Drrrttttt
Drrrtttt
Drrrttttt
Shasa langsung mengangkat handphonenya dalam mata yang masih terpejam.
"Bang Adrian mengamuk kak!"
Terdengar teriakan Adrian dari ujung telpon, seketika Shasa tersentak bangun karena suara itu.
Shasa memegangi kepalanya karena sakit akibat terbangun tiba-tiba. Belum lagi badannya nyeri karena tertidur dalam posisi duduk.
"Aku kesana sekarang!"
Belum juga reda rasa nyeri di jantungnya karena respon dari terbangun tiba-tiba. Sudah di tambah lagi dengan keadaan Adrian yang mengamuk di jam 3 pagi.
Shasa masih menggunakan blouse putihnya dan celana berwarna khaki -- pakaian kerjanya.
Wanita cantik itu berlarian menuju lift untuk turun menuju apartemen yang saat ini Adrian tempati.
Sesampainya di depan pintu unit apartemennya, Shasa menghembuskan nafasnya dengan rakus dan membuangnya cepat.
"Di mana dia?" Shasa langsung mengambil langkah cepat.
"Kamar mandi Kak, di bathtub!" jawab Martin.
Segera ia mengambil sembarang blanket, karena takut jika Adrian di kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat.
Setelah sampai di kamar mandi, Shasa cukup terkejut dengan darah di dalam bathtub dan mata Adrian yang terpejam.
Namun ia paham jika Adrian hanya memejamkan matanya, terlihat dari tempo tarikan nafasnya yang memburu.
Pandangan Shasa melihat sekeliling. Ternyata Adrian habis memecahkan kaca yang ada di walk in closed.
Namun pecahan kacanya seperti sudah dibereskan oleh Martin. Karena yang tersisa hanya Adrian yang masih merendamkan dirinya di bathtub.
Segera ia menuju bathtub. Disana Adrian berendam masih lengkap dengan pakaiannya.
Merendamkan dirinya bersama air yang tercampur cairan merah dari lengannya yang sobek dalam keadaan terdiam sesekali Adrian bergumam.
Entah menggumam kan apa, Shasa tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
Wanita itu menjulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Adrian. "Ian, ayo bangun! Sudah selesai."
Shasa membujuknya dengan suara yang sangat lembut. Bahkan Shasa sendiri terkejut mengapa suaranya bisa selembut ini kepada musuh bebuyutannya itu.
Adrian menoleh menatap Shasa yang sedang menyentuh rahang.
"Jangan pergi, jangan hilang ... jangan pergi lagi, Sha!"
Shasa terkejut dengan kata-kata yang Adrian ungkapkan. Apakah itu untuknya?
Shasa membantu Adrian untuk berdiri dan keluar dari bathtub. Wanita itu melirik luka sobek di tangan kiri Adrian yang cukup parah.
'Apakah lelaki ini tidak merasakan sakit?' Batinnya.
"Ayo Ian, bilasan dulu!" Shasa menuntun Adrian untuk berdiri di bawah shower dan menyalakannya.
Saat Shasa membalikan tubuhnya, Adrian menarik pinggang Shasa dan memeluknya. Otomatis pakaian yang Shasa gunakan ikut basah oleh baju Adrian dan guyuran air shower.
"Aarrrghh Adrian lepas!" jerit Shasa tiba-tiba.
"Sebentar saja." Adrian bersuara. Kali ini sedikit berbisik hampir tidak terdengar.
Martin yang menunggu di luar seketika menghampiri Shasa. "Kak Shasa butuh bantuan?"
"Engga Martin! Semua aman," jawab Shasa dari dalam kamar mandi.
Adrian memeluk Shasa dari arah belakang. Ia menghirup rakus aroma yang keluar dari tubuh Shasa.
Cukup lama Adrian di posisinya, kemudian lelaki itu memegang leher bagian depan Shasa.
Hal itu membuat Shasa harus menengadahkan kepalanya dan membuat Adrian semakin leluasa mengeksplor ceruk leher Shasa.
Hingga dirasa Adrian sudah cukup tenang, Shasa berbalik menghadap Adrian sambil membuka kaos yang Adrian kenakan.
"Ayo Adrian, kalau kelamaan kita bisa sakit!" bujuk Shasa.
Adrian kali ini mengikuti Shasa yang membungkusnya menggunakan blanket.
Sedangkan Shasa masih mengenakan pakaian lengkap namun basah kuyup. 'sial.' batinnya kesal.
