Acara pemakaman orang tua Shasa sangat ramai. Selain media yang ikut meliput, ada juga para rekan kerja dan kolega dari kedua orang tua Shasa.
Handoko Sailendra merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Djoko Sailendra dan sang istri --Sari. Jadi tidak banyak keluarga dari pihak keluarga Handoko yang hadir. Belum lagi keluarga mereka banyak tinggal di luar negeri.
Begitupun dengan Minati Atmaja, wanita itu besar di sebuah panti asuhan, sehingga tidak ada sanak saudara yang hadir dalam pemakaman wanita tersebut.
Shasa terduduk diam di kursi rodanya, keadaan nya belum pulih 100% namun ia memaksa untuk bisa ikut pemakaman kedua orang tuanya.
Dibantu asisten keluarga Djoko Sailendra-- kakek Shasa, gadis itu memasuki area pemakaman dengan kursi rodanya.
Sudah habis rasanya air mata Shasa menangisi kedua orang tuanya. Hingga saat ini yang tersisa hanya wajah sembab dan pucat saat gadis itu berada di pusaran kedua orang tuanya.
Acara pemakaman telah selesai, mereka semua berkumpul di rumah Shasa. Ada beberapa teman sekolah Shasa ikut berbelasungkawa dan tentu saja anak-anak Pioneer juga turut hadir.
Kehadiran anak-anak inti Pioneer menjadi pantauan para awak media dan membuat para awak media tertarik untuk meliputnya.
Karena dirumorkan, jika kedua orang tua Shasa merupakan salah satu orang yang selalu mengusik perusahaan para orang tua dari anak-anak Pioneer tersebut.
Sangat langka jika para anak-anak itu mau menyambangi rumah yang paling di hindari oleh orang tua mereka.
"Shasa, Saya Aiden ketua OSIS Alexandra. Saya mewakili sekolah, turut berdukacita atas apa yang terjadi pada kamu dan kedua orang tua kamu. Semoga kedua orang tua kamu ditempatkan di tempat terbaik di sisi Tuhan," ucap Aiden saat menghampiri Shasa.
Shasa mengangguk lemah. "Terima kasih Kak!" Hanya itu yang bisa Shasa ucapkan.
Kerongkongan nya masih perih dan lidahnya keluh karena dua hari sebelumnya Shasa tidak berhenti histeris dan menangis.
Anak-anak pioneer datang mengenakan pakaian serba hitam dan tak lupa masker hitam menutup setengah wajah tampan mereka. Meskipun begitu, kehadiran mereka sangat tercium para awak media.
Adrian yang lebih dulu mendekati Shasa, menekuk lututnya agar dapat menatap gadis itu.
"Lo harus kuat, setelah ini tugas lo bukan nangis. Tapi doain kedua orang tua lo. Lo gak sendiri, ada gue yang bisa lo repotin kalau lo butuh sesuatu!" ucap Adrian sambil menggenggam tangan Shasa.
Lagi-lagi air mata Shasa tumpah, ia tidak bisa membalas ucapan Adrian. Lelaki itu langsung membawa Shasa ke dalam pelukannya.
Danu, Kenzo dan Panji segera mendekati Shasa dan Adrian. "Gue ... maksud gue, kami ... turut berduka cita, Sha."
Danu berucap kaku mengingat terakhir hubungan dia dan gadis itu tidaklah baik. Beberapa awak media mengambil foto langka itu dan menyiarkan di berita televisi.
...Anak-anak dari perusahaan raksasa di Negara ini, ikut menghadiri pemakaman salah satu Anggota keamanan Negara. Tidak dapat dipercaya, anak-anak ini ternyata memiliki hubungan yang baik meskipun orang tua mereka memiliki hubungan yang sedikit sulit....
Shasa tidak terlalu menanggapi ucapan-ucapan bela sungkawa yang ia terima. Apalagi media yang memberitakan mengenai keluarganya. Ia lebih banyak diam dan melamun di atas kursi rodanya sesekali gadis itu menangis tanpa suara.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua pelayat sudah kembali ke kediaman mereka masing-masing. Saat ini hanya ada Shasa, asisten keluarga Djoko Sailendra dan kakek nenek Shasa.
"Om Tante mu itu bener-bener! Susah sekali mereka di hubungi," gerutu Sari. "Padahal kakak satu-satunya mening--"
Djoko memotong kalimat sang istri dengan cepat. "Sssttttt!" Ia lalu menatap Sari dan berganti menatap Shasa.
Mengerti maksud sang suami, Sari mendekati Shasa dan ikut duduk di sebelah cucunya itu.
"Sayang, kamu makan ya! dari kemarin Nenek belum liat kamu makan, Nak!"
Shasa tidak menjawab.
"Shasa, ayo kita makan dulu!" Titah sang kakek melirik asisten mereka dan memintanya membawa Shasa menuju meja makan.
Shasa menghentikan sang asisten itu. "Aku bisa jalan sendiri!" ucapnya pelan, lalu ia melangkah menuju meja makan.
