PART 003

Selamat membaca,,,,

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Disinilah Syafa berakhir, di taman belakang Aula pesantren dihadapannya seorang bermata tajam namun sialnya dia sangat tampan.

"Kamu ini tidak ada kapok-kapoknya sama sekali." Ucap Gus Lukman. Mengatur nafasnya lalu kembali bersuara. "Saya ngak habis pikir sama kamu Syafa, disaat yang lain sedang tadarrus kamu malah tidur dibelakang!" Ujar Gus Lukman sekali tarikan nafas.

"Afwan Gus, tadi Syafa ngak sengaja." Jawab Syafa. Dengan kepala menunduk dan tangan yang sibuk memainkan gamis yang dia pakai.

"Seharusnya kamu itu fokus belajar Syafa, kamu sudah kelas dua belas bukanya terus berbuat ulah seperti ini, saya ngak habis pikir sama kamu." Gus Lukman sedikit geram dengan santri yang bandel ini.

"Sekarang kamu bersihkan semua halaman ini dari menyapu sampai membersihkan gazebonya jangan ada yang terlewat!" Perintahnya kepada Syafa.

Syafa yang masih asik menunduk tiba-tiba mengangkat kepalanya untuk menatap Gus Lukman namun siapa sangka Gus Lukman juga sedang menatapnya sedikit terkejut dengan tatapan Syafa, keduanya buru-buru mengalihkan pandangan, Astaghfirullah halazim, ya Allah maaf, batin Gus Lukman.

"Gus, taman ini sangat luas, bolehlah diringankan." Ujar Syafa berusaha bernegosiasi dengan Gus galak itu.

"Tidak Syafa! Kerja sekarang atau saya tambah hukuman kamu!" Jawab Gus Lukman tampa mau dibantah lagi.

"Tapi Gus... "

"Syafa! Saya tidak suka dibantah, kerjakan sekarang jika ingin selesai dengan cepat, saya awasi kamu dari sini." Potong Gus Lukman.

Syafa mulai mengerjakan tugasnya takut dengan tambahan hukuman dari Gus Lukman, untung saja hari ini cuaca sedang mendukung yakni mendung seperti akan turun hujan, jadi Syafa tidak perlu berpanas-panasan.

Gus Lukman jika berikan hukuman tidak main-main dan sedikit kejam, tapi itulah sifat yang sudah lama melekat pada dirinya. Taman ini memang luas banyak tanaman bunga disini dengan jenis yang berbeda, beberapa pohon menjulang tinggi mengelilingi taman ini, di pinggir taman ada lima gazebo untuk para santri, tapi yang sering datang kesini hanya santri putri karena lebih dekat dengan asrama mereka sedangkan untuk putra sangat jarang bahkan bisa dibilang tidak pernah.

"Bersih kan yang Ikhlas Syafa!" Ujar Gus Lukman. Tak sengaja melirik ke Syafa dimana gadis berhijab army itu tengah tidak sabaran nya menyapu sambil mengucapkan sesuatu yang Gus Lukman sendiri tidak tau.

"Na'am Gus."

"Gus Lukman itu tampan, gagah dan pastinya memiliki pesona yang memikat, tapi sayang Gus nya Galak." Ucap Syafa pelan. "Ckkk, malah cucian numpuk lagi, ngak ada matahari pula nasib-nasib." Entah pada siapa Syafa berbicara.

Gus Lukman yang dari kejauhan

melihat itu hanya menggelengkan kepala siapa suruh tidur batinnya.

"Assalamu'alaikum Gus." Salam orang itu.

"Wa'alaikum salam, ada apa?" Tanya Gus Lukman dengan wajah datarnya.

"Afwan Gus, dipanggil Kiyai ke Ndalem sekarang." Jawabnya. Masih setia menunduk santri itu takut dengan tatapan tajam Gus Lukman.

"Baiklah, saya akan segera kembali." Ujar Gus Lukman.

"Siapa nama mu?" Tanya Gus Lukman pada santriwati yang setia menunduk itu.

"Isyana Gus." Dengan suara yang pelan tetapi masih bisa didengar Gus Lukman.

