Pembalasan Si Buruk Rupa

Pembalasan Si Buruk Rupa

1. Si Buruk Rupa

Gia berjalan menuju ruangannya sambil terus menunduk. Sudah hampir sebulan ini dia tidak berani menegakkan kepalanya karena kondisi wajahnya.

Ketika berpapasan dengan pegawai lain pun Gia tidak berani menyapa karena ekspresi orang yang dia sapa selalu berhasil membuat rasa percaya dirinya terkikis. Hampir semua pegawai perusahaan ini menatapnya dengan tatapan jijik lalu menghindarinya. Tidak jarang Gia melihat orang menatapnya dengan ekspresi menahan mual dan ingin muntah. Ini sungguh menyakitkan bagi Gia tetapi dia tetap bertahan menghadapinya.

Gia berjalan ke arah lift. Beberapa orang yang sedang menunggu di depan lift segera masuk begitu pintu lift terbuka. Gia pun menyusul mereka. Tetapi ketika akan melangkah masuk salah, satu dari mereka berkata dengan ketus, “Liftnya sudah penuh!" Padahal Gia yakin lift itu masih muat untuk dua atau tiga orang lagi. Tidak ada yang mau satu lift dengannya karena takut tertular koreng di wajahnya. Si Buruk Rupa, itulah sebutan yang disematkan kepadanya sekarang. Gia yang dulu terkenal akan kecantikannya sekarang berubah menjadi terkenal karena kejelekannya.

Gia mundur, dia akan menunggu lift berikutnya. Tidak lama kemudian beberapa orang laki-laki datang lalu berdiri di depan lift yang sama dengan Gia. Gia bisa melihat melalui ekor matanya jika salah satu dari laki-laki itu adalah Emir, direktur operasional, sekaligus laki-laki yang beberapa waktu yang lalu memutuskannya.

"Hai Emir," sapa Gia tanpa sadar. Dia masih mencintai laki-laki itu sehingga tidak kuasa menahan diri untuk tidak menyapanya. Setidaknya sedikit senyuman saja sudah cukup bagi Gia. Tetapi jangankan senyuman, melihatnya saja Emir tidak sudi. Laki-laki itu hanya menoleh sekilas lalu memalingkan wajahnya dari Gia, menorehkan goresan yang semakin dalam di hati Gia.

Gia terpaku menahan sakit hati atas sikap Emir. Enam bulan menjalin hubungan sepertinya tidak ada artinya bagi laki-laki itu. "Aku sudah melarangmu untuk tidak menyapaku seandainya kita bertemu! Jangankan bicara denganmu, mengingat kita pernah berpacaran saja membuatku malu!" desis Emir tanpa mau melihat ke arah Gia. Dulu wajah Gia lah yang membuat Emir tergila-gila, dan sekarang karena wajah itu pula dia memutuskannya.

Pintu lift kembali terbuka. Emir masuk bersama teman-temannya. Gia tidak ikut masuk ke dalam lift bersama mereka meskipun dia lebih dulu menunggu di depan lift. Selain karena sadar diri dengan keadaannya, Gia juga tidak mau semakin sakit hati karena sikap Emir yang seolah tidak ingin mengenalnya.

Akhirnya Gia memilih untuk berjalan melalui tangga darurat karena tidak ada seorangpun yang mau satu lift dengannya.

Seandainya diijinkan Gia ingin menutup wajahnya dengan masker agar orang-orang tidak begitu jijik melihatnya. Tetapi dokter melarangnya karena itu akan membuat koreng di wajahnya semakin parah.

Gia juga ingin berhenti bekerja dan mengurung diri di dalam rumah karena terlalu malu dengan wajahnya, tetapi Gia membutuhkan uang untuk biaya kuliah adiknya. Terpaksa Gia bertahan dengan segala perlakuan yang dia dapatkan.

Sampai di lantai tiga, dimana ruangannya berada, Gia langsung menuju ke toilet. Dia ingin menangis sebentar sebelum memulai harinya yang sudah dia ketahui akan sangat berat, dan baru saja diawali oleh Emir.

Di dalam toilet Gia terisak. Dia tidak terbiasa dengan keadaan ini karena sebelumnya hampir semua orang sangat baik kepadanya. Dia cukup disukai karena wajahnya yang cantik dan prestasi kerjanya juga bagus di perusahaan.