Tatapan Shasa masih kosong kala dirinya mendudukkan tubuhnya di meja makan. Ia mengingat terakhir kali dirinya dan kedua orang tuanya makan malam di meja ini.
Air matanya kembali keluar dan tidak dapat ia tahan. Ia segera mengambil nasi dan beberapa lauk sambil terus mengeluarkan air matanya.
Djoko dan Sari hanya bisa menatap iba pada cucunya itu. Berkali-kali Shasa mencoba menelan meskipun sulit tapi tetap ia paksakan.
Shasa bertekad, ia harus kuat karena tujuan dirinya selanjutnya adalah menemukan orang yang sudah menabrak mereka dan membunuh orang tuanya.
Menurut kesaksian polisi yang menangani kasus kecelakaan yang dialami Shasa dan kedua orang tuanya, kecelakaan itu dikarenakan murni kecelakaan tunggal.
Padahal Shasa tau bahkan ia sangat yakin jika mobil kedua orang tuanya ditabrak.
Dalam keadaan setengah sadar, Shasa mengingat mobil berjenis SUV Jeep lah yang menabrak mobil orang tuanya yang sedang melaju dalam kecepatan normal.
Shasa mengingat jika penabraknya mengenakan pakaian serba hitam bahkan menggunakan masker full face yang hanya menyisakan kedua matanya.
Pelaku memiliki tatto bergambar Laba-laba. Hanya itu yang Shasa lihat di leher pelaku.
Trang!
Shasa tidak sengaja menjatuhkan sendok garpunya kedalam piring. Saat gadis itu mulai mengingat kejadian dimana mobil kedua orang tuanya tertabrak.
Sari, sang nenek menatap cucunya dengan cemas. "Kamu kenapa, Sayang?" tanyanya pelan sambil mengelus surai gadis itu yang panjangnya sebahu.
Shasa menatap nenek dan kakeknya. "Kecelakaan itu bukan kecelakaan tunggal yang tidak disengaja, Kek!" Shasa menatap sang kakek sangat dalam.
Djoko yang melihat cucunya sudah mau berkomunikasi, mulai menghentikan makannya dan menatap Shasa serius.
"Apa yang kamu lihat saat itu, ceritakan pada kami?"
Shasa mendorong piringnya sedikit, lalu duduk menghadap sang nenek yang saat itu menggenggam telapak tangan halus cucunya dari samping.
"Kecelakaan itu direncanakan oleh seseorang. Orang itu menabrak kami dari belakang. Sehingga mobil ayah menabrak pembatas jalan. Lalu pelaku turun dari mobil untuk memastikan kondisi Kami, Kek. Dia ... dia ...."
Shasa memegangi kepalanya mengingat sesuatu yang penting. "Ada tatto laba-laba di lehernya. Kulitnya sawo matang," lanjut Shasa.
"Berapa kira-kira tinggi badannya, kamu bisa memperkirakan setinggi apa orang itu? Atau plat nomor mobil?"
Shasa menggeleng. "Saat Shasa melihat, ia sedang membungkuk namun dari postur tubuh sepertinya berbadan tinggi kira-kira 180an, Kek!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sudah seminggu semenjak kematian kedua orang tua Shasa, hal itu merubah Shasa yang sebelumnya adalah gadis yang ceria, sekarang menjadi gadis yang pendiam dan pemurung.
Sudah seminggu juga Shasa selalu terbangun tengah malam dengan peluh yang membasahi bajunya.
Setelah itu ia tidak akan bisa tidur lagi. Mental Shasa benar-benar drop kali ini. Hanya nenek dan kakeknya yang setia menemani gadis itu.
"Raneysha ..." panggil sang nenek, dari ujung pintu kamar gadis itu.
"Iya Nek."
Shasa menjawab tanpa menatap wajah sang nenek, ia masih fokus menatap keluar jendela kamarnya.
"Nenek dan Kakek tidak bisa lama di sini. Shasa tau sendiri, kan. Kalau tiap awal bulan Nenek harus check up. Sedangkan rumah sakit tempat Nenek biasa check up jauh dari rumah ... mu."
Ada jeda saat Sari -- sang nenek ingin menyebutkan kalau ini kediaman anaknya namun lidahnya keluh.
Ia masih tidak menyangka jika anak dan menantunya akan lebih dahulu meninggalkan nya.
Tidak ada jawaban dari Shasa membuat Sari mendekati cucunya dan duduk di belakang Shasa sambil mengelus punggung cucu semata wayangnya.
"Shasa mau ikut tinggal sama Nenek dan Kakek?"
Shasa sedikit tertarik dengan tawaran sang nenek. Tapi dia mengingat jika jarak dari rumah neneknya ke sekolah sangat jauh, bisa-bisa hampir satu setengah jam.
"Sekolah aku jauh dari rumah Nenek," Shasa menjawab pelan hampir bergumam.
