Duugghhhhh
Shasa membalikan tubuhnya namun tertabrak oleh dada Adrian yang entah sejak kapan berdiri di belakang Shasa.
"Aduh ... lo bisa nggak, sih. kasih tau gue kalau udah selesai!" Shasa mengaduh sambil mengelus pelipisnya.
Adrian hanya diam saja masih dengan tatapan kosongnya menatap Shasa. Namun, kali ini ekspresi yang Adrian tunjukan sedikit tajam seperti orang yang sedang menahan marah.
Menyadari jika dirinya menggunakan bahasa dan intonasi yang terlalu keras, Shasa kembali ke mode Pasien dan Dokter.
Shasa memperhatikan Adrian dari atas sampai bawah, Adrian tidak berubah.
Kadar ketampanannya tidak berubah, meskipun wajahnya tirus dan kulit nya menggelap, namun itu malah membuatnya semakin macho.
Sambil menggenggam telapak tangan Adrian, Shasa menatap manik mata lelaki itu.
"Ayo kita pulang, Ian!" ajak Shasa.
"Pulang?" Adrian mengerutkan kening dan menahan langkah Shasa.
"Iya pulang, kamu ingat rumah kamu?" Shasa memastikan kembali apakah Adrian mampu mengingat rumahnya.
Namun, kali ini respon Adrian semakin tajam membalas tatapan Shasa. Shasa tau bahwa Adrian akan mengamuk, tiba-tiba ia memeluk Adrian.
"Tidak apa-apa kalau kamu belum ingat. kamu bisa tinggal di tempatku," ucap Shasa masih dengan memeluk Adrian.
Segera ia lepaskan pelukannya, karena detak jantung Adrian sudah mulai normal tidak kencang seperti tadi.
Sebelum keluar ruangan, Shasa menyempatkan untuk merapikan rambut Adrian yang berantakan karena sudah panjang.
"Aku boleh merapikan rambut kamu? Nanti aku pangkas sedikit ya, rambutnya," ucap Shasa sambil berjinjit merapikan rambut Adrian.
Karena postur tubuhnya yang kecil, membuat Shasa kesulitan saat merapikan rambut pria itu.
Shasa membawa Adrian keluar ruangan masih dengan menggenggam erat tangan Adrian.
Hanya dengan menggenggam tangan lelaki ini, cara Shasa berkomunikasi agar mendapat respon dari Adrian. Physical touch.
"Baru kali ini Dokter Shasa mau membawa pasiennya secara langsung. Biasanya Dokter Shasa minta tolong Petugas, buat antar Pasiennya ke rumah mereka," ucap Suster Nana dari kejauhan saat melihat Shasa.
"Masih kerabat dari sahabatnya, gitu katanya," sahut Tio.
"Dia Pasien tercepat yang kita pulangkan dari rumah sakit ini apalagi kasusnya berat banget."
"Apa saja diagnosanya?" tanya Tio.
"Rahasia ...!" ledek Nana pada Tio yang sudah menampakkan wajah penasaran nya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
~Singapura, kediaman Pattinson~
"Hallo Tio!"
"Iya Bang!"
"Kanapa Shasa susah dihubungi, ya. Apa dia sedang sibuk?"
"Dokter Shasa sedang mengantar Pasien pulang ke rumah keluarganya, Bang. Ada pesan yang harus Tio sampaikan ke Dokter Shasa?"
"Pasien siapa? Gak biasanya Shasa turun tangan langsung membawa pasien pulang. Siapa Pasien itu?"
"Pasien yang kemarin dibawanya, Bang, ODGJ gitu. Andika namanya, katanya masih keluarga sahabatnya dokter Shasa."
"Sahabatnya? Arden atau Fani, ya?" gumam Aiden yang masih terdengar oleh Septian.
Aiden yang sadar masih dalam panggilan bersama Tio segera mengakhiri panggilan tersebut.
"Siapa pasien itu sampai Shasa repot-repot mengurusnya?" gumam Aiden yang masih duduk termenung di meja kerjanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
PIP PIP PIP PIP
Shasa memasukan kode pin saat memasuki pintu unit apartemen yang akan di tempati Adrian dan asisten psikolog nya.
Apartemen yang akan Adrian tempati memiliki 2 lantai, sama seperti unit apartemen milik Shasa yang berada satu lantai di atasnya.
Apartemen 3 kamar tidur ini, memiliki pemandangan yang sangat indah berupa pemandangan gunung dari kaca ruang tamu. Serta dari balkon, terdapat banyak tanaman hias yang merambat ke bawah.
"Nona, kamar mana yang akan di tempati Tuan Adrian?" tanya Martin Asisten Psikolog rekomendasi Kamandanu untuk merawat dan membantu Shasa.
Seluruh karyawan Shasa tidak mengetahui jika Martin akan merawat Adrian, karena ia takut jika ada orang yang membocorkannya ke Aiden.
Shasa menyerahkan map hitam yang jika di buka terdapat surat perjanjian.
Surat perjanjian yang berisi bahwa Martin tidak diperbolehkan mengatakan apa yang ia lihat, rasa dan dengar selama bekerja bersama Raneysha. Kepada orang lain termasuk keluarga lelaki itu.
