Shasa terbangun dari tidur panjangnya. 'Ahhh ... rasanya baru ini aku tidur sepulas ini!'
Ketika ia ingin bangun, seperti ada yang menahan tubuhnya.
Shasa mengumpulkan kesadarannya terlebih dahulu dan melihat sekeliling ruangan kamar yang ia tempati
'Ahh ... kamar Adrian!' batinnya.
'Apa ... Adrian! Terus ini yang melingkar di perut ku tangan Adrian?' Monolognya.
'Sial! Kenapa bisa bisanya aku ketiduran di sini.'
Shasa mengangkat tangan Adrian yang melingkar di tubuhnya.
'Ya ampun berat sekali! Padahal Adrian kurus kenapa bisa seberat ini? Apa dosanya yang memberatkan tubuhnya?' batinnya sambil tertawa kecil.
"Jangan dilepas!" ucap Adrian dengan suara beratnya.
'Astaga jantung gue, bisa gak sih lebih santai aja berdetaknya. Jangan sampai kalian bermain skipping di dalam sana,' batin Shasa.
"Ian!"
"Hemmm," sahut Adrian dengan deheman.
"Jangan seperti ini!"
"Kenapa?"
"Nanti aku susah move on," ucap Shasa sambil bergumam berharap Adrian tidak mendengarnya.
"Apa?" tanyanya memastikan.
"Aku lapar Ian!" seru Shasa saat menyadari ucapannya melantur.
"Hemmm!" Adrian kembali berdehem.
'Hemm apa? Kenapa belum dilepas?! Adrian ngerti gak sih bahasa manusia?' batin Shasa kesal.
Akhirnya Shasa membalikkan tubuhnya dan menghadap Adrian.
"Ian ak--"
Ucapan Shasa terpotong saat wanita itu menatap Adrian yang mana ia juga sedang menatap manik mata Shasa sambil tangannya mengusap punggung wanita itu.
Kelihatan sekali Adrian sangat nyaman menatap manik mata Shasa. Begitu pun dengan Shasa yang enggan berpaling dari mata sipit milik Adrian.
Shasa ingat, sangat ingat. Jika dulu ia dan Adrian sering beradu tatap seperti ini. Sebelum Adrian memilih untuk menghempaskannya begitu saja.
"Kamu istriku!"
"APA!" jerit Shasa kaget dengan pernyataan Adrian.
Shasa bertanya kembali memastikan takut jika ia salah dengar.
"Ayo kita menikah, lagi!" ucapnya dengan wajah serius dan masih menatap mata Shasa.
Dari netranya, Shasa tahu bahwa Adrian sudah bisa berkomunikasi. Namun tidak dengan percakapan yang panjang. Setidaknya Adrian sudah mampu merespon.
Namun pernyataan Adrian benar-benar di luar BMKG, pemirsah.
Cukup lama mereka berada di posisi itu. Sampai Shasa tidak sadar jika Adrian mulai memasukkan tangannya ke dalam baju Shasa dan mengusap punggung perempuan itu.
Bersentuhan kulit seperti itu membuat Shasa membeku dan merinding, hingga membuat Shasa tersadar dari aktivitasnya menyelami netra Adrian.
"Kita gak bisa begini, Adrian!"
"Kenapa?"
Shasa mendorong dada bidang Adrian dengan pelan.
"Karena aku harus ke kamar mandi," pinta Shasa.
Adrian melonggarkan pelukannya namun masih mengelus elus pinggang Shasa dari dalam.
Shasa segera bangun dan meninggalkan Adrian yang terduduk melihatnya masuk ke dalam kamar mandi.
Lama Shasa di dalam kamar mandi menatap cermin yang hancur karena semalam ditonjok Adrian.
Shasa bercermin dari sisaan pecahan cermin yang masih menempel.
Shasa mengusap wajahnya dengan air dingin berharap bisa meredakan debaran jantung yang kencangnya bukan maen.
"Adrian bercanda, 'kan? Dia hanya ngelantur, 'kan? Hahaha dia belum mengingat aku, 'kan? Kalau dia sudah ingat, gak mungkin dia ngajak aku nikah. Dekat-dekat denganku pun pasti dia ngamuk!" Shasa menyeka air mata yang tidak sengaja keluar.
"Tenang ... Adrian masih sakit. Sabar Shasa, sabar ... orang sabar pantatnya lebar!"
Shasa menyemangati dirinya sendiri, sambil sesekali ia menertawakan dirinya demi menjaga kewarasannya.
'Aku takut, nanti jika Adrian sudah sembuh. Ehhh malah gantian aku yang kena gangguan jiwa. Kan, gak lucu ada berita yang berbunyi, seorang dokter psikiater cantik mengalami gangguan kejiwaan.'
