"Awww!"
Meskipun baru berusia 16 tahun namun postur tubuh Adrian sudah seperti lelaki berusia 19 tahun. Karena gen dari Edward yang mungkin menurun pada Adrian.
"Sorry Sha, gue tarik nya terlalu kencang ya?" tanya Adrian sambil menunduk memastikan Shasa baik-baik saja.
"Gak apa-apa kok," jawab Shasa gugup.
"Ayo kita ke kelas ambil tas, sebentar lagi Bel pulang," ajak Adrian.
Shasa hanya mengekori Adrian dari belakang dengan senyum manis membingkai di wajahnya.
Begitupun dengan Adrian. Ini pertama kali jantungnya berdebar tidak karuan seperti sekarang dan bisa bersikap manis pada orang yang baru ia kenal.
...💕💕💕💕💕...
Adrian menunggu Shasa di parkiran motor sekolah khusus murid, yang terletak tidak jauh dari lobby utama sekolah.
Dari kejauhan, Adrian sudah melihat Shasa yang mengenakan tas ransel Jansport berwarna Misty rose.
Adrian melambaikan tangannya pada Shasa, sedangkan Shasa menunjuk dirinya sendiri sambil menatap Adrian.
Hal itu membuat Adrian mengangguk cepat membalas kode yang diberikan Shasa.
Shasa segera berlari mendekati Adrian. Mereka menjadi pusat perhatian para murid yang sedang dalam perjalanan menuju lobby. Tempat mereka menunggu para sopir mereka.
"Ada apa, Ian?" tanya Shasa bingung saat Adrian memanggilnya.
Adrian memberikan helmnya untuk Shasa kenakan. "Lo lupa ya kalau gue mau anter lo pulang!"
Shasa meringis melupakan janji Adrian yang memaksanya ingin mengantar Shasa pulang.
"Ini motor siapa, Ian. Bukannya tadi lo berangkat dianter?"
"Ini punya Kenzo."
"Terus Kenzo pulang naik apa?"
"Bareng supirnya. Udah ayo naik, Sha!"
Shasa segera mengenakan helm yang Adrian berikan. Agak sulit memang karena Shasa tidak pernah mengenakan helm seperti milik Adrian.
"Kalau gak bisa tuh ngomong kenapa sih Sha, nanti gue bantu!"
Shasa terkekeh dan mengangguk anggukkan kepalanya.
"Thank you ya!"
Adrian menaiki Ducati Panigale nya lalu menoleh pada Shasa yang tampak bingung menatap Adrian.
Sebenarnya motor itu miliknya. Justru Kenzo lah yang meminjamnya karena lelaki itu kesiangan bahkan tidak mengikuti MOS di jam pertama.
"Apalagi Shasa?"
"Gimana cara naiknya, Ian?" Shasa balik bertanya pada Adrian. "Motornya tinggi banget!"
Adrian turun dari motornya.
"YAA ...!"
Shasa refleks menjerit saat Adrian menggendong Shasa ala bridal style lalu mendudukkannya di jok belakang.
Semua mata tertuju pada mereka termasuk teman-teman Adrian.
Kamandanu, Kenzo dan Panji, Mereka menatap Adrian dan Shasa dengan wajah datar mereka. Pasalnya mereka tahu tabiat Adrian yang gemar PHP-in para wanita.
Namun ada yang membuat anak-anak Pioneer itu curiga, biasanya Adrian akan mengincar cewek-cewek Hedon atau glamor penampilannya.
Tapi kali ini Adrian berubah haluan, ia mendekati Shasa. Gadis sederhana dan terkenal dengan segudang prestasinya.
"Mangsa baru sang Chaiden!" gumam Panji disertai kekehan nya.
"Kasian banget itu cewek, mana baik banget, keliatan dari tampangnya. kayaknya gak ada tampang-tampang trouble maker. Apes banget ketemu Adrian sang Playboy sipit." Kenzo menimpali ucapan Panji.
