tau." Ujar Kiyai Zaen.

"Afwan Kiyai, saya sudah menghubungi orang tua Syafa, mereka saat ini sedang perjalanan bisnis keluar kota kemungkinan mereka baru bisa kembali saat besok." Jawab ustadz Kalasa yang memang baru saja menghubungi keluarga dari Syafa.

"Hm, baiklah kita tunggu dokter yang menangani Syafa keluar." Ujar Kiyai Zaen.

Clekkk

Suara pintu dibuka mengalihkan pandangan ke empat orang itu, lalu munculah sosok dokter perempuan dengan balutan jas putih yang melekat pada tubuhnya, dokter itu kemudian mendekat.

"Apa ada keluarga pasien?," Tanya dokter perempuan itu.

"Saya dok, saya Abahnya," Jawab Kiyai Zaen. Ya dia adalah orang tua untuk semua santri-santrinya tak terkecuali.

"Begini pak, saat kami memeriksa pasien. Tiba-tiba saja dia berteriak ketakutan, sambil memukul kepalanya sendiri, tapi untungnya kami segera menyuntikkan obat bius, saya menduga bawahan beliau mengalami trauma di masa lalu dan mungkin dengan kejadian tadi membuat traumanya muncul lagi, tapi bapak tenang saja karena kami sudah menangani pasien, kami juga sudah mengoleskan beberapa salep untuk pipinya yang merah seperti ditampar." Jelas dokter perempuan itu kepada Kiyai Zaen.

"Lalu kapan dia sadar dokter?." Tanya Kiyai Zaen.

"Sekitar dua sampai tiga jam lagi karena efek bius yang kami berikan."

"Tidak ada yang serius kan dokter?" Tanya Umi Salma.

"Tidak ada ibu, baiklah kalau terjadi apa-apa segera panggil saya, kalau begitu saya permisi dulu mari ibu bapak." Pamit dokter itu.

"Alhamdulillah, terimakasih dok."

"Ah, dokter apa kami bisa masuk kedalam?" Tanya Kiyai Zaen sebelum dokter itu benar-benar pergi dari hadapan mereka.

"Tentu saja pak, tapi jangan mengganggu pasiennya, saya permisi dulu." Jawabnya lalu benar-benar menghilang dari pandangan mereka.

"Umi mau masuk dulu, kalian mau ikut?" Tanyanya kepada ketiga pria itu.

"Afwan umi, kiyai, ana menunggu disini saja." Jawab ustadz Kalasa sopan.

"Baiklah, bagaimana mu dengan nak?" Umi Salma kembali bertanya pada anaknya, "kau mau masuk?" Lanjutnya.

"Afwan umi. Lukman disini saja." Jawab Gus Lukman. Kemudian tersenyum tipis pada uminya.

"Baiklah kalau begitu, umi masuk dulu ayok abah." Ajaknya pada suaminya.

"Umi, duluan saja kedalam aku ingin bicara sebentar dengan Lukman" Ujar Kiyai Zaen pada sang istri yang hanya mengangguk pelan lalu masuk ke ruang rawat Syafa meninggalkan tiga laki-laki itu.

"Jadi Lukman, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Kiyai Zaen pada Gus Lukman, dia sangat penasaran apa yang terjadi pada salah satu santrinya sampai masuk rumah sakit.

"Abah, harusnya aku menolongnya tepat waktu, harusnya aku datang sebelum orang-orang itu menyentuhnya, bahkan mereka berhasil melepaskan jilbab yang Syafa kenakan," Jelas Gus Lukman sambil menatap Kiyai Zaen dari samping. Dia duduk ditengah, samping kanannya ada Kiyai Zaen dan samping kirinya ada ustadz Kalasa.

"Apa maksud Gus! Orang itu menyentuh Syafa?" Tanya ustadz Kalasa dengan mata melotot, apa yang dimaksud temannya ini dia masih tidak paham.

"Tidak menyentuh sampai disana Kalasa, mereka hanya melepaskan jilbab dan memegang pipinya, sungguh jika saja orang-orang itu tidak lari aku sudah pasti membunuh orang itu, jika membunuh tidak dosa aku akan  melakukannya tadi." Ujar Gus Lukman sambil menatap pintu cat putih itu dengan mata tajamnya.

"Astaghfirullah, jadi kau melihat dia tampa menggunakan jilbabnya?" Tanya Kiyai Zaen pada Gus Lukman, beliau menatap serius pada anaknya ini apa benar demikian batinnya.

"Aku melihatnya Abah." Jawab Gus Lukman.

Kiyai Zaen dan ustadz Kalasa hanya menghela nafasnya dengan kasar.

###

Didalam ruang dengan cat putih itu terdapat seorang perempuan yang terbaring dengan nyaman tampa mau membuka matanya, seseorang duduk disamping tempat ia berbaring, itu umi Salma yang menggenggam tangan kanan yang tidak memakai infus, Syafa terlihat masih pucat dan bekas tamparan itu masih terlihat jelas di kedua pipinya, walaupun umi Salma bukan lah ibu kandungnya tetapi dia juga bisa merasakan sakitnya, bagaimana bisa ini terjadi nak batinnya.

Kemudian umi Salma membaca do'a untuk kesembuhan Syafa.

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءٌ لَا يُغَادِرُ سَقَمًا"

Artinya: "Ya Allah, Tuhannya manusia, hilangkanlah rasa sakit, sembuhkanlah, Engkau-lah Dzat Yang Menyembuhkan. Tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit,"

Umi Salma juga melantunkan beberapa ayat suci al qur'an, berharap anak didiknya ini segera membuka matanya.

