Memendam Benci Dan Cinta
Present Day, 2023
Nafas keduanya memburu seperti sedang berlari mencapai garis finish. Jika lelaki itu mengeluarkan erangan karena sedang mencumbu gadis kesayangannya. Lain hal dengan sang gadis.
Ia terengah karena tangan lelaki itu selalu mampu membuatnya bergetar sekaligus merinding.
"Pleaseee...."
"Please why, Shasa? You want more? More than it? You want I fck you?"
"Y-yes... keep my All. Ak-- aku tidak mau kamu pergi... ahhh!"
"Maaf... aku harus pergi!"
Tiba-tiba Shasa berdiri di dalam ruangan yang dikelilingi kaca, memantulkan wujud seorang laki-laki yang selama ini selalu menjadi mimpi indah sekaligus mimpi buruknya.
"IAN!" pekiknya, sambil berlari mengejar pria itu.
Alarm handphone berbunyi. Shasa terbangun pukul 03:00 pagi. Peluh membanjiri pelipisnya. Selama enam tahun ia selalu bermimpi yang sama. Terkadang ia memimpikan dirinya berada di gereja dengan gaun yang indah.
'Kapan gue bisa hidup normal tanpa ada lo di hidup gue, Ian?'
'Seharusnya perasaan ini ikut terkubur bersama lo. Nyatanya... perasaan ini semakin mencuat ke permukaan. Menghantui kehidupan gue dan Aiden.'
Shasa masih melamun di tempat tidur dengan pikiran yang sedang beranak pinak. Bermonolog seperti malam-malam sebelumnya.
Tidak ingin berlarut-larut dalam duka. Shasa turun dari tempat tidur. Seperti kegiatan biasanya, jika ia bangun terlalu pagi, dirinya akan mandi lalu membaca laporan hasil diagnosa para pasiennya.
Selesai dengan aktivitas pagi di ruang kerjanya. Shasa menuju pantry nya untuk memasak. Kali ini ia memasak untuk porsi yang sangat banyak.
"Non, Bude bantuin ya!" ucap Bude Parni.
"Gak perlu Bude, ini sudah mau selesai," jawab Shasa.
"Ya sudah, Bude siapin seragam kamu dulu, ya."
Bude Parni meninggalkan pantry lalu menuju kamar Shasa untuk memastikan bahwa seragam Shasa sudah siap.
"Terima kasih, Bude!" ucap Shasa sedikit berteriak agar terdengar asisten rumah tangganya.
Setelah memasak, Shasa bersiap siap untuk bekerja seperti biasanya.
Saat ini ia bekerja di salah satu rumah sakit jiwa di kota kembang. Shasa merupakan Dokter Psikiater yang baru dipekerjakan di rumah sakit tersebut. Rumah sakit milik kakeknya dan neneknya.
Selama 7 setengah tahun, Shasa berjuang untuk mendapatkan gelar yang saat ini melekat pada dirinya.
Di snelli berwarna putih yang ia kenakan tertera nama Dr. Raneysha Zefanya, M.Sc.
"Bude... Raneysha berangkat dulu, ya!"
"Iya Sayang, hati-hati di jalan!" jawab Bude Parni.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Shasa memasuki lift dan menekan tombol B1 yang berarti akan membawanya menuju basemen tempat dirinya memarkirkan mobil.
Saat ini Shasa tinggal di sebuah apartemen yang cukup mewah di Bandung bersama ART yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri.
Drrrttttt
Drrrtttt
Ponsel perempuan itu bergetar berulang kali yang menandakan ada telepon masuk melalui aplikasi WhatsMax.
^^^"Morning Sayang!" seru Shasa.^^^
"Morning, Sayang! Kamu sudah berangkat?" sapa seorang laki-laki bersuara lembut dari seberang telpon.
^^^"Sudah, Sayang. Ini baru keluar lobby. Kamu sudah sarapan?"^^^
"Sudah Sayang, o-iya... nanti siang kita makan siang bareng, ya. Kebetulan aku ada meeting di Deket rumah sakit dengan klien dari Beijing," ajak Aiden.
^^^"Oke, Sayang. Berkabar aja ya! Jangan lupa vitaminnya diminum dan maskernya dipakai kalau keluar!"^^^
"Siap Bu Dokter!" Aiden terkekeh di akhir telponnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Saat di lampu merah, banyak sekali pengamen dan pengemis berdiri dan berpencar, melakukan pekerjaan rutin mereka.
Shasa membukakan kaca jendela mobilnya.
Ia memberikan mereka satu persatu box dan air minum yang sudah disatukan dalam satu plastik.
Masih dalam posisi membuka kaca mobilnya, samar-samar terdengar sorakan. "Orang gila... orang gila!"
Shasa mencari sumber suara yang ternyata dari sekelompok anak-anak kecil sedang mengarak seorang laki-laki tinggi ber-hoodie hitam kebesaran di tubuhnya ditambah penampilan yang kumal seperti sudah lama tidak mengurus diri.
"Ya ampun anak-anak itu!" Shasa menggelengkan kepalanya melihat ulah anak-anak yang jahil.
"Orang gila... orang gila... orang gila!" Lagi-lagi suara itu menggema di jalanan.
Beberapa anak-anak itu tidak hanya menyoraki lelaki ber-hoodie hitam yang sedang berjalan pelan, mereka juga menimpukinya dengan batu dan botol plastik yang mereka temui di sepanjang jalan.
"Eehhh... adik-adik, jangan seperti ini! Gak baik," seru Shasa mencegah salah satu anak itu yang ingin menimpuk.
"Kenapa? Dia kan, orang gila! Ya nggak teman-teman?"
"Iya betul, Tante....!"
"Biar bagaimana pun, dia manusia," ucap Shasa yang hari ini mengenakan blouse navy dan celana jeans berwarna senada sambil menenteng banyak box dalam plastik.
Shasa memberikan satu persatu box yang berisi makanan pada anak-anak itu. Tentu saja anak-anak itu senang dan meninggalkan kegiatan mereka.
Setelah mereka mendapatkan makanan, Anak-anak kecil itu berlarian menjauhi lelaki yang memilih berjongkok diam sambil menundukkan kepalanya yang tertutup Hoodie.
"Ini untuk kamu." Shasa memberikan box nasi yang sama dengan anak-anak tadi dan air putih untuk lelaki itu.
Ini sudah menjadi kebiasaannya setiap hari Jumat. Ia akan berkeliling di sekitaran tempat tinggalnya untuk memberikan beberapa makanan yang dibelinya atau dibuatnya kepada orang-orang yang ia temui.
Shasa biasanya memberikan kepada anak-anak yang akan sholat Jum'at, driver online yang sedang mangkal ataupun fakir miskin di jalan.
Saat lelaki itu mengangkat wajahnya menatap box nasi dan air yang Shasa berikan. Dengan jelas Shasa melihat wajah lelaki itu. Lelaki itu pun menjulurkan tangan menerima barang yang Shasa berikan.
"Ian... Adrian! Ini gak mungkin..." desis Shasa.
Kedua lututnya lemas selemas-lemasnya. Jika ia tidak berpegangan pada tembok di sebelahnya, Shasa yakin ia sudah pingsan.
Laki - laki yang dipanggil namanya Adrian hanya diam tidak menanggapi ucapan yang keluar dari bibir tipis Shasa. Seolah-olah itu bukan namanya.
Laki-laki itu sibuk membuka bungkusan box nasi dan air yang diberikan Shasa. Ia memakannya dalam diam dengan pandangan mata kosong lurus ke depan.
"Adrian...!" panggil Shasa lagi.
Kali ini Shasa sambil menggoyangkan bahu lelaki itu untuk meyakinkan bahwa lelaki di depannya ini benar-benar Adrian. Cinta pertamanya sekaligus kekasihnya.
Ia masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Pasalnya Shasa datang sendiri ke pemakaman Adrian ketika lelaki itu dinyatakan meninggal.
Padahal saat itu Shasa sedang fokus mengikuti Medical college admission test di luar negeri.
Mendengar kabar kematian Adrian, membuat dirinya drop. Bahkan berbulan-bulan Shasa mengurung diri di kamar apartemennya hingga prestasinya di kampus menurun drastis.
Hanya sahabat-sahabatnya dan Aiden yang lagi-lagi membantu Shasa di masa terburuk wanita itu. Aiden dengan sabar memahami Shasa dan membantu Shasa keluar dari masa depresinya.
"Pasti ini hanya mirip!" gumam Shasa.
Lelaki itu tetap diam tidak bergeming. Tatapannya begitu kosong meskipun ada orang lain yang mengajaknya bicara. Ia berperilaku seperti tidak ada siapapun di dekatnya.
Shasa teringat jika Adrian memiliki tatto bergambar kartu AS di lengan kanan nya.
Tanpa jijik dan takut, Shasa menarik lengan kanan lelaki itu dan melihat tatto yang sama seperti milik Adrian, kekasih sekaligus musuh bebuyutannya.
"Lo lagi bercanda, 'kan? Ini acting lo, 'kan?" Adrian tidak menanggapi. "Ayo ikut gue!"
Shasa menatap ke sekeliling tempat itu, kali aja ada kamera yang terpasang dan mengatakan bahwa saat ini mereka sedang shooting.
Tapi nihil. Shasa tidak menemukan apapun. Hanya ia dan Adrian di tempat itu. Shasa menarik tangan Adrian sedikit kencang. Sedangkan lelaki itu hanya pasrah dengan wajah datarnya dan tatapan kosong.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
^^^"Haloo!"^^^
"Iya hallo, siapa di sana?" sahut seseorang diseberang telpon.
^^^"Hay kamu lupa suara aku! Aku sedang di Indonesia. Ayo kita bertemu!"^^^
"Aahhhh ya ampun! benarkah? Aku akan menyusul. Kau share lokasi saja!"
^^^"Take care ya, nanti setelah sampai apartemen, aku share lokasi ke kamu. Jangan terburu-buru aku berencana lama di sini!"^^^
"How long?"
^^^"Mungkin selamanya," jawab wanita itu terkekeh, sambil menatap dompetnya yang terpampang foto dirinya dengan kekasihnya.^^^
"Benarkah? Itu kabar baik. Aku akan memberitahukan kepada yang la--"
^^^"Tidak usah. Aku hanya ingin bertemu dengan mu. Hanya kamu lah sahabat baik ku!"^^^
"Kau so sweet sekali!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Tuan Aiden, rapat dengan PT. Nila Indonesia diundur menjadi siang jam 1."
Seorang Sekretaris masuk ke ruangan Aiden untuk memberikan informasi mengenai schedule mereka yang tiba-tiba berubah.
"Seenaknya saja merubah jadwal! Batalkan saja kerja sama dengan mereka! Cari investor lain!"
"Tidak bisa, Tuan. PT. Nila Indonesia ini memiliki reputasi yang baik dalam pelayanan jasanya sebagai eksportir dan importir. Bahkan Tuan besar sudah mewanti wanti kita, agar menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan tersebut," jelas Yessi sekertaris Aiden.
Aiden menghembuskan nafas frustasi, lagi-lagi untuk bertemu dengan Shasa tertunda.
Room Chat Shasa
Aiden: Sayang, maaf ya. Lunch kita batal. Investor mengubah jadwal meeting jadi siang ini 😭😢.
Dengan wajah sedihnya. Aiden menunggu Shasa membalas pesannya.
Benar saja. Tak lama Shasa membalas pesan Aiden.
Shasa: no problem Sayang. Aku juga ada pasien baru yang butuh penanganan pribadi ❤️😘.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Shasa melirik Adrian yang duduk di sebelah kemudinya. Lelaki itu tertunduk dalam. Entah apa yang laki-laki itu lakukan dan pikirkan dengan menatap ke bawah.
