"Aku sih tidak heran, selama masih ada susuk dan guna-guna semuanya mungkin! Laki-laki tampan dan kaya raya biasanya mengencani artis, model atau sosialita kelas atas. Tetapi dia justru memilih gadis biasa saja dan tidak punya kelebihan apa-apa. Itu sungguh tidak masuk akal!" ujar Erika dengan gusar. Dia kembali menyebar fitnah tentang Gia karena merasa tidak terima Gia selalu lebih beruntung dari dirinya, dalam hal apapun.
"Tetapi Gia sangat cantik. Tanpa diguna-guna atau dipelet juga semua laki-laki itu suka melihat wajah Gia. Aku saja yang perempuan terpesona dengan kecantikannya apalagi laki-laki?!" celetuk Diana yang sukses membuat Erika semakin meradang.
"Halah, banyak sekali perempuan cantik di negara ini! Kalau dia tidak menggunakan guna-guna pasti dia menggunakan tubuhnya untuk memikat laki-laki! Kita semua sudah tahu seperti apa Gia. Semua laki-laki dirayunya, apalagi jika dia tampan dan kaya." Semuanya terdiam. Faktanya memang beberapa hari terakhir mereka selalu membicarakan Gia dan bagaimana Gia terlihat murahan di mata mereka.
Tepat ketika orang-orang ini terdiam, Gia memasuki ruangan. Hampir semua mata tertuju padanya. Suasana yang tadinya hening pun kembali riuh karena orang-orang ini tidak sabar ingin mendengar cerita Gia.
"Cie ... Cie ... Yang habis jalan sama Pak Arnold," sambut Diana.
"Apa kamu diajak ke rumahnya? Kalian makan malam bersama?"
"Jadi kamu juga kenal Indira Vinson dan Jeffrey Vinson? Seperti apa wajah mereka?"
Gia tidak bereaksi apapun. Dia berjalan dengan santai menunju mejanya lalu meletakkan tas di sana seperti biasa.
"Aku dan Arnold hanya teman lama, kalian semua salah paham," ucap Gia menjawab rasa penasaran semuanya. Memang menurut Gia, dirinya dan Arnold tidak ada hubungan apa-apa. Sikap baik Arnold kepadanya itu bukan rasa suka, melainkan rasa bersalah karena telah menabraknya. Setidaknya itulah yang Gia tanamkan dalam pikirannya.
"Aku bilang juga apa? Laki-laki seperti dia mana mungkin memilih perempuan biasa," cibir Erika seolah ingin menegaskan kebenaran kata-katanya sebelumnya. "Kalian saja yang menganggapnya berlebihan!" lanjutnya dengan sirat kelegaan. Lega karena ternyata Gia tidak benar-benar dekat dengan keluarga Vinson yang kaya raya itu.
"Kami melihat bagaimana dia menatapmu Gia. Tidak mungkin kalian hanya berteman!" Gia terus dicecar berbagai pertanyaan oleh rekan-rekannya hingga membuat suasana semakin riuh.
"Aku tidak percaya. Kelihatan sekali kalau Tuan Arnold menyukaimu. Kalau ada CEO yang kaya raya menyukaimu kenapa kamu masih merayu Pak Emir yang hanya wakil direktur? Kalau aku sih milih yang pasti-pasti aja," seru yang lainnya.
"Kembali ke meja masing-masing, sudah waktunya bekerja!" teriak Erika menumpahkan kekesalannya yang sejak tadi dia tahan. Orang-orang ini sampai membandingkan Emir dan Arnold yang jelas tidak ada apa-apanya. Itu artinya dia kembali kalah dari Gia. Erika kesal bukan kepalang.
Semua orang terdiam lalu mulai mengerjakan pekerjaan masing-masing.
Tidak berselang lama, Emir muncul lalu menghampiri Gia. "Ikut aku ke ruanganku sekarang!" titahnya kepada Gia lalu pergi begitu saja. Gia pun berdiri lalu menyusul Emir tanpa tahu apa yang laki-laki itu inginkan darinya.
"Duduklah, aku ingin bicara denganmu sebentar!" ucap Emir setelah Gia masuk ke ruangannya.
"Apa yang ingin Pak Emir bicarakan?" tanya Gia formal.
"Aku ingin kamu membantu perusahaan ini. Aku lihat kamu dekat dengan Pak Arnold. Jadi, tolong bujuk dia agar mau menanamkan modalnya di perusahaan ini," ucap Emir tanpa basa basi. Dalam hatinya Gia mendengus. Bisa-bisanya Emir meminta bantuannya setelah apa yang dia lakukan. Dia bahkan tidak menunjukkan rasa bersalah sedikitpun.