"Kamu jangan khawatir, Sayang, Mang Tata yang nanti antar jemput kamu sekolah. Bagaimana?"
"Shasa pikir-pikir lagi ya, Nek."
Gadis itu kembali menatap keluar jendela. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan, 'Siapa yang tega membunuh orang tua ku.'
"Jangan kelamaan mikirnya ya, Sayang, Nenek berharap kamu bisa tinggal dengan kami, agar disana tidak sepi!"
"Iya Nek."
Tokk!
Tokk!
Tokk!
"Iya masuk!" ucap Sari saat seseorang mengetuk pintu kamar cucunya.
Seorang wanita memakai baju khas pelayan membuka pintu dan perlahan memasuki kamar Shasa.
"Permisi Nyonya, ada yang mencari Nona Raneysha di bawah."
"Siapa?" tanya Sari.
"Katanya temen sekolah Non Raneysha. Den Adrian!"
Mendengar nama Adrian, Shasa segera mengalihkan tatapannya kemudian mengangguk lalu keluar untuk turun ke bawah.
"Hallo Sha, apa kabar?" sapa Adrian yang sedang berdiri di ruang tamu.
Shasa tersenyum tipis lalu mempersilahkan Adrian duduk.
"O iya, gue bawa ini buat lo. Gue gak tau sih, lo suka atau engga. Tapi gue harap lo suka. Lo gak ada alergi kacang, 'kan?" tanya Adrian sambil memberikan sekotak kue almond butter cream.
"Gue gak punya alergi kok, Ian. Lo gak usah repot-repot segala bawain kue begini. But, thanks banget ya. Gue lebih suka rasa almond dari pada coklat."
Kemudian Shasa memanggil asisten rumah tangganya untuk menyiapkan minum dan memotong kue yang tadi Adrian bawa.
"O-iya Sha, besok nyokap gue ultah. Lo mau gak ke rumah gue buat ikut ngerayain?"
"Nyokap lo? Emang boleh, Ian? Gue takut malu-maluin di sana nanti!"
"Engga lah. Gak banyak orang yang di undang karena nyokap gue orangnya introvert. Cuma temen-temen gue doang paling, sama keluarga nyokap."
"Beneran boleh? Lo udah bilang belum ke nyokap lo kalau lo mau undang gue?"
"Udah!" jawab Adrian dengan senyum lebarnya.
Kedatangan Adrian sedikit mengobati duka Shasa. Terkadang saat bersama Adrian, Shasa lupa dengan duka yang saat ini sedang meliputinya.
"Gimana? Lo mau kan?"
"Iya gue mau!"
"Asik ... Ehhh kalau sekarang gue ajak lo keluar buat cari kado nyokap, boleh gak sama orang rumah lo?"
"Hah orang rumah? Nenek Kakek gue?" Mendadak Shasa bingung ia tersadar kalau sekarang sudah tidak ada ayah bunda yang harus ia pamiti.
Adrian yang melihat wajah sedih Shasa seketika merasa bersalah dengan ucapannya yang tidak ia filter barusan. Bisa-bisanya dia lupa kalau Shasa sekarang yatim piatu.
"Sorry Sha, gue buat lo sedih ya?"
Shasa kembali menatap Adrian setelah sebelumnya ia sempat melamun sambil memperhatikan marmer di bawah kakinya.
"Gue izin nenek kakek dulu ya, Ian. Sekalian ganti baju!"
"Iya Sha!"
Cukup lama Adrian menunggu Shasa yang sedang berganti pakaian dan berpamitan dengan Nenek dan Kakeknya.
Sempat terfikir oleh Adrian jika Shasa tidak diperbolehkan keluar oleh keluarganya karena masih dalam suasana berkabung.
"Jadi kamu mau pergi sama dia?" tanya sang Nenek yang sedang berjalan menuju ruang tamu tempat Adrian duduk.
"Iya Nek. Boleh, kan?"
Adrian segera berdiri dari duduknya kemudian ia mendekati dan mencium tangan wanita itu.
"Saya Adrian, Nek."
"Iya ... iya ... saya masih ingat kamu, Adrian," kata Sari sambil tersenyum. "Kalian mau kemana?"
"Saya mau ajak Shasa ke Mall XX, Nek. Mau cari kado untuk ulang tahun mama saya besok. Boleh saya izin bawa Shasa keluar, Nek?" pamit Adrian.
"Boleh, tapi pulangnya jangan lewat jam 9 malam ya, Nak Adrian. Kalau di atas jam segitu nanti kamu berurusan nya dengan Kakeknya Shasa."
"Iya Nek. Adrian janji gak akan sampai lewat jam 9."
"Kalau begitu, Shasa dan Adrian pergi dulu ya, Nek!" pamit Shasa.
...ヾ(*’O’*)/ To be continueヾ(*’O’*)/...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Katty miaw
sedih banget jadi shasa
2025-02-23
0
yudha
semakin seru thor ceritanya
2025-01-01
0