"Baiklah Isyana saya akan berikan kamu tugas, awasi santri yang sedang membersihkan itu untuk saya, jangan kembali ke asrama sebelum semuanya beres, jika saya kembali mengecek namun tidak beres kamu yang akan saya cari paham!" Sambil memperhatikan Syafa yang sedang membersihkan tampa menyadari kedatangan Isyana temannya.

"Ha!... Na'am Gus insyaAllah."Jawab Isyana sedikit terkejut.

"Baiklah, saya pergi dulu Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Isyana setelah Gus Lukman hilang dari pandangan nya.

Perlahan dia mendekati Syafa yang tengah asyik bersenandung entah apa itu, sampai tidak menyadari kehadiran Isyana di samping nya.

"Dorrr... "

"Astaghfirullah hal azim ya Allah." Kaget Syafa melotot kepada sih kelaku, siapa lagi kalau bukan Isyana.

"Hahaha, afwan ukhti." Ujar Isyana yang masih mengatur kekehan nya. Sedangkan Syafa berdecak melihat nya.

"Untung aku ngak punya riwayat penyakit jantung, kalau datang itu ucap salam Isyana." Ujarnya kepada Isyana.

"Ehh! Assalamu'alaikum ukhti, kamu sih! Asyik banget sampe ngak sadar aku disamping kamu."

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, lainkali jangan di ulang yah." Syafa yang baru menyadari Gus Lukman yang tidak ada ditempat nya bingung.

"Loh! Gus galak kemana?" Tanya Syafa.

"Di panggil sama Kiyai Zaen, urusan penting kayanya." Jawab Isyana.

"Trus, Anjani kemana? Kenapa ngak ikut?" Cecar Syafa tidak sabaran.

"Ada kok, cuman kan hari ini tugas dia yang piket di ndalem." Jawab Isyana sambil duduk di salah satu gazebo.

"Aku di dapat amanah dari Gus Lukman, disuruh ngawasin kamu, takut kamu kabur." Lanjut Isyana, sedangkan Syafa memutar bola matanya jengah lalu lanjut membersihkan yang sempat tertunda tadi. Ia ingin segera beres karena cuciannya yang numpuk di kamar.

"Syafa semangat." Ujar Isyana. Sambil mengepalkan tangannya di udara tanda menberikan semangat kepada Syafa yang dibalas dengan anggukan serta senyum tipis.

###

Saat ini Gus Lukman sudah ada di ndalem, lebih tepatnya dihadapan kedua orang tuanya dan tamu Abah nya, dia tau siapa tamu itu dan dia juga tau maksud dan tujuan mereka datang. Karena beberapa hari lalu Abah nya sudah menyampaikannya.

"Khmmm... Tujuan kami datang kesini selain untuk mempererat tali silaturahmi kedua keluarga kita Zaen, kami juga ingin ada ikatan dalam keluarga kita seperti yang saya katakan tempo hari Zaen." Ujar Kiyai Adam sambil menatap Kiyai Zaen sekaligus sahabatnya saat masa kuliah dulu. Yang ditatap hanya mampu tersenyum.

Kiyai Adam Izhaq, beliau adalah pemimpin pondok pesantren Hidayatullah, memiliki istri Siti Hilmi Izhaq dan putri nya Ning Fitri Fujianti.

"Kami pun menginginkan hal yang sama adam, tapi aku tidak berhak menentukan pilihan putraku. Keputusan apapun yang dibuat Lukman kami selalu mendukung nya." Ucap Kiyai Zaen.

"Bagaimana nak keputusan mu?" Tanyanya kepada Lukman yang menampilkan wajah dinginya tampa menyadari pertanyaan Abah nya, sentuhan telapak tangan nan dingin menyentuh kulit tangannya, saat dia tersadar dari lamunya ternyata semua orang menatap kepada nya, melirik tangan yang menggenggam tangan nya, ternyata adalah tangan uminya.

"Abah memberikan pertanyaan kepada mu nak." Suara lembut umi salma, sambil menatap putranya.

"Nak bagaimana keputusan mu? apa kau sudah memiliki jawaban?" Tanya Abah Zaen.