Martin segera menandatangani surat itu dan Shasa menjelaskan secara detail kondisi Adrian dan nama yang harus Martin Katakan jika sewaktu-waktu ada orang yang menanyakan siapa Adrian.
Tidak hanya Martin, hal itu juga berlaku pada ART mereka. Semua itu atas ide dari Kamandanu.
Shasa menuntun Adrian untuk duduk di sofa dekat kaca, agar lelaki itu bisa merilekskan dirinya dengan menatap pemandangan di depannya.
kemudian wanita itu mengambil iPad yang berada di meja pantry. Sambil menjelaskan jadwal Adrian yang berada dalam iPad-nya.
Shasa mengajak Martin untuk memasuki kamar yang dilengkapi kamar mandi di dalamnya.
Ia membuka kamar mandi dan wardrobe. Shasa mulai menjelaskan satu persatu kepada Martin.
"Adrian akan menempati kamar ini. Karena saya sudah memasang bathtub. Kamu bisa rendam dengan air yang diberi es batu jika Adrian mengalami sak--"
Shasa menggantung kalimatnya dan menatap Adrian dari pantulan kaca di kamar itu.
Shasa sengaja memasang banyak kaca di ruangan ini untuk memudahkan Martin mengontrol Adrian dari jauh, ketika mereka berada di ruangan lain.
Karena Adrian tidak suka ada orang asing yang mendekatinya terlalu lama.
"Ehhemm." Martin berdehem menyadarkan Shasa dari lamunannya.
"Sorry, tadi sampai mana Martin?"
"Jika Tuan Adrian sa kaw saya harus membantunya berendam di bathtub ini dengan air yang di campur es," sambung Martin.
"Ahh iya benar. Pastikan suhu ruangan dingin dan untuk keperluan lainnya nanti kamu akan dibantu oleh Sarah, ART yang akan datang setiap pagi sampai sore," lanjut Shasa.
"Tidak menginap, Nona?"
"Tidak, karena ia sudah berkeluarga. Ada lagi Martin yang ingin kamu tanyakan?"
"Apakah Tuan Adrian bisa melakukan kegiatan pribadinya sendiri? Seperti ke kamar mandi dan berpakaian?"
"Untuk menuju kamar mandi, Adrian bisa sendiri. Dia masih bisa melakukan aktivitas pribadinya, hanya saja emosinya bisa berubah-ubah. Kamu hanya perlu memantaunya dan mengajaknya berbicara. Setiap pagi dan sore ajak ia berkeliling di taman dekat sini, agar kalian tidak bosan."
Shasa keluar menuju kamar di lantai atas.
"Ini nanti jadi kamar kamu. Kamu atur saja sesuai keinginan kamu."
Sambil menuruni tangga, Shasa memasuki kamar yang berseberangan dengan kamar Adrian.
"Kamar ini bisa kita gunakan setiap konseling. Untuk chair therapy akan datang malam ini. Tolong di bantu ya!"
"Apa Nona akan sering berkunjung kesini atau hanya memantau dari ini?" Martin bertanya sambil mengangkat iPadnya.
Shasa menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskan nya dengan kasar.
"Jika kamu tidak bisa menangani dia, kamu bisa hubungi saya. Misalnya seharian dia tidak interaksi, tidak makan atau jika dia mengamuk terlalu sering!"
"Baik Nona, saya paham."
'Gue juga harus menjaga kesehatan mental gue Adrian. Berdekatan dengan lo saat ini bikin hati gue gelisah dan nyeri!' Monolog Shasa.
"Adrian, ayo kita makan!" ajak Shasa yang tidak di respon oleh Adrian.
Adrian malah sibuk menatap keluar jendela yang menampakkan pemandangan alam.
Shasa mendekat dan duduk di samping Adrian. Adrian tampak asik menatap kaca, bahkan kehadiran Shasa tidak membuat dirinya terganggu.
Shasa meraih tangan Adrian dan menggenggamnya. Adrian merespon lalu menatap manik mata Shasa.
Ini yang membuat Shasa jengah, berkali kali ia harus meyakinkan hatinya, bahwa sudah tidak ada tempat untuk lelaki yang saat ini sedang menatap manik matanya.
Yang tersisa untuk Adrian saat ini hanya kebencian yang harus Shasa pendam karena Ia harus profesional.
Dengan senyum yang sudah Shasa buat sedemikian aslinya, ia mengajak Adrian kembali untuk makan.
"Ayo Ian, kita makan! aku sudah lapar." Kali ini Shasa berdiri dan di ikuti oleh Adrian.
Setelah mendapat respon positif, Shasa segera menarik pelan tangan Adrian untuk mengikutinya ke meja makan.
Malam ini mereka makan makanan yang sudah Shasa order dari rumah makan Chinese, ia sudah tidak ada waktu untuk memasak karena seharian hanya mengurus keperluan Adrian.
"Martin ayo! Kamu juga ikut makan. Jangan sungkan ya. Anggap kita kerabat atau sahabat kalau perlu keluarga dan biasakan panggil saya Shasa, jangan Nona lagi!" Titah Shasa.