"Kita harus kasih tau tuh cewek buat jauh-jauh dari si Andrian. Kasian kan, kalau tuh cewek jadi target nya sang Casanova!" saran Panji.
Danu menatap teman nya satu persatu. "Kita? Lo aja kali, gue engga. Gue sibuk!" ucap Kamandanu dingin. "Lagi pula bukan urusan gue si anak haram itu mau main sama siapa!" lanjutnya
"Iye ... lo kan, sibuk banget ya mangkal di SMP Cendrawasih. Belum bisa terima lo kalau lo udah lulus?" ledek Kenzo.
"Berisik lo!" Kamandanu meninggalkan teman-temannya yang masih meledek dirinya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Rumah Shasa
Adrian telah sampai di salah satu kompleks yang ia ketahui jika komplek itu dikelola oleh negara.
"Bokap lo intel ya?" tanya Adrian saat Shasa turun dari motornya.
Adrian menatap rumah berlantai dua yang keseluruhan temboknya berwarna putih. Hanya jendela, pagar balkon dan pagar depan yang berlist hitam.
Saat Shasa menunjukan komplek di mana ia tinggal, wajah Adrian seketika berubah datar dan menegang.
Apalagi ketika ia mulai memasuki kompleks itu. Kompleks yang menjadi tempat Kramat bagi anak-anak Pioneer untuk memasukinya.
"Iya, mau mampir?" tawar Shasa.
Adrian bingung, masalahnya kompleks ini sarang musuh Pioneer. Memang tidak semuanya tapi hampir semuanya.
Apalagi belum lama ini, perusahaan yang dilindungi Pioneer. Mengalami masalah dengan salah satu anggota badan intelijen negara.
"Emang boleh?" cicit Adrian.
Shasa mengangguk lalu meminta Adrian untuk memasuki motornya di pelataran rumah. Shasa membuka pintu rumahnya dengan kartu akses yang ia miliki.
Adrian melihat sekeliling rumah Shasa. Meskipun tidak ada security di dalam rumah ini, namun penjagaan rumah ini cukup ketat. Terlihat dari kunci yang digunakan menggunakan pengamanan ganda.
"Bokap nyokap lo ke mana, Sha?" tanya Adrian saat memasuki rumah yang sangat sepi seperti tidak ada kehidupan.
"Bokap ada tugas ke luar kota, nyokap jam segini masih di kantor, sebentar lagi pulang."
Shasa masuk ke pantry untuk mengambilkan minuman untuk Adrian dan beberapa Snack.
"Gini ya rasanya bertamu?" ucap Adrian terkekeh.
"Loh ... emang lo gak pernah main ke rumah temen lo?"
Adrian menggelengkan kepalanya. "Dari kecil kita terbiasa kumpul di rumah Danu, markas lebih tepatnya. Jadi gak pernah main ke rumah satu sama lain. Kalau pun main ya langsung masuk ke kamar mereka atau di taman. Itu kalau ada acara hari raya atau acara-acara lainnya!"
Shasa mengerutkan keningnya masih tidak paham.
"Maksudnya, gak pernah hanya duduk manis begini. Minum teh sambil makan cemilan. Biasanya gue dan yang lainnya langsung ke inti. Ke kamar mereka," lanjut Adrian.
"O ... iya ya, temen lo kan laki semua ya. Lupa gue!" Tawa Shasa.
"Iya bener."
"Jadi gak ada tuh duduk manis di ruang tamu begini. Kalau lo mau langsung ke kamar gue, yang ada alarm yang di sana bakal bunyi!" ucap Shasa sambil menunjuk sirine yang tertempel di tengah-tengah ruangan itu
"Lo gak pake asisten ya?" tanya Adrian melihat sekeliling rumah Shasa yang tampak sepi.
"Engga, gue dan nyokap bisa handle sendiri. Paling kita pakai jasa bersih-bersih rumah seminggu sekali!" ucap Shasa jujur.
Adrian hanya mengangguk paham.
"Bokap gak suka ada orang asing yang menetap lama di sini!"
'Ya iya lah bokap lo Intel, semua orang pasti dia curigain. Gak cuma orang. Kambing yang lewat sini cuma pake kaca mata hitam pasti juga di interogasi bokap lo,' batin Adrian
Tiba-tiba ada suara mesin mobil memasuki carport rumah Shasa, Shasa sudah menduga jika itu sang bunda.
Ternyata tebakan Shasa benar. Ibunya pulang membawa beberapa box makanan untuk mereka makan malam.
"Loh lagi ada tamu, Sha?" ucap Minati.
Minati menatap Adrian yang berdiri memberi salam padanya.
"Kamu siapa namanya?" tanya Minati menatap Adrian dengan senyum ramahnya. Pasalnya baru ini sang putri membawa temannya main ke rumah.
Adrian menatap Minati lalu mengulurkan tangannya.
"Saya Adrian Edmund Cha ... Aditama!"
Shasa mengerutkan keningnya bingung, mengapa Adrian menggunakan nama belakang ibunya bukan ayahnya.
Shasa tidak ingin banyak berprasangka, Adrian pasti memiliki alasan kenapa melakukan itu.
"Adrian tadi bantu Shasa waktu Shasa pingsan di sekolah, Bun. Adrian juga yang anterin Shasa pulang tadi."
"Benarkah? Kamu kenapa bisa pingsan, Sayang?"
Minati mengelus wajah anaknya dan mengecek suhu tubuh anaknya dengan punggung tangannya.
"Shasa lupa bawa bekal, Bun. Bekal Shasa ketinggalan. Pas lagi bersihin perpustakaan bareng Adrian, Shasa pingsan," adunya.
"Ya ampun ... terus bagaimana? Kamu baik-baik aja, Sayang?" tanya Minati khawatir.
"Untung aja ada Adrian, Bun. Adrian bawa Shasa ke UKS dan beliin Shasa banyak makanan," lanjutnya dengan tawa pelan Shasa yang menular pada ibunya dan Adrian.
"Kan gue temen lo, Sha. Mana bisa gue biarin lo tidur di lantai perpustakaan sendiri. Jahat banget dong gue."
Minati tersenyum menatap Adrian. "Terima kasih ya, Nak Adrian. Bagaimana kalau kamu ikut makan malam di sini, tanggung kan, kalau kamu pulang? Ini sebagai ucapan terima kasih dari Tante untuk Adrian."
"Saya boleh numpang makan di sini Tante?" tanya Adrian memastikan ucap ibu Shasa dengan wajah berbinarnya.
"Tentu saja boleh, orang tua kamu gak masalah 'kan, kalau anaknya makan di rumah orang lain?" tanya Minati.
Adrian mengangguk. "Boleh, orang tua saya gak permasalahkan saya mau makan di mana dan sama siapa, Tan," sahut Adrian semangat.
"Panggil Bunda aja. Risih saya dipanggil Tante," pinta Minati sambil terkekeh.
"Bunda ini aku masak semua capcay nya atau sebagian aja?" teriak Shasa dari arah pantry.
"Kamu suka capcay kan, Adrian?" tanya Minati.
Adrian mengangguk dan mengikuti Minati ke arah dapur. Padahal dirinya tidak menyukai sayuran. Tapi demi terlihat baik, Adrian nurut-nurut saja.
Menu makan malam hari ini, Shasa yang memasak. Adrian yang menatap punggung Shasa seketika terhenyuh.
Baru kali ini Adrian memasak makanan perempuan lain selain ibunya dan koki di rumah atau kantin sekolah.
Adrian tergolong selektif dalam memasukan makanan kedalam tubuhnya. Ia pemilih makanan.
Jika menurut visual nya buruk, maka ia tidak akan memakannya meskipun rasanya enak.
Apalagi Adrian tipikal cinta kebersihan. Jadi ia akan memperhatikan dapur tempat makanan itu di olah.
Jika dapurnya berantakan atau kotor, maka dia tidak akan memakannya.
Belum lagi dirinya harus mengurangi bahkan menghindari makanan yang mengandung gluten.
Adrian berdiri di samping Shasa yang tengah fokus memotong beberapa sayuran.
Melihat Shasa yang kerepotan dengan rambutnya, segera ia mencari karet dan mengikat rambut gadis itu. Hal itu membuat Shasa salah tingkah. Manisnya.
"Sayang ... kamu ganti baju dulu," ucap Minati menegur anak perempuannya.
Shasa langsung bergeser cepat menjaga jaraknya dengan Adrian. Adrian pun sama, ia segera bergeser setelah mengikat rambut Shasa.
"Ini Adrian ada baju ayahnya Shasa. Belum pernah di pakai kok. Karena bukan style ayah Shasa katanya. Takut di bilang ABG dia."
Minati terkekeh lalu menggantikan Shasa di pantry dan Adrian menuju toilet dekat dapur.
Shasa berlari menuju kamarnya di lantai atas. Sesampainya di dalam kamar, ia memegangi dadanya dan kunciran yang tadi Adrian ikatkan.
Bergegas Shasa memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Tidak ingin menunggu lama, segera ia turun dari tangga.
Shasa menatap Adrian yang sedang membantu ibunya memotong sayur. Kemampuan Adrian dalam menggunakan pisau cukup diacungi jempol padahal Adrian laki-laki yang mungkin jarang masuk dapur.
Adrian pandai memotong daging dengan pisau dapur dan memotong bawang dengan cepat.
Hal itu juga ternyata diamati oleh Minati. Perempuan itu menatap lekat ke arah Adrian.
"Lo bisa masak, Ian?" tanya Shasa mendekati Adrian yang sedang mengurus bawang.
"Sekedar bisa aja, kalau jago engga."
"Bisa-bisanya merendah. Cara lo pegang pisau aja keliatan kok, lo profesional," ucap Shasa sambil menunjuk tangan Adrian.
Adrian tersenyum sambil meringis. Ia harus banyak-banyak bersandiwara di sini. Jangan sampai Shasa atau ibunya mengetahui siapa dia yang sebenarnya.
"Bun, dagingnya mau di masak apa?"
"Sapi lada hitam enak kali ya, Sha?" Sang bunda memberikan usul.
Shasa mengangguk lalu mulai menyiapkan bahan.
Drrrttttt
Drrrtttt
Drrrttttt
Tiba-tiba handphone Minati bergetar kemudian ia pamit untuk mengangkat telpon. Yang sepertinya itu dari kantor. Karena Minati langsung ke atas menuju ruang kerjanya.
"Jangan begitu motongnya. Nanti jari lo kepotong, kayak begini nih!"
Adrian memegang kedua tangan Shasa lalu membantu gadis itu memotong daging dengan cara yang benar.
"Gue bisa sendiri," ucap Shasa sedikit menjauhi tubuhnya dari Adrian.
Seharian ini kondisi jantung Shasa tidak baik. Berdebar tidak karuan.
"Gue tunggu di meja ya Sha, pegel nih kaki gue!" ucap Adrian
Shasa hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
'Sana duduk aja, gemeter gue kalo lo deket-deket,' batinnya.
Di meja makan yang berdekatan dengan pantry. Adrian diam-diam memotret Shasa dari belakang. Kemudian ia unggah dalam story WhatsMax nya.
Baru beberapa menit ia hapus kembali karena teman-teman nya langsung chat yang tidak-tidak padanya.
Room Group Chat Pioneer
Kenzo: Anjir GC banget si Adrian. (gerak cepat)
Kenzo mengirimkan screenshot story WhatsApp Adrian.
Riko: Berapa ronde Bang? Cieee abis ML terus laper nih kek nya
Panji: Inget pake pengaman, Ian. Kita masih di bawah umur
Adrian: Bacot berisik!
Riko: Ditunggu 3gp nya bang!
