Gia sedang berjalan menuju perusahaan ketika tidak sengaja matanya melihat Rivani di area tempat parkir. Hampir saja Rivani melihatnya, tetapi Gia dengan cepat bisa bersembunyi di balik sebuah mobil yang sedang terparkir dan bisa mengintip apa yang sedang dilakukan Rivani dari sana.
Rivani tampak diam, seperti sedang menunggu seseorang. Gia pikir Rivani sedang menunggu dirinya dan ingin meminta maaf lagi kepadanya tetapi ternyata dugaannya salah. Rivani segera mendekat ketika melihat Erika datang.
"Apa yang kamu lakukan di sini?! Sudah aku katakan jangan temui aku di kantor! Kita bisa bertemu di luar!" ujar Erika dengan ketus, padahal dulu nada bicara Erika sangat halus dan penuh kasih sayang bahkan bisa melebihi Gia.
"Kamu tidak menjawab teleponku karena itu aku datang," jawab Rivani datar. "Kamu belum mentransfer uang yang kamu janjikan. Aku butuh uang itu membayar kuliahku!"
"Dengar Van, aku sedang tidak punya uang sekarang. Sebagian gajiku sudah aku gunakan untuk membayar cicilan rumah. Sementara sisanya aku gunakan untuk keperluanku sehari-hari." Erika beralasan. Dia tidak rela memberi Rivani uang setelah semuanya berhasil dia dapatkan.
"Itu bukan urusanku! Aku sudah melakukan perintahmu, menaburkan bubuk racun itu di kosmetik kakakku. Kamu bilang hanya agar kakak tidak jadi naik jabatan, tetapi nyatanya dia sampai dipecat! Kamu berjanji akan memberiku uang saku setiap bulan jika aku mau membantumu! Sekarang berikan uang itu atau aku akan datang kemari setiap hari sampai kamu memberikannya!"
Akhirnya Erika mