Adrian memeriksa ponselnya setelah turun dari Malabar. Jangan tanya seperti apa penampilannya saat ini.
Kusam, berantakan, bawah mata menghitam dan aroma tidak sedap keluar dari tubuhnya.
Mungkin jika para fans Adrian tau sisi gelap Adrian setelah turun dari gunung, mereka akan memutuskan untuk pensiun menjadi fans lelaki berwajah mix itu.
"Mandi dulu sana lo di basecamp atau numpang di rumah warga. Lo mirip gembel, anjir!" ejek Panji yang diikuti gelak tawa dari Danu dan Kenzo.
Penampilan ketiga teman Adrian masih tetap kece, berbeda dengan Adrian. Dirinya menyadari jika di alam bebas, ia benar-benar menyatu dengan alam. Termasuk tidak mandi atau membersihkan diri kecuali hasrat buang air kecil/besar.
Sang casanova berbeda 180°. Jika di sekolah ia terlihat cool, menawan, wangi, modis dan tentu saja tampan, tapi tidak dengan sekarang.
"Lo dari tadi periksa handphone mulu! Nyokap lo nyuruh pulang?" tanya Kenzo.
"Makanya kalau pergi keluar rumah, centong nasi emak lo jangan di bawa!" Canda Panji yang langsung membuat semua orang ketawa. Termasuk Adrian.
"Kenapa gak boleh bawa centeng?" Danu bertanya padahal ia ikut tertawa entah apa alasannya ia ikut tertawa. Mungkin ia tidak ingin terlihat beda sendiri.
Panji mengernyit menatapnya. "Centong, Dolar. Bukan centeng." Ralat Panji. "Iya lah kalau si Ian main bawa centong emaknya, nanti emaknya mau nyendok nasi pakai apa? Sekop semen?" lanjutnya.
Danu yang paham langsung tertawa paling keras.
"Dolar apaan by the way?" tanya Adrian yang penasaran dengan julukan yang Panji sematkan untuk Danu.
"Dongo gak nalar!"
Panji menyebutkan dengan hati-hati sambil melirik Danu yang juga menatapnya penasaran.
"Woooaahhhh parah, Nu. Lo di kata-in dongo gak nalar!"
Mereka semua tertawa hingga Adrian melupakan kegelisahannya karena belum mendapatkan kabar terbaru dari Shasa.
Seharusnya gadis itu sudah mengabarinya jika sudah sampai di Jakarta. Mengingat pesan terakhir yang Shasa kirimkan sudah 6 jam yang lalu. Gadis itu mengatakan sedang perjalanan pulang ke Jakarta.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Bagaimana, Dok? Pasien masih bisa diselamatkan?" tanya salah seorang warga yang membantu mengevakuasi kecelakaan yang terjadi di ruas tol Cipularang.
"Mohon maaf, anda siapa nya Pasien?"
"Kami hanya warga setempat yang menolong keluarga yang tadi kecelakaan di Cipularang, Dok!"
"Apakah pihak keluarganya dapat dihubungi?"
"Kami tidak tau, Dok. Ponsel korban tidak ada yang bisa dibuka hanya ponsel ini saja yang masih utuh. Coba nanti kami cari tau identitas korban, Dok!"
"Kalau begitu saya permisi dulu karena mereka sepertinya sepasang suami istri dan mohon maaf kami tidak bisa menyelamatkan. Tapi untuk putrinya, akan kami usahakan semaksimal mungkin!"
Dokter itu kembali ke ruang UGD. Sedangkan para warga yang tadi membantu Shasa, mencari cara untuk menghubungi pihak keluarga.
Polisi masih mencari penyebab kecelakaan dan membersihkan area tempat kejadian perkara agar tidak menyebabkan kemacetan.
"Isi daya dulu atuh Abah handphone ieu. Sapa tau kalau sudah nyala kita bisa menghubungi salah satu keluarga nya."
Sepasang manusia yang sudah berusia sekitar 50 tahunan menatap ke arah pintu ruangan yang bertuliskan UGD dengan perasaan campur aduk. kasihan, cemas dan bingung.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Adrian terbangun dari tidurnya, peluhnya membanjiri pelipisnya dan badannya. Seolah-olah ia habis bermimpi menjadi atlet lari maraton.
Segera ia menyambar air minum di sebelahnya dan menenggaknya hingga tandas.
Ia tidak peduli itu milik siapa. Kerongkongannya sangat kering dan harus segera ia siram agar mampu menelan dan bernapas.
"Lo kenapa, Ian? Ngos-ngosan begitu habis bangun tidur?" tanya Panji penasaran. "Habis mimpi basah lo ya?" lanjutnya.
Mereka saat ini berada di salah satu rumah warga yang Danu sewa untuk tempat mereka beristirahat setelah melakukan pendakian.
Adrian tidak menjawab pertanyaan Panji, ia keluar kamar menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya yang sudah sedikit lebih baik dari saat pertama turun tadi.
Danu menepuk bahu Adrian saat lelaki itu melamun di walk in closet.
"Kalau khawatir telpon aja!"
Adrian mengerti maksud Danu, ia kemudian mengangguk dan berjalan menuju kamar ingin mengambil ponselnya.
Panggilan pertama belum tersambung. panggilan kedua pun sama. "Kenapa nomor lo gak aktif. Kenapa gue bisa khawatir begini?"
"Makan dulu, Ian!" teriak Kenzo dari meja makan.
Adrian berjalan menuju meja makan dengan langkah kaki yang berat. Bukan, bukan karena menunya yang Adrian permasalahan. Tapi hatinya sedang tidak enak.
"Lo kenapa sih dari tadi gue liat kayanya ada sesuatu yang bikin lo gak nyaman? Gue takut deh lo kesam--"
Belum sempat Panji melanjutkan ucapannya sudah di potong oleh Danu.
"Jaga ucapan lo!" Danu memperingati Panji.
"Kita masih di wilayah orang lain, jaga tutur kata dan bahasa!" lanjut Danu memperingati temannya.
Panji memberikan cengiran kuda. "Ya maap ... abisnya Adrian bikin gue NeThing!"
Adrian memasukan makanannya ke dalam mulut dengan cepat, selain karena lapar, ia ingin menghubungi Shasa kembali.
"Gue duluan ya!"
Adrian pamit sambil membawa handphonenya menuju teras depan sekalian membakar rokoknya.
"Lah ... gak dicuci piringnya!" seru Panji memperhatikan Adrian.
"Udah biarin gue aja. Lo juga mau?"
"Boleh emang, Nu?"
"Boleh, mulai tahun depan nyokap lo gak ada kontrak iklan!"
"Jangan deh kalau gitu." Panji merenggut kesal. "Huuhh pilih kasih!"
Kenzo memperhatikan itu hanya ketawa-tawa. Lalu meninggalkan mereka berdua menuju ruang televisi.
Adrian berusaha menghubungi Shasa kembali, entah mengapa Shasa menjadi candunya saat ini.
Mungkinkah Adrian memiliki rasa lebih pada gadis itu. Ah ... tidak. Ini hanya rasa takut kehilangan teman baik saja, pikir Adrian.
"Hallo Sha?! Lo gimana kabarnya? udah sampai di rumah?"
"Maaf A, ini siapa ya? Apakah Aa keluarga korban?"
Suara seorang lelaki paruh baya di seberang telpon membuat Adrian menegakkan tubuhnya.
"Lo siapa? Korban apa maksud lo? Mana Shasa?" Adrian bertanya sedikit membentak.
"Begini A, yang punya handphone ini kecelakaan di tol Cipularang pagi tadi. Aa bisa ke rumah sakit Xxx."
"Oke gue ke sana!"
Saat Adrian membalikan tubuhnya, Kenzo berdiri di depan pintu ingin menghampiri Adrian.
"Keluarga Sailendra kecelakaan, Ian!" ucap Kenzo di ambang pintu sambil menatap Adrian yang ekspresinya sama terkejutnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Adrian berlari di lorong rumah sakit menuju UGD karena pihak keluarga korban belum ada yang bisa dihubungi.
Mau tak mau Adrian mengaku sebagai anggota keluarga gadis itu agar Shasa dapat dipindahkan ke ruangan rawat inap.
"VVIP. Tolong berikan pelayanan yang terbaik!"
Adrian segera mengecek ponsel gadis itu untuk menghubungi sanak keluarganya namun Adrian tidak menemukan kontak keluarga Sailendra yang lain.
"Nu, lo bisa bantu gue, kan? Cari tau keluarga Sailendra yang lain dan kabarin kalau --" Adrian menjeda kalimatnya.
Ia ragu untuk mengucapkan kenyataan yang kalau Shasa sadar dan mengetahuinya, bisa hancur dunianya.
"Kalo apa Ian? Lo kalau ngomong yang jelas, Anjir!"
"Kalau keluarganya meninggal!"
"Oke!"
Adrian menatap Shasa yang belum siuman pasca kecelakaan itu. Kata Dokter, jika malam ini gadis itu belum melewati masa kritisnya, kemungkinan ada hal serius di organ dalamnya dan kemungkinan bagi Shasa untuk koma sangat besar.
"Sha, bangun Sha!"
Adrian mengelus-elus wajah Shasa yang pucat dan banyak memar seperti terkena benturan di area sekitar wajah.
"Tapi kalau lo bangun. Gue harus bilang apa? Kedua orang tua lo udah--"
Adrian tidak sanggup mengucapkannya. Ia memilih menggenggam tangan halus Shasa dan tertidur di samping brankar tempat Shasa berbaring.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Ehhhmmm ... a ... us ...."
Perlahan Shasa membuka kedua matanya. Yang ia lihat tirai berwarna biru muda dan langit kamar yang berwarna putih.
"Ehhhmmm ..." Shasa mengerang merasakan kepalanya yang sakit.
Adrian yang merasakan pergerakan dari Shasa seketika terbangun dan memusatkan netranya ke arah Shasa.
"Lo udah bangun, Sha? Lo mau apa?" Adrian mendekati Shasa sambil mengelus pipi gadis itu.
"A ... aus ...."