"Hahahah bisa sakit gue lama-lama!" desis Shasa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Shasa keluar dari kamar bersama Adrian dan menyuruh lelaki itu untuk duduk di meja makan. Ia melirik jam yang tergantung di ruang televisi.
'Ahhh sudah jam 11 rupanya, aku melewatkan sarapanku.'
Di pantry sudah ada Mba Sarah, ART yang bertugas memasak dan membereskan apartemen yang Adrian dan Martin tempati. Ia satu-satunya yang tidak tahu menahu mengenai kondisi Adrian saat ini.
"Martin ke mana, Mba?"
"Mas Martin masih di atas, Non. Tadi sempat ke bawah memanggil Non Shasa dan Tuan Adrian. Tapi balik lagi ke kamarnya," jawab Sarah.
'Duh ... apa tadi Martin lihat aku dipeluk Adrian ya? Ya ampun mau taruh di mana muka aku!' batin Shasa sambil melirik ke Adrian.
'Ini semua gara-gara kamu Adrian. Hidup aku jadi ribet begini.'
"Selamat siang!" sapa Martin saat menuruni tangga.
"Siang!" jawab Shasa. "O-iya Martin, selesai makan ada yang mau aku bicarakan perihal--" Shasa melirik Adrian.
Martin paham ucapan shasa yang sengaja ia gantung takut jika Adrian memahami pembahasan mereka.
"Iya Kak," sahut Martin cepat
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
~Kamar Konseling~
"Martin setelah ini mungkin saya akan jarang kesini. Kamu bisa kabarin kondisi Adrian melalui handphone dan saya tetap akan memantau Adrian melalui CCTV!"
"Apa sudah ada perubahan baik dari Bang Adrian, Kak?"
"Sudah, dia sudah merespon apa yang kita ucapkan ataupun kita perintahkan, tapi harus dengan intonasi yang pelan dan lembut."
"Iya kak. Untuk stimulasi motoriknya, kita tetap lakukan jogging pagi dan sore?"
"Jangan. Jangan pernah bawa Adrian ke luar tanpa seizin saya!"
Martin mengernyitkan keningnya bingung.
"Kamu bisa temani dia berjemur di balkon kamarnya atau balkon di sana," kata Shasa sambil menunjuk balkon yang tersambung dengan ruang keluarga.
Ting Tong !
Ting Tong !
Shasa dan Martin saling menoleh. Mereka bingung, pasalnya mereka tidak sedang memiliki tamu siapapun dan tidak sedang membuat janji dengan tamu manapun.
Dengan cepat Shasa melihat iPad-nya yang tersambung dengan door bell yang ia pasang kamera.
Shasa melihat seorang laki-laki bertopi dan berseragam kurir di depan pintu apartemennya.
"Kamu cek ya Martin untuk apa mereka kesini. Saya akan membawa Adrian masuk ke kamar ini!"
Sesuai instruksi, Martin membuka kan pintu sedangkan Shasa mengajak Adrian ke ruangan konselingnya untuk melakukan konseling verbal yang akan dia rekam menggunakan kamera pocket nya.
"Kak Shasa, yang datang tukang paket mau antar alat treadmill, sepeda statis dan alat-alat fitness lainnya. Katanya untuk Bang Adrian!"
Seketika Shasa berdiri dari duduknya dan mengambil handphonenya yang terletak di kamar Adrian.
Shasa mengecek chat yang masuk, namun nihil tidak ada pesan atau chat apapun yang mengkonfirmasi pesanan itu. Yang ada malah puluhan pesan yang di kirim Aiden untuknya.
Drrrttttt
Drrrtttt
Drrrttttt
Tak lama ada telpon masuk dari nomor luar negeri.
"Hallo!" sapa seorang laki-laki di seberang sana.
"Hallo siapa di sana!" ucap Shasa se'ramah mungkin.
"Saya Marco Asisten Tuan Izyaslavich, saya sudah mengirimkan alat-alat fitness yang saya rasa berguna untuk Tuan Adrian selama masa pemulihannya. Saya juga sudah mengerahkan pasukan keamanan untuk standby di sekitar Apartemen Nona Raneysha. Pastikan Tuan Adrian tidak kembali ke rumahnya. Karena itu akan membahayakan dirinya bahkan mungkin anda juga akan terseret!" ucap Marco panjang lebar.
"Baik Pak Marco, saya paham. Apa ada lagi?"
"Jika sesuatu hal buruk terjadi pada Tuan Adrian, segera hubungi saya!" Panggilan terputus sebelum Shasa menjawab dan mengucapkan terima kasih.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Shasa berjalan menuju pintu apartemen nya dengan gontai. Hari ini rencananya ia ingin pergi menemui Fani sahabatnya.
Hanya Fani saat ini tempat Shasa mengadu perihal masalah Adrian.