Shasa menurunkan tudung yang melekat di kepala Adrian untuk memastikan, lelaki di sebelahnya sedang tertidur atau melamun.
Ternyata Adrian sedang menatap ke bawah sambil melamun, entah apa yang sedang lelaki itu lihat. Seperti ada hal menarik di bawah jok mobil Shasa.
"Ehhmm!" Shasa berdehem, melirik Adrian yang masih tidak bergeming.
"Lo udah gak mandi berapa hari?" tanya Shasa dan lagi-lagi tidak ada sahutan dari Adrian.
Masalahnya dari tubuh Adrian terhirup aroma yang kurang mengenakkan di indra penciuman shasa.
"Lo kenapa bisa begini?" tanya Shasa kembali.
"Lo bawa handphone, nggak? Biar gue bisa hubungin keluarga atau sahabat terdekat lo!"
"...."
"Apa mereka tau kalau lo masih hidup?"
Tidak ada sahutan, Shasa seolah-olah sedang berbicara sendiri, karena Adrian memilih fokus dengan pemandangan di luar kaca mobil.
Shasa mengotak Atik kontak di handphone nya berharap masih memiliki nomor teman-temannya termasuk teman Adrian.
Namun nihil. Shasa ingat bahwa sebelum kelulusan, dirinya memang sudah menghapus seluruh kontak yang berhubungan dengan SMA Alexandra kecuali Arden, Fani dan Aiden yang sekarang sudah menjadi kekasihnya.
"Minum...."
Tiba-tiba Adrian bersuara meminta minum. Adrian mengeluarkan suara Bass nya sedikit serak seperti orang tercekat.
Dengan cepat Shasa membukakan botol air minum dan memberikannya pada Adrian.
Adrian meminum air itu, namun baru sedikit ia meminum, lelaki itu melemparkan botol minumannya dengan kasar.
"GUA MAU MINUM, ANJ--!" teriak Adrian.
Shasa yang terkejut dengan respon Adrian, seketika menepikan mobilnya.
Seingat Shasa. Adrian tidak pernah lagi membentaknya dengan nada sekencang dan sekadar itu. Hal itu membuat hatinya sakit dan terkejut dalam waktu bersamaan.
"Adrian lihat aku! Adrian! Adrian!" panggil Shasa dengan suara yang tegas dan mendominasi.
Pelan-pelan Adrian menengok ke arah Shasa dan menatap Shasa dengan tatapan yang lagi-lagi kosong. Tidak ada pancaran kehidupan dan kebahagiaan di sana.
"Kamu ingin minum apa? Tidak dilempar-lempar, oke! Itu bisa membahayakan kita."
Adrian mengangguk sekali.
"Kamu - ingin - minum - apa?" Kali ini Shasa bertanya lebih lembut dan memberikan artikulasi yang jelas.
"Vod ka!" jawab Adrian dengan jelas.
"Gak mungkin Adrian, gak mungkin aku kasih kamu itu! yang lain mau?"
"Miskin ya lo? Kalau gitu gue mau amer aja!" seru Adrian sambil mencebik.
'Dih, yang lagi cosplay jadi orang miskin, siapa?' Monolog Shasa sambil menggelengkan kepala.
Shasa melanjutkan perjalanannya menuju rumah sakit dengan pikiran yang buntu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mereka telah sampai di rumah sakit tempat Shasa bekerja. Rumah sakit ini milik nenek Shasa sebagai salah satu warisan yang diberikan untuk Shasa.
Secara otomatis, rumah sakit ini adalah miliknya meskipun terkadang Shasa tidak ingin mengakuinya.
Shasa turun dari mobil dan meninggalkan Adrian seorang diri di dalam. Ia meminta tolong perawat di lobby untuk membawakannya kursi roda.