Nghhh

Syafa terlihat gelisah, namun matanya masih tertutup rapat, sepertinya dia bermimpi.

"Ayah, ibu, maaf." Ujar Syafa tiba-tiba.

"Syafa takut ayah, ibu." Lanjutnya.

"Tolong Syafa ayah."

Umi Salma yang mendengar itu sedikit kaget, lalu berusaha membangunkan Syafa yang sedang meraung-raung sambil memanggil kedua orang tuanya.

"Nak, bangun." Ujar Umi Salma. Sambil mengusap pelan wajah Syafa yang berkeringat. "Bangun nak." Lanjut Umi Salma.

Perlahan Syafa membuka kelopak matanya sedikit demi sedikit perlahan matanya mulai terbuka dia berusaha menyisakan cahaya di ruangan itu, dia memengang kepalanya lalu meringis pelan, dia mengingat apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu. Syafa belum menyadari ada orang lain selain dirinya diruang ini.

"Alhamdulillah, kau sudah bangun nak." Ucap Umi Salma yang merasa senang dengan Syafa yang sudah sadar. Sedangkan Syafa yang mendengar itu menoleh kearah Umi Salma yang terlihat senang dan khawatir.

"Umi." Panggil Syafa berusaha bangun dari tempat tidurnya untuk menyalimi tangan Umi Salma.

"Tidak apa nak, berbaring saja, kau belum sembuh total." Ujar Umi Salma sambil membantu Syafa kembali berbaring.

"Umi, Syafa takut." Ujar Syafa tiba-tiba menangis sambil memegang tangan Umi Salma.

"Tenang lah nak, Umi disini tidak akan terjadi apa-apa padamu." Jawab Umi Salma. Sambil memeluk Syafa yang setia berbaring, memberikan ketenangan untuk Syafa yang entah sejak kapan mulai mengis.

"Syafa takut Umi, mereka akan..." Syafa tidak melanjutkan ucapannya saat kilasan masa lalunya kembali, dengan kejadian tadi yang dialaminya membuatnya takut, takut orang-orang itu kembali lagi dan melakukan hal yang sama lagi.

"Nak, Umi disini, jadi kau tidak perlu takut," Ujar Umi Salma sambil berusaha menenangkan Syafa yang sudah sedikit tenang. Umi Salma sangat ini menanyakan perihal kejadian tadi pada Syafa namun dia urungkan kembali saat melihat kondisi Syafa yang tidak sedang baik.

Clekkk

Pintu ruangan dibuka seseorang dan muncullah Kiyai Zaen dan Lukman beserta ustadz Kalasa, mereka masuk dengan diam tidak paham dengan apa yang baru saja terjadi.

Syafa yang melihat ada seseorang masuk dan itu seorang laki-laki dia berusaha memegang erat tangan Umi Salma. Umi Salma yang mendapatkan perlakuan itu menggenggam kembali tangan Syafa yang terasa dingin.

"Tidak apa-apa nak." Bisik Umi Salma sesekali mengusap punggung tangan Syafa.

"Assalamu'alaikum," Salam ketiga laki-laki itu yang sudah berdiri di belakang Umi Salma, "bagaimana keadaanmu nak?," Tanya Kiyai Zaen saat melihat Syafa yang bersembunyi di lengan Umi Salma.

Dia tidak berani menatap ketiga laki-laki yang berada di belakang Umi Salma, sungguh dia takut.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, dia tidak apa-apa, hanya saja sedikit merasa takut dengan kalian," Jawab Umi Salma. Mewakili jawaban Syafa dari pertanyaan suaminya tadi.

"Loh, kenapa takut dengan kami, memangnya kami hantu apa!" Itu suara ustadz Kalasa dengan pelan tapi yang berada diruang itu mendengarnya, Gus Lukman yang berada di sampingnya tiba-tiba saja menginjak kakinya tampa balas kasih, dan jangan lupa tatapan tajam Gus Lukman sungguh apa salahnya, batinnya.

"Diam lah Kalasa!" Ujar Gus Lukman menatap tajam ustadz Kalasa yang hanya dibalas anggukan dari si pelaku, masalahnya Gus Lukman masih menginjak kakinya, dia hanya memakai sandal jepit karena buru-buru keseni.

"Gus kakimu." Guma ustadz Kalasa pelan. Gus Lukman melihat kebawah lalu mengangkat kakinya kembali tampah rasa bersalah, uhh untung teman batin ustadz Kalasa.

"Syafa malu Umi." Ujar tiba-tiba Syafa sambil mengintip sedikit Umi Salma, dia masih menyembunyikan wajahnya di lengan Umi Salma tampa mau melepaskannya.

"Kau malu dengan siapa nak?" Tanya Umi Salma.

"Gus Galak."

"Ha! Gus galak?"

"Ah, maksudnya Gus Lukman umi."

"Kenapa kau malu dengannya?" Tanya Umi Salma sambil mengusap pelan kepala Syafa yang tertutup jilbab navy itu.

Gus Lukman yang mendengar itu hanya diam ditempatnya, ketiganya masih setia berdiri tampa minat duduk di sofa yang sudah di sediakan pihak rumah sakit ini.

"Umi, Gus Lukman sudah melihat rambut ku, aku malu umi." Syafa mengadu pada Umi Salma perihal Gus Lukman yang melihatnya tampa mengenakan jilbab, sungguh dia begitu malu pada dirinya sendiri, malu pada Allah, dan tentunya dia sangat malu pada Gus Lukman.

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Bogor, 18/nov/2023

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!