"Kamu bisa lepas ini sendiri 'kan, Ian?" tanya Shasa menunjuk sisa pakaian yang belum terlepas dari tubuh Adrian.
"Bisa. Gue nggak gila!" sahut Adrian dengan nada ketusnya. Namun sorotan matanya masih tajam dan kosong.
"Benarkah? Itu bagus. Apa kamu sudah mengingat ku?" tanya Shasa dengan nada sedikit mengejek.
Adrian mengangguk. "Shasa," ucapnya.
Shasa sempat terkejut, berarti harapan Shasa untuk memulangkan Adrian sangat besar. Adrian sudah mampu mengingat.
"Apa kamu ingat dimana rumah mu yang sekarang?" tanya Shasa memastikan sekali lagi.
"...."
'Oke baiklah. Ternyata dia hanya mengingat nama ku saja. Mungkin karena seringnya interaksi. Dia belum mengingat semuanya!' Hal itu hanya bisa ia ungkapkan dalam batinnya.
"Aku tunggu di luar, kamu ganti pakaian dulu. Okey!"
Shasa mengambil asal Hoodie yang ada di wardrobe untuk ia kenakan karena tidak mungkin ia kembali ke unitnya dalam keadaan basah kuyup begini.
"Martin bisa tolong pesankan makanan di aplikasi. Apa saja, aku lapar sekali. Dan aku yakin kalian juga sama, 'kan?" Titah Shasa sebelum memasuki kamar yang digunakan untuk konseling.
"Iya Kak!"
Setelah menutup pintu, Tubuh Shasa meluruh. Ia terisak sambil menutup mulutnya, takut jika isakan nya menimbulkan suara yang nantinya terdengar oleh Martin.
Ada rasa sesak saat Adrian memeluknya tadi. Jujur, Shasa sangat merindukan Adrian dan selama beberapa tahun lamanya, hal ini yang ingin Shasa rasakan.
Namun, Shasa tidak bisa membalasnya. Karena ia sudah memiliki Aiden. Aiden yang sangat mencintainya.
Shasa mengira Adrian sudah pergi untuk selamanya. Jadi, ia hanya memendam kerinduan yang tidak berujung tanpa ada yang tau.
Saat dirinya mantap untuk menjalani masa depannya, dengan seenaknya Adrian memasukinya dan kembali memporak porandakan hati Shasa lagi.
"Maafkan aku Aiden, maaf!" Kali ini Shasa meremas bagian depan blouse nya yang basah.
Setelah sibuk menangis di kamar konseling. Shasa mendengar suara Martin yang menyapa Adrian.
Segera ia mengganti pakaiannya yang basah dengan Hoodie yang kebesaran untuknya, bahkan hampir menenggelamkan nya.
"Udah kamu orderin, Martin?" tanya Shasa saat keluar dari kamar konseling.
Martin yang sedang mengajak Adrian duduk di sofa untuk menonton Netflix di televisi, seketika menoleh menatap Shasa.
"Sudah Kak. Sebentar lagi sampai, nanti biar aku aja yang turun ke lobby!"
"Thanks ya!"
...💕💕💕💕💕...
Setelah selesai makan, Shasa memeriksa suhu tubuh Adrian yang normal dan ia mengajak Adrian masuk ke kamar untuk beristirahat.
"Kamu istirahat ya, aku cek kerjaan aku dulu," ucap Shasa mencari alasan agar bisa menghindar dari Adrian.
"Di sini!" ucap Adrian.
Biarpun Adrian mengeluarkan kata yang irit namun Shasa memahami apa maksud Adrian.
Sambil melepaskan genggamannya dari Adrian Shasa mengangguk. "Iya aku bawa iPad aku ke sini. Kamu tunggu dulu ya, Ian."
Segera Shasa menuju apartemennya untuk mengambil tas kantornya dan beberapa dokumen beserta laptop untuk ia bawa ke apartemen bawah.
"Loh, Non. Mau berangkat kerja subuh-subuh?" tanya Bude Parni.
Shasa menjawab hanya dengan senyuman. Kepalanya mendadak pening. Mungkin ia kurang istirahat, pikirnya.
Setelah masuk kembali ke apartemen Adrian, Shasa menuju kamar Adrian untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tadi tertunda.
Adrian yang masih terjaga sedang menatap ke arah pintu sambil berbaring miring.