"Belum Abah, Lukman masih belum menemukan jawabannya." Suara bas naan dingin Gus Lukman menjawab pertanyaan dari Abah Zaen.

Terlihat keluarga dari Kiyai Adam menghela nafas, sedikit kecewa dengan jawaban yang diberikan Gus Lukman tidak sesuai harapan sosok wanita bercadar hitam disamping ayahnya dan bundanya.

Dia sudah jauh-jauh hari mempersiapkan diri untuk mendengar kabar baik dari sang pujaan hatinya siapa lagi kalau bukan Gus Lukman.

"Tidak apa-apa nak, jangan terburu-buru kami akan datang lagi kesini seminggu lagi untuk mendengar kabar baik dari mu,." Ucap Kiyai Adam kepada Gus Lukman yang senang menampilkan wajah dinginya.

"Afwan Zaen, sepertinya kami tidak bisa berlama-lama, kami pamit dulu dan syukron atas jamuan makanan nya." Sambung Kiyai Adam sambil bangkit dari tempat duduknya di ikuti putri dan istrinya.

"Baiklah, kami akan menunggu kedatangan kalian seminggu lagi, Hati-hati dijalan." Ucap Kiyai Zaen sambil berjalan kedepan ndalem mengantar keluarga Kiyai Adam, sudah ada mobil yang menunggu mereka.

"Kami pamit, Assalamu'alaikum." Pamit Kiyai Adam setelah nya masuk kedalam mobil.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab mereka yang disana sambil menatap mobil yang mulai meninggalkan lingkungan pesantren.

"Abang." Panggil Aqila adiknya yang sedang menatap nya.

"Semangat bang." Lanjutnya. Setelah itu masuk kedalam rumah menyusul sang umi yang membereskan bekas gelas lalu membawanya kedapur, tiba di dapur masih ada anak-anak yang piket untuk membantu umi salma di ndalem semua santri kelas diu belas mendapatkan piket secara bergantian.

"Ya Allah, umi kira kalian semua udah pada balik ke asrama." Ucap umi Salma. Pasalnya tadi setelah serapan pagi dengan para tamunya.

Umi Salma menyuruh mereka kembali ke asrama jika pekerjaan mereka sudah beres, ternyata mereka masih di ndalem.

"Afwan umi, tidak sopan kami kembali ke asrama tampa pamit terlebih dahulu kepada umi, jadi kami menunggu umi sampai sekarang." Jawab Anjani mewakili temannya yang lain.

"Aduh, ngak papa kalau mau kembali ke asrama, toh pekerjaan kalian juga sudah selesai semua." Umi Salma tersenyum hangat keada santriwati ini.

"Sekarang kalian semua kembali ke asrama istirahat ya, syukron udah bantuin umi." Lanjutnya sambil tersenyum.

"Nggih umi, kami pamit dulu kembali ke asrama, assalamu'alaikum umi." Mereka meninggal dapur ndalem untuk kembali ke asrama.

###

Di teras depan ndalem ada Kiyai Zaen dan Gus Lukman.

"Ada yang mengngu pikiran mu nak?" Tanya Kiyai Zaen sambil menatap putra nya dari samping.

"Tidak ada Abah." Jawab Gus Lukman.

"Abah tidak memaksa atau pun umi mu, kami akan mendukung keputusan yang kamu ambil," Ujar Kiyai Zaen sambil memegang pundak anaknya.

"Terimakasih Abah." Tersenyum tipis kepada Abahnya.

"Abah. Lukman pamit dulu, mau mengecek santri yang lukman hukum tadi pagi." Ijinnya kepada Abahnya.

"Baiklah, pergi sana."

"Assalamu'alaikum Abah." Pamit Gus Lukman sambil menyalimi tangan Abah nya.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh."