Pintu mobil tempat Adrian duduk dibuka oleh Shasa dan tak lupa Shasa melepaskan seat belt yang menempel pada lelaki itu. Kemudian perawat laki-laki membantu Shasa untuk memindahkan Adrian ke kursi roda.
"Siapa ini, Bu Shasa?" tanya salah satu perempuan bernama Nana.
"Tolong dibantu ya, Na. Minta Raka dan Tio untuk memandikan dia terlebih dahulu sebelum terapi. Nanti ada beberapa hal yang ingin saya periksa!" sahut Shasa mengabaikan pertanyaan Nana.
"Baik Bu Dokter. maaf Dok, Nama pasien siapa?" tanya Nana kembali.
"Andika," jawab Shasa.
Shasa terpaksa berbohong untuk menutupi identitas Adrian. Ia takut Aiden akan mengetahui jika Adrian masih hidup dan ada di sini.
Shasa memasuki ruangan kerjanya yang bernuansa putih, dilengkapi chair therapy serta meja kerja yang berkayu jati.
Dirinya segera menuju meja nya dan menduduki kursi Herman Miller Aeron yang bernilai fantastis.
"Adrian kamu kenapa?" gumam Shasa.
Ia memeriksa kontak handphone-nya sekali lagi. Barang kali menemukan kontak teman terdekat Adrian terselip di kontaknya.
Ting Tong!
Ting Tong!
Seseorang menekan Bell untuk masuk ke dalam ruangannya. Shasa memencet tombol otomatis yang bisa membuka pintunya hanya dengan satu tombol.
Ruangan Shasa di design kedap suara. Oleh karena itu, ia menambahkan Bell untuk para tamu/staff yang ingin masuk ke dalam ruangannya.
"Bu Dokter, pasien atas nama Andika sudah kami bersihkan, apa tindakan selanjutnya, Dok ?" tanya Raka yang bertugas membersihkan Adrian.
Shasa segera mengambil jas putih kebanggaannya dan segera menuju ruangan perawatan yang mana di sana sudah ada Adrian.
Saat Shasa memasuki ruangan, Adrian sedang tertidur lelap.
wanita itu mendekati brankar tempat Adrian tertidur. Mengelus rambut Adrian yang masih hitam legam seperti 8 tahun yang lalu, terakhir mereka bertemu. Namun kali ini rambut Adrian jauh lebih lebat dan berantakan.
"Kira-kira tindakan apa yang akan kita lakukan terlebih dahulu, Dok?" tanya Rio selaku Psikolog yang sering membantu Shasa.
"Sudah mengambil sample urine dan darahnya, Pak Rio?" tanya Shasa.
"Sudah Dok, tadi Dokter Samuel yang melakukan tesnya, hasilnya sudah saya kirimkan melalui e-mail!"
"Oke selanjutnya saya mau terapi EEG, MRI dan CT scan, karena saya curiga jika dia tidak mampu mengingat apapun!"
"Bagaimana anda tau, Dok, jika Pasien mengalami hilang ingatan?"
Shasa menatap lekat wajah Adrian, lelaki yang sampai saat ini masih selalu hadir dalam mimpinya, meskipun sudah 8 waktu terlewati.
Shasa sampai mengabaikan pertanyaan dari dokter Rio. masih tidak percaya jika di hadapannya ini ada laki-laki yang selalu ia cintai sekaligus ia benci.
...╮(. ❛ ᴗ ❛.)╭ To be continue ╮(. ❛ ᴗ ❛.)╭...
Jangan lupakan LIKE and Subscribe ya Majikanku. Agar karya ini bisa bertahan di platform ini 🙏🏼 di share ke teman-teman kalian juga boleh biar ikut nangis bareng bacanya 😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
siti_1234
aku hadir thor, Semangat😍
2024-12-20
2
Pembenci Author bego
sering-sering swaediting ya Thor. penulisan udah bagus. tanda baca sudah enak buat pembaca awam. tinggal majasnya aja yg diperbanyak.
2025-04-09
1
rachelrobby
kasih vote lkh aku belum bisa move on
2025-02-08
1