Shasa memberinya senyum dan berlenggang ke kamar mandi untuk menggosok gigi.
Selesai keluar dari kamar mandi, Shasa dikejutkan oleh Adrian yang sedang berdiri di depan kamar mandi dengan ekspresi khawatir dari wajah lelaki itu.
Adrian mengunci tubuh mungil Shasa ke arah tembok. Tangan kirinya ia gunakan untuk mengganjal pergerakan Shasa dan tangan kanannya mengeksplor wajah Shasa.
Mulai dari wajah wanita itu lalu ke bibir dan turun ke ceruk leher Shasa.
Lagi-lagi Adrian seperti ingin mencekik Shasa. Namun bukan, bukan ingin mencekik.
Ia hanya ingin membuat Shasa mendongak ke atas dan mencumbu ceruk leher wanita itu.
"Ka--kamu mau apa Adrian?" ucap Shasa yang terkejut.
"I want fck you, until you pregnant my child!" Jawaban yang keluar dari mulut Adrian membuat kepala Shasa sakit dan telinganya berdengung. Ia seperti de-javu.
"Please ... don't!" Cairan bening keluar dari ujung mata Shasa.
"Don't cry, Shasa. I am just kidding!" ucapnya dengan nada yang parau.
"Heeeh!" Shasa terkejut dan melototi Adrian.
"Jangan seperti itu lagi, Adrian. Nafasku sesak!" bentak Shasa namun dengan nada pelan.
Adrian mengangguk-anggukkan kepala seperti anak TK yang sedang dinasehati gurunya.
Lantas Shasa segera meninggalkan Adrian untuk melanjutkan pekerjaannya di atas tempat tidur dan Adrian mengamati setiap gerakan demi gerakan yang Shasa lakukan.
Setelah selesai, Shasa menolehkan pandangannya ke arah Adrian yang ia sangka Adrian sedang tidur, ternyata lelaki itu sedang memperhatikannya.
Segera Shasa membereskan seluruh peralatan kantornya, kemudian berjalan menghampiri Adrian yang sedang terduduk di atas kasur.
"Adrian kamu ingat dimana rumah kamu?" tanya Shasa mengulangi pertanyaan yang tadi.
Besar harapan Shasa Adrian akan mengingat tempat tinggalnya agar mereka tidak perlu lagi berdekatan seperti sekarang.
"Rumah?" Adrian menjawab dengan suara yang pelan sambil terus menatap Shasa.
"Iya rumah kamu yang baru? Apartemen kamu atau mungkin kost-kostan kamu!" Pada akhir kata Shasa sengaja menekan intonasinya.
Adrian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ya udah, kamu istirahat aja ya!"
Shasa membaringkan Adrian dan setelah itu Shasa duduk di samping Adrian mengamati pria yang saat ini selalu menatapnya.
Adrian tiba-tiba terduduk kembali sambil menatap Shasa. Lelaki itu menarik tangan Shasa sehingga tubuh Shasa otomatis maju ke depan bertabrakan dengan tubuh Adrian.
"Ian, kamu apa-apaan!" Berontak Shasa. "Lepas Ian!"
"Ayo tidur!" Suara berat Adrian mengajak Shasa untuk tidur.
"Gak bisa di sini, Ian. Aku nanti tidur di sofa atau di ru-"
"TIDUR DI SINI!" bentak Adrian sedikit kencang.
Shasa yang takut jika Adrian melakukan hal buruk padanya, akhirnya mengalah. lagi pula hanya tidur ini.
"Oke oke, tapi lepasin aku dulu ya, Ian!" Shasa berusaha selembut mungkin.
Setelah terlepas dari Adrian. Wanita itu meminta Adrian untuk menggeser tubuhnya sedikit lebih ke tengah dan Adrian menurut. Ada kemajuan, pikir Shasa.
Shasa ikut berbaring di samping Adrian dan Adrian duduk di samping Shasa yang sedang tertidur sambil memperhatikan wanita itu dengan lekat seperti macan yang sedang membidik buruannya.
Adrian membuka bajunya hal itu membuat Shasa terkejut.
"Hei ... apa yang ingin kamu lakukan?!" jerit Shasa tertahan. Ia tidak ingin sampe Martin khawatir dan berlari menuju kesini.
"Panas!"
Kemudian Adrian merebahkan badannya dan mengambil posisi memiringkan badannya menghadap Shasa.