Saat shasa memasuki apartemen nya. Dia dikejutkan oleh kehadiran Aiden yang sudah ada di dalam apartemennya.
Lelaki itu menatap Shasa dengan pandangan menyelidik.
"Dari mana kamu, Shasa?"
"Abis joging!" sahut Shasa cepat. Hanya alasan itu yang terlintas di kepalanya.
"Pakai pakaian begini kamu jogging? Siang hari bolong? Dan gak pakai sepatu?"
Aiden mengernyitkan keningnya dengan pertanyaan yang seperti sedang interview melamar pekerjaan.
Aiden benar, Mana ada orang jogging siang-siang bolong pakai Hoodie kebesaran selutut. Tanpa celana panjang. Ditambah hanya mengenakan sendal jepit lagi.
'Shasa ... Shasa ... seharusnya dulu kuliah ambil jurusan hukum biar jago ngeles bukan jadi psikiater.' batinnya.
Shasa berjalan melewati Aiden lalu menaiki tangga menuju kamarnya.
"Iya aku gak niat jogging serius. Cuma berjalan jalan aja di sekitar jungle pond!" ucapnya.
"Kamu sudah makan Aiden?" tanya Shasa mengalihkan pembicaraan.
"Belum, aku belum makan siang. Aku mau makan bareng kamu. Hari ini kamu free, kan?" tanya Aiden.
Shasa yang sedang membuka pintu seketika terdiam. 'Ini kesempatan aku buat ngelupain hal yang tadi Ian lakukan' Monolognya.
Shasa menganggukkan kepalanya tanda setuju
"Aku bersih-bersih dulu ya!" ucapnya.
"Kamu mau tunggu di sini atau di bawah?" tanya Shasa.
"Aku tunggu di sini aja, gak apa-apa kan, Sayang?"
"Iya Sayang gak apa-apa!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di dalam perjalanan, Shasa tampak diam saja, enggan membuka obrolan. Hal itu diperhatikan oleh Aiden.
Ia merasa wanitanya saat ini cukup aneh, karena tidak seperti biasanya, Shasa menjadi pendiam dan lebih sering gugup.
"Kamu ada masalah, Sha?"
Shasa menoleh pada Aiden. "Engga Ai, aku baik-baik aja!"
"Kamu dari tadi murung, ada apa?" tanya Aiden yang tidak di tanggapi oleh Shasa
"O-iya Sha, Bulan depan mami dan papi mau ke Indonesia. Aku juga mau meresmikan salah satu anak cabang perusahaan aku di Bandung. Kamu mau kan, dampingi aku saat gunting pita nanti?" jelas Aiden
"Sekalian kita ketemu papi dan mami aku. Aku sudah gak sabar mau memperkenalkan kamu ke mami dan papi. Supaya aku gak dijodohkan terus sama mami, Sha," lanjut Aiden.
Shasa tidak menanggapi omongan yang saat ini Aiden utarakan. Karena saat ini Shasa sedang mengkhawatirkan Adrian yang hanya berdua dengan Martin.
Shasa takut jika Martin tidak bisa mengontrol emosi Adrian.
"Sha ... Shasa ...."
"...."
Tidak ada jawaban dari Shasa yang sedari tadi terdiam menatap jendela di sampingnya. Membuat Aiden memilih menepikan mobilnya.
Shasa menatap Adrian. "Loh kok kita berhenti? kan belum sampai!" kata Shasa bingung.
"Aku gak akan jalan kalau kamu diem aja. Kamu dari tadi gak merespon apa yang aku tanya. Bahkan aku cerita pun, kamu gak merespon. Kalaupun kamu respon, itu hanya gumaman kamu aja," ucap Aiden sambil menatap Shasa yang berada di sampingnya.
"Kamu nggak seperti biasanya, Sha. kamu ada masalah apa? Cerita sama aku!"
Shasa menatap mata Aiden dengan lekat. Ada rasa bersalah yang hinggap di hati Shasa ketika ia mengingat Adrian memeluknya tadi.
Bahkan mereka tidur bersama. Meskipun hanya tidur dan tidak melakukan aktivitas apapun. Namun, itu tetap membuat Shasa bersalah.
Karena ia dan Aiden tidak pernah melakukan hal seperti itu meskipun mereka sudah 9 tahun berpacaran.
"Aiden, ayo kita menikah!"
...(ノ•̀ o •́ )ノ ~To be continue◡ノ(° -°ノ)...
Please LIKE, SUBSCRIBE, dan Komen 🫰🏿
Jangan lupa ⭐ 5 nya. Terima kasih Majikanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Kang ngecrot
ku tinggalkan jejak di sini 👣👣👣
2024-12-18
0
young match
semakin seru .....
gue rela download noveltoon demi bisa baca novel ini
2024-10-19
0
young match
Shasa masih cinta adrian
2024-10-19
0