Kalaupun Gia mau membujuk Arnold, maka dia akan membujuknya agar tidak berinvestasi di perusahaan ini, biar bangkrut sekalian lalu Emir dan Erika tidak memiliki pekerjaan.
"Maaf, sepertinya saya tidak bisa membantu mengenai hal itu. Hubungan saya dengan Pak Arnold adalah urusan pribadi saya dan tidak bisa disangkut-pautkan dengan urusan pekerjaan," jawab Gia, masih bersikap formal. Enak saja!!! batinnya.
"Aku lihat dia menyukaimu. Jangan pikirkan dirimu sendiri. Pikirkan berapa banyak orang yang bisa kamu bantu jika perusahaan ini terus beroperasi. Tidak akan ada karyawan yang di-PHK. Kamu bisa merayunya agar dia mau berinvestasi di perusahaan ini."
Gia mulai terpancing emosi begitu Emir menyuruhnya merayu Arnold. Itu seperti menunjukkan sebegitu rendah Emir memandang dirinya. "Kamu memegang posisi tertinggi di perusahaan untuk saat ini, bukankah menjadi tanggung jawabmu untuk memikirkan nasib perusahaan dan pegawainya?! Kenapa bukan kamu sendiri yang meyakinkan Pak Arnold agar berinvestasi di perusahaan ini? Kenapa harus aku yang kamu suruh untuk merayunya?!" balas Gia sengit.
"Dulu kamu bisa merayu Yonas untuk kepentinganmu sendiri! Kamu juga bisa kembali ke perusahaan ini karena merayunya kan? Kenapa sekarang kamu tidak mau merayu Arnold untuk kepentingan perusahaan dan semua orang?! Sebagai imbalannya nanti aku kembalikan jabatan direktur pemasaran kepadamu. Jadi kamu tidak perlu bersusah payah merayu Yonas si cupu itu!"
"Jaga bicaramu Emir!"
"Alaahh ... tidak usah sok suci! Tinggal merayu Arnold saja apa susahnya?! Itu keahlianmu! Gunakan keahlianmu itu menyelamatkan perusahaan agar ratusan pekerja agar tidak di PHK. Mereka semua pasti akan berterima kasih kepadamu!" Betapa Gia sangat marah mendengar ucapan Emir.
"Itu bukan urusanku dan bukan tanggung jawabku! Perusahaan ini hampir bangkrut karena kamu yang tidak becus mengelolanya! Jangan bebankan kesalahan kepada orang lain karena ketidakbecusanmu!"
"Kamu menolak untuk kembali padaku karena sudah memiliki Arnold sebagai targetmu yang baru, kan?! Tentu kamu memilih dia karena dia kaya raya. Kamu memang munafik!" Ujung-ujungnya Emir membawa masalah pribadi mereka.
"Kenapa tidak kamu suruh Erika untuk merayu Arnold, sama seperti dia merayumu ketika masih menjalin hubungan denganku?!" ucap Gia meninggalkan ruan Emir dengan dada bergemuruh penuh amarah. Tidak sekali dua kali Emir merendahkannya baik ketika sendirian ataupun di depan banyak orang.
Kembali ke ruangannya Gia langsung duduk di mejanya, mengabaikan tatapan ingin tahu orang-orang di sekitarnya.
"Apa yang Pak Emir bicarakan denganmu sepagi ini Gia?!" tanya Erika dari tempat duduknya. Dia bertanya bukan karena penasaran, tetapi lebih karena cemburu.
"Maaf Bu Erika, aku tidak bisa memberitahu anda. Kalau anda penasaran sebaiknya anda bertanya langsung kepada Pak Emir. Dia lebih berwenang untuk memberitahu anda!" jawab Gia diplomatis.
"Kamu tidak berusaha merayunya lagi 'kan?"
Suasana hati Gia sudah buruk karena Emir, ditambah tuduhan tak berdasar yang dilayangkan oleh Erika membuat Gia semakin jengah.
"Sebenarnya apa masalahmu Erika? Kamu selalu mencari-cari kesalahanku, menjelek-jelekkan aku, menghasut semua orang agar membenciku dan kamu juga menuduhku macam-macam! Se insecure itukah kamu akan kehadiranku?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
sihat dan kaya
kannnnn...
2024-08-15
0
Morna Simanungkalit
Gia langsung aja lawan si Erika dan jangan mau membantu Emir yang selalu merendahkanmu.
2024-06-10
0
Maz Andy'ne Yulixah
Erika2😠😠😠
2024-05-31
1