Gia tidak tahu apa yang terjadi dengan wajahnya. Semuanya bermula ketika suatu pagi Gia menyapukan bedak di wajahnya. Tiba-tiba saja wajahnya terasa panas lalu muncul bintik-bintik merah. Gia tidak begitu mempedulikannya waktu itu. Dia menebalkan bedaknya agar bintik merah itu tidak terlalu terlihat. Dan setiap beberapa jam Gia akan menyapukan bedaknya lagi untuk menutupinya.

Semakin hari bintik-bintik merah itu semakin banyak dan Gia baru membawanya ke dokter. Bukannya membaik kondisi wajah Gia justru semakin buruk. Bintik-bintik merah itu berubah menjadi koreng yang hampir memenuhi seluruh wajahnya. Kabar buruk pun beredar, entah siapa yang pertama kali menyebarkannya. Gia dikabarkan terkena santet dan itu membuat Gia mulai dijauhi orang-orang. Itulah awal mula penderitaan Gia.

Puas menangis, Gia membasuh wajahnya dengan air lalu menuju ruangan khusus divisi pemasaran dimana dirinya menjabat sebagai staf di sana.

“Hai, kamu nggak apa-apa?” sambut sebuah suara yang sangat akrab di telinga Gia. Dialah Erika, sahabatnya dan satu-satunya orang yang masih mau berinteraksi dengannya di perusahaan ini.

“Aku nggak apa-apa. Ini cuma terasa perih aja,” jawab Gia menyembunyikan kesedihannya. "Kamu nggak jijik melihat wajahku 'kan?"

"Ngomong apa sih?! Tentu saja tidak!" tegas Erika. "Sabar ya, nanti sembuh kok. Wajahmu pasti akan kembali seperti semula,” balas Erika berusaha menenangkan perasaan sahabatnya itu.

“Terima kasih, hanya kamu yang masih mau berteman denganku.” Gia merasa beruntung karena memiliki Erika sahabat yang mau menemaninya dikala susah. Hubungan mereka bisa dibilang sangat dekat. Erika sering mengunjungi rumah Gia bahkan dia sangat dekat dengan adik Gia. Di perusahaan pun Erika selalu menemani Gia karena tidak ada seorangpun yang mu berteman dengannya sekarang. Erika lebih dulu bekerja di perusahaan ini, kemudian Gia mulai bekerja satu tahun kemudian dan berada di divisi yang sama yaitu divisi pemasaran.

Beberapa saat kemudian seorang staf bagian personalia datang menemui Gia, “Gia, kamu disuruh ke ruangan Pak Yonas sekarang,” ucapnya.

“Baik!” Gia segera mengiyakan meskipun dalam hatinya dia bertanya-tanya kenapa direktur personalia memanggilnya. Gia meninggalkan mejanya dan pergi ke ruangan disebutkan.

"Pak Yonas ingin bertemu dengan saya?" tanya Gia begitu memasuki ruang personalia.

Laki-laki yang disebut Pak Yonas itu menatap Gia sebentar, "Maafkan aku Gia, tapi aku harus mengakhiri kontrak kerjamu di perusahaan ini," ucap laki-laki itu berat. Memang Pak Yonas sangat menyukai kinerja Gia dan dia juga sedang mempromosikan Gia agar diangkat menjadi direktur pemasaran. Karena ini pula Gia diisukan telah merayu Yonas.

"Maksudnya apa Pak?"

"Kamu diberhentikan," tegas laki-laki yang usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari Gia itu.

"Ya, saya tahu saya diberhentikan. Apa alasannya?! Saya merasa tidak melakukan kesalahan."

“Perusahaan ini menjual produk kecantikan. Kondisi wajahmu sekarang sangat tidak merepresentasikan produk yang kita pasarkan. Aku harap kamu bisa mengerti itu. Ini hari terakhirmu bekerja di sini. Pesangon dan uang gajimu bulan ini sudah ditransfer ke rekeningmu."

Gia tidak bisa berkata apa-apa. Dia melangkah keluar dari ruangan personalia sambil menahan tangis. Selama ini dia sudah bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya menjadi wanita karier agar bisa menghasilkan banyak uang. Dia sering lembur untuk mencapai targetnya tetapi siapa sangka sekarang diberhentikan tanpa peringatan terlebih dahulu.

Gia tidak langsung kembali ke ruangannya, dia kembali mengurung dirinya di dalam toilet. Dia perlu menenangkan diri sebelum kembali ke ruangannya.

Terpopuler

Comments

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

uh...nyesek ini...ula siapa ya...

2024-07-22

0

オーロラ79

オーロラ79

Mampir kak...

2024-06-24

0

Akbar Razaq

Akbar Razaq

Jangan jangan ini ulah Erika dan adiknya.

2024-06-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!