Kenzo: Anjir setuju gue! Btw lo dimana nih? Gue bete, Danu nutup markasnya, Tonight. Ngapain sih Dy?
Adrian: Sewa jab Lay kali, tapi malu ketauan kita
Danu: send picture
Kamandanu mengirimkan foto dirinya habis mengeksekusi salah satu ketua Genk di markasnya. Hal itu membuat Adrian berdiri dari bangkunya.
Ia melirik sekitar rumah Shasa. Takut jika ada CCTV atau kamera mengarah ke arahnya dan menangkap foto yang tadi Kamandanu kirimkan.
"Ada apa Ian? Gue baru kelar nih masaknya. Ayo kita makan!" ajak Shasa yang sulit sekali Adrian tolak.
Dengan cepat Adrian mengangguk lalu membantu Shasa membawakan piring yang akan mereka gunakan.
Shasa kemudian menghampiri sang bunda untuk mengajaknya makan.
Sepeninggalan Shasa ke atas, Adrian memotret foto hasil masakan Shasa. "Begini kali ya rasanya punya istri!" gumam Adrian sambil terkekeh.
Mereka bertiga makan dengan tenang. Adrian tidak menyangka jika masakan Shasa sangat lezat untuknya.
Pas di lidahnya, meskipun visualnya tidak begitu menarik.
"Kamu kurang asin Sha, masaknya," ujar sang Bunda.
"Masa sih, Bun?" Shasa mencicipi masakannya lalu melirik Adrian untuk meminta pendapat.
"Buat saya pas, Bun. Enak banget malah." Terbukti Adrian memang mengambil banyak lauk padahal awalnya ia mengambil sedikit.
"Masakan Shasa cocok ya sama lidah orang Korea?" tanya Minati.
"Korea?" Shasa dan Adrian saling tatap.
Shasa menatap Adrian lekat. bener juga Adrian gak mirip orang Inggris lebih mirip orang Korea.
"Lo blasteran Korea juga, Ian?"
"Iya Oma asli Seoul, tapi mami mengikuti gen kakek yang orang Indo asli!" jelas Adrian. 'Ketahuan!' batin Adrian.
Shasa manggut-manggut mendengar penjelasan Adrian. Sedangkan Adrian ketar ketir takut jika Minati akan membacakan kartunya lagi. Apalagi sampai kartu AS nya terbongkar.
"Sha, Bunda abis ini mau nyusul ayah ke Lembang, kamu bisa kan, di rumah sendiri?"
"Bisa Bun!"
Adrian menatap minati dengan wajah curiga, ada yang sedang minati tutupi dari sang putri.
Terlihat beberapa kali Minati menghela nafas dan berekspresi tidak secerah tadi sebelum wanita itu mengangkat telpon.
"Nanti saya suruh bodyguard saya berjaga di depan rumah Bunda kalau Bunda cemas soal keamanan Shasa."
"Baik sekali kamu, tidak perlu Adrian. Bunda sudah menugaskan beberapa anak buah ayah Shasa untuk memantau rumah ini. Lagi pula CCTV ini akan Bunda pantau dari kantor, agar mereka bisa ikut memantau Shasa ketika kami bertugas!"
Adrian mengangguk paham dengan penjelasan minati. Ia tidak bisa ikut campur terlalu jauh pada gadis yang saat ini baru ia kenal.
...(╯°□°)╯︵ To be continueノ( ͡° ͜ʖ ͡°ノ)...
...Apa yang terjadi dengan orang tua Shasa? Mengapa Minati mendadak harus meninggalkan Shasa untuk menyusul suaminya? Apakah ini ada hubungannya dengan Adrian?...
Jangan lupa Vote dan follow aku ya guys untuk melanjutkan chapter. Free for you.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Elvani Yunita
Kalo udah ikutin alurnya, ceritanya seru banget thor /Good//Good//Good//Good/
2024-09-04
1
Bilqies
penasaran Thor sama sosok Adrian 🤔🤔🤔
2024-05-12
1