Hanya itu yang Adrian dengar, dengan cepat lelaki itu mendudukkan Shasa lalu mengambilkan air di nakas samping brankar.
"Pelan-pelan ya!"
"Terima kasih, Ian!" ucapnya dengan suara serak sambil tersenyum tipis.
"Sama-sama, Sha."
"Kok gue bisa di sini, Ian? Gue kenapa?"
"Lo gak inget apa yang udah terjadi kemarin?"
Shasa mencoba mengingat hingga membuatnya meringis menahan sakit di kepalanya.
"Sstttt ahhh!" Gadis mengerang sambil memegangi kepalanya
Refleks Adrian memeluk Shasa erat dan menenangkan gadis itu. "Jangan di ingat kalau itu bikin lo sakit!"
"Ayah bunda aku Ian. Mereka di mana?" tanya Shasa yang mulai mengingat kejadian tabrakan yang mereka alami.
Lidah Adrian tiba-tiba keluh. "Ayah bunda kamu ... ada kok! Kamu pulih dulu ya, Sha. nanti kita ketemu ayah bunda kamu!"
Shasa menuruti ucapan Adrian untuk kembali berbaring. Tak lama seseorang memasuki kamar Shasa.
Sepasang lansia yang Adrian taksir berusia 60 tahunan mendekati brankar Shasa.
"Sayang ... kamu yang sabar ya!" Seorang wanita tua langsung memeluk Shasa erat.
Dari garis wajahnya sepertinya ia nenek Shasa terlihat cara wanita itu memperlakukan Shasa seperti nenek dan cucunya.
Lelaki yang bersama wanita tua itu memperhatikan Adrian sangat lekat, tidak ada senyum yang di berikan oleh lelaki itu. Ditatap seperti itu membuat Adrian sungkan dan memilih menjauh dari Shasa.
"Nenek kenapa menangis? Shasa gak apa-apa kok cuma sedikit pusing aja," ucap gadis itu sambil tersenyum menenangkan sang nenek.
"Ayah ... bunda mu, Nak ...!"
Sang nenek tak kuasa berkata-kata. Ia melirik suaminya dan berganti menatap Shasa lama.
"Ayah bunda kenapa, Nek?" tanya Shasa mulai panik karena melihat nenek dan kakeknya yang tidak henti-hentinya menyeka air mata.
"Jawab Nek, Kek. Ayah bunda Shasa kenapa? Mereka dimana?"
Masih tidak ada yang menjawab, hal itu malah membuat nenek Shasa semakin kencang terisak dan suaminya membantu menenangkan.
Adrian dengan sigap mendekati Shasa dan meraih bahu gadis itu agar lebih tenang. "Tenang Sha, lo harus tenang!"
"Adrian ... coba bilang jujur sama gue! Ayah bunda gue kenapa? Mereka ... mereka selamat, kan? Gue inget semua Adrian! Gue masih inget!" jerit Shasa sambil menggoncang kedua lengan Adrian yang sedang memegang bahunya.
Adrian menatap pasangan lansia itu seolah meminta izin untuk memberikan berita berat ini pada gadis di hadapannya. Kakek Shasa mengangguk pelan lalu Adrian memeluk Shasa erat.
Adrian segera membawa Shasa kedalam pelukannya. Mengusap punggung belakang Shasa. "Orang tua lo ... mereka meninggal di tempat, Sha." Adrian berucap pelan setengah berbisik.
Seketika tubuh Shasa menegang kemudian Adrian merasakan tubuh gadis itu melemas di pelukannya, Shasa pingsan.
Adrian segera memanggil Dokter dan Suster untuk mengecek kondisi Shasa yang pingsan. Kakek dan nenek Shasa menunggu di luar kamar Shasa begitupun dengan Adrian.
"Terima kasih sudah membantu kami."
Adrian menengadahkan kepalanya menatap kakek Shasa yang berdiri di depannya sambil menyodorkan sebotol kopi yang ia beli di minimarket.
"Iya sama-sama Pak, sudah kewajiban saya sebagai teman Shasa untuk membantu Shasa di saat seperti ini!"
"Kami tidak tau jika tidak ada anda, mungkin kami tidak akan mengetahui kalau anak kami mengalami kecelakaan!" ucap sang kakek.
"Boleh saya titip Shasa sebentar, karena kami ingin mengurus jenazah anak dan menantu kami!"
Adrian mengangguk 'kan kepalanya. "Saya akan menjaga Shasa. Bapak tidak perlu khawatir!"
Adrian menatap Shasa dari pintu kaca ruang inap. Gadis itu sudah tersadar kembali namun tatapannya kosong.
Di usianya yang masih belia, ia sudah mendapatkan luka duka cita. Duka pertama Shasa. Sanggupkah gadis itu melalui semua?
...(ノಥ,_」ಥ)ノ彡To be continue ︵└(´_`└)...
Like, vote, kembang dan kopinya, Majikan ku 🫰🏾❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Katty miaw
get well soon shasa
2025-02-23
1
Bilqies
lekas sadar sha....
2024-05-25
2
Anita Jenius
1 /Rose/+5 like buatmu kak. semangat ya
2024-04-20
1