###

Saat ini Syafa dan Isyana sedang menyantap es krim yang dibawakan oleh Anjani saat hendak kembali ke asrama, tadi saat dari ndalem Anjani mampir ke koperasi pesantren untuk membeli cemilan, namun saat hendak ke asrama tak sengaja melihat Isyana dan Syafa sedang berghibah riah, tampa banyak pikir Anjani menyusul ke dua teman karibnya, dan berakhir lah mereka bertiga duduk di gazebo sambil memakan Es cream masing-masing, memandang hamparan bunga dan angin sepoi-sepoi, membuat mereka betah disini tampa ada ada niat kembali ke asrama.

"Khmmm, tadi Kiyai Adam datang ke Ndalem buat minta jawaban Gus Lukman." Anjani mulai bercerita tentang apa yang baru saja terjadi di Ndalem.

"Ha! Jawaban apa?" Tanya Syafa penasaran.

"Ternyata Gus Lukman emang dijodohin sama Ning Fitri, tapi Gus Lukman masih belum jawab, katanya mereka datang lagi minggu depan."

"Ihhh, lah ada perempuan yang datang minta jawaban ke rumah laki-laki?" Tanya Isyana dengan raut wajah bigung.

"Adalah, tuh Ning Fitri tadi." Jawab Anjani sambil tersenyum.

"Kira-kira kenapa Gus galak belum bisa kasih jawabnya yah?" Tanya Syafa.

"Kepok kamu."

Bukan Anjani ataupun Isyana yang menjawabnya itu suara laki-laki, secara bersamaan ketiganya membalikkan badan dan Yap Gus Lukman lah yang menjawab tadi.

"Siapa yang kamu sebut Gus galak? hah!" Cecar Gus Lukman kepada gadis yang baru saja menyebutnya Gus galak.

"Emangnya Gus Lukman merasa yah?" Pertanyaan itu tiba-tiba keluar dari bibir mungil Syafa.

"Siapa lagi yang kamu sebut Gus galak selain saya, hanya saya Gus disini syafa itu artinya kamu mengatai saya galak."

"Tapi kan Gus memang galak kok!" Ujar Syafa. Kedua temannya hanya bisa menunduk dalam diam, merutuki ucapan Syafa yang kelewatan santai.

Mata Gus Lukman melotot mendengar ucapan itu.

"Kamu ini! Benar-benar ya Syafa,"

"Lah, memangnya saya salah ngomong ya Gus?" Tanya Syafa dengan polosnya. Gus Lukman hanya menghela nafas pelan. Lelah dengan santri yang kelewatan bandel ini.

"Pekerjaan mu sudah selesai?" Tanya Gus Lukman.

"Sudah Gus, memangnya Gus tidak melihat semua sudah beres?"

"Saya hanya memastikan Syafa."

Ucap Gus Lukman.

"Baiklah, sekarang kalian bertiga kembali ke asrama jangan berkeliaran." Perintah Gus Lukman kepada tiga santri itu.

"Na'am Gus, kami pamit assalamu'alaikum." Salam mereka bertiga, lalu buru-buru meninggalkan Gus Lukman.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Jawabnya.

Setelah Syafa dkk pergi. Gus Lukman mengamati sekitarnya ternyata memang sudah beres semua, dirasa tidak ada lagi yang perlu dia lakukan. Gus Lukman memilih kembali ke ndalem.

###

"Astaghfirullah, aku lupa mencuci pakaian ku." Ucap Syafa setengah panik. "Aduh! Kenapa bisa lupa sih?, gara-gara kamu sih Isyana pake ngajak ngobrol tadi, kan jadi lupa." Sambung Syafa menyalahkan Isyana yang tadi mengatakan tidak perlu buru-buru kembali ke asrama.

"Loh! Kok kamu malah nyalain aku sih." Jawab Isyana. Merasa tak terima dirinya disalahkan.

"Kamu juga tadi mau-mau ajah aku ajak." Ucap Isyana membela dirinya.

"Dari pada debat, noh! Buruan nyuci sebelum masuk waktu dzuhur." Ujar Anjani menjadi penengah kedua temannya.

"Jangan sampai kamu dihukum lagi."

[GUS LUKMAN & SYAFA]

Terpopuler

Comments

Frederick

Frederick

Thor, aku sudah siapkan tissue dan makanan, sekarang tinggal menunggu update. Jangan lama-lama, yaa...

2024-03-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!