'Oh oke, aduh Shasa mikir ngeres aja lo. Adrian mana mungkin inget begituan. Inget Tuhannya aja engga!' batin Shasa sedikit sambil meringis.
Segera Shasa memiringkan badannya membelakangi Adrian. Ia harus tetap menjaga kewarasannya dan menjaga hatinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Pastikan CCTV di sekitar Apartemen wanita itu kalian handle. Jangan ada yang tau jika wanita itu sedang merawat Adrian!" perintah Danu melalui telpon pada anak buah Pravitel' vselennoy dan Pioneer yang bertugas di Indonesia.
"Semua sudah beres tuan, saya pastikan Tuan Adrian dan Nona Raneysha aman!"
"Bagus, Awasi terus mereka!"
"Baik tuan!"
Panggilan terputus, segera Danu memasukan kembali ponselnya.
"Mengapa tidak kamu lepaskan saja dia, Sayang? Kasihan!" Seorang wanita cantik memasuki ruang kerja lelaki itu dengan baju tidur berbahan satin.
"Kamu tunggu di situ, Sayang!" Danu menahan pergerakan Bella karena wanita itu mengenakan pakaian tidur yang tipis. Ia tidak ingin Marco melihatnya.
"Jangan menoleh. Diam di tempat sampai gue keluar dari ruangan ini!" Titah Kamandanu.
Marco yang ingin menoleh ke sumber suara, diperintahkan untuk diam di tempat.
Kamandanu menghampiri istri mungilnya lalu memeluk dan menciumi istrinya itu.
"Kenapa bangun, hemm? Ayo tidur lagi!" perintah Kamandanu, lalu ia menggendong istrinya ala bridal style.
"Turunin aku Danu, kamu belum jawab! Kenapa kamu setega itu sama Adrian. Adrian udah baik banget sama ki-"
"Aku yang lebih tau dia, Sayang. Ini demi kebaikan kita dan tentunya kebaikan dia juga!" potong Kamandanu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Pesankan saya tiket ke Indonesia hari ini. Penerbangan tercepat!"
"Baik Tuan!" sahut seseorang diseberang telpon.
"Kamu mau kemana,sih. Aiden?" tanya wanita yang sudah tidak muda lagi namun masih sangat elegan karena dihiasi barang-barang branded di tubuhnya.
"Ya ampun ... Mami ngagetin Aiden aja!" Lelaki itu mengelus dadanya. "Aku akan pulang ke Indonesia, Mam. Aku ada urusan!"
"Ngurusin cewek kamu yang gila itu?"
"Kok Mami bilang begitu? Shasa gak gila, Mam. Malah dia yang merawat orang-orang dalam gangguan jiwa. Jasanya besar loh, Mam!"
"Tetep aja. Lama-lama juga dia bakal gila!"
"Aiden gak suka ya, Mami merendahkan Profesi Shasa apalagi menghina Shasa. Dia wanita terbaik yang Aiden miliki, Mam!"
"Dia hanya menginginkan harta kita, Aiden!"
"Shasa gak sehina itu Mam. Dia wanita mandiri. Bahkan rumah sakit itu milik dia, jadi gak ada alasan Shasa mendekati Aiden hanya karena harta!"
"Terserah kamu lah, Aiden. Kamu mengatakan itu karena kamu sedang menjadi katak dalam tempurung. Jadi di mata kamu hanya Shasa lah yang terbaik. Padahal masih banyak wanita di luar sana lebih baik dari shasa, Aiden!"
"Mami mau jodohin aku ya? atau jangan-jangan Mami udah jodohin aku sama tante-tante temen arisan Mami?" ledek Aiden.
"Ide bagus! Tapi ya gak sama temen Mami lah, Sayang. Kamu tuh ya, anak nakal!"
Aiden melirik tajam pada maminya yang keluar dari ruangan sambil tertawa - tawa menertawakan tingkah anaknya yang suka asal bicara.
"Hallo Jenk! Bagaimana kabarnya? Jadi kan kita jodohin anak kita?"
...( ・ั﹏・ั) To Be Continue ( ・ั﹏・ั)...
...Like, vote, kembang dan kopinya ya, Majikanku...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Punk Kout
sampai di sini dulu /Drool/ besok aku lanjut thor
2025-02-11
0
Katty miaw
waduh... Aiden mau dijodohkan 😭
2025-02-23
0
Casillas Marko
Minggu ini aku berikan vote ku untuk Adrian dan Shasa ❤️🌹
2024-09-23
0