"Baik Non-" Martin menggantung kalimatnya. "Kak Shasha maksudnya!"
Mereka makan dengan diam, sesekali Shasa memperhatikan Adrian yang makan dengan lahap. Bahkan Adrian seperti orang yang tidak pernah makan sebulan.
"Pelan-pelan Bang, makannya!" ucap Martin saat Adrian tersedak.
Shasa segera mengambil kan minum dan memberikan kepada Adrian.
"Pelan-pelan Ian!" ucap Shasa sambil menepuk pelan punggung Adrian.
Sontak saja Adrian langsung mengikuti arahan Shasa untuk memakannya secara perlahan.
Hanya intruksi dari Shasa yang akan Adrian patuhi. Hal itu ternyata disadari oleh Martin.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Shasa kembali ke apartemen miliknya. Ia tidak langsung tidur. Padahal jam sudah menunjukan pukul 9 malam. Masih ada hal yang harus di cek kembali untuk mengetahui keadaan Adrian saat ini.
Dokter Mario: MRI sudah saya kirim melalui email
Shasa memperhatikan pesan masuk dari dokter radiologi yang memeriksa Adrian pagi tadi.
Ia cukup terkejut setelah membacanya melalui email di laptopnya.
"Kenapa bisa begini? Apa yang sudah kamu lalui, Adrian!?"
Tanpa terasa air mata Shasa meluncur begitu saja. Sakit sekali hati Shasa.
Entah sakit karena membayangkan apa yang sudah di lalui Adrian atau alasan lainnya.
Menurut hasil dari MRI, Adrian pernah mengalami gegar otak berat mungkin itu yang menyebabkan dirinya amnesia.
"Setelah aku tau kamu pengguna psikotropika golongan 2. Sekarang aku harus tau amnesia kamu karena geger otak. Oke Adrian, akan ada surprise apa lagi yang akan aku dapat dari kamu setelah aku membaca dokumen yang sahabat kamu kasih!" ucap Shasa yang sedang berbicara sendiri dengan laptopnya.
Shasa memeriksa catatan kriminal apa saja yang Adrian lakukan. Cukup membuat Shasa terkejut karena banyaknya catatan kriminal yang Adrian lukis.
"Penganiayaan ...?"
"Kenapa sebanyak ini ya Tuhan, Adrian! Apa ini?" Shasa terkejut bahkan ada catatan kriminal kasus dugaan pembnuhan terhadap salah satu ketua gengster.
"Sebanyak ini kasus kamu, tapi kamu sama sekali gak menginap di rutan. Bagaimana bisa?" Shasa hanya bisa menggelengkan kepala.
Noted: Untuk saat ini jangan biarkan Adrian di luar tanpa penjagaan. Banyak musuh yang mengincarnya
Shasa membaca noted yang di kirimkan oleh Kamandanu melalui email. Shasa segera mengirimkan pesan kepada Martin untuk merubah kegiatan yang besok mereka jalani.
"Sepertinya aku gak akan bisa tidur nyenyak lagi," gumam Shasa sambil melipat tangannya di meja untuk menjadi bantalan kepalanya.
"Kalau Adrian tidak bisa mengingat selamanya ... bisakah aku membuat kenangan baru untuk Adrian? Adrian beruntungnya kamu," bisik Shasa sambil memejamkan mata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Lacak keberadaan Email dan nomor handphone yang saya kirim ke kamu, Marco! Dimana lokasinya? Dalam waktu 5 menit saya mau tau dimana sialan itu sekarang! Satu yang pasti, dia di Indonesia."
"Baik Tuan!" Marco segera kembali menuju meja kerjanya yang berada tepat di samping ruangan Kamandanu.
"Adrian ... gara-gara lo. Gue dan istri gue harus keluar dari Indonesia dan menetap di sini!"
Kamandanu tersenyum smirk dan menatap tajam pada foto di galeri handphonenya.
Menampilkan 4 remaja berseragam putih abu-abu dengan blazer dari sekolah ternama di kota mereka.
Tokkk!
Tokkk!
Tokkk!
Marco masuk kembali setelah ia mengetuk pintu dan memberikan secarik kertas kepada Kamandanu.
Setelah membaca kertas itu Kamandanu segera berdiri dan mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Kerahkan anak buah lo ke alamat yang gue kasih. Bentuk pengaman yang ketat. Ingat kita berhutang nyawa dengan si sialan itu!"
"Oke siap!" sahut laki-laki dengan bersuara berat di ujung telpon.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Drrrttttt
Drrrtttt
Drrrttttt
Shasa langsung mengangkat handphonenya dalam mata yang masih terpejam. "Bang Adrian mengamuk kak!"
...(・ัω・ั) To be continue (・ัω・ั)...
Untuk visualnya aku buat setelah chapter 10 ya guys ya. Love u ❤️🫰🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Katty miaw
seru ceritanya thor
2025-02-11
0
young match
poor adrian
2024-10-19
1
young match
/Drool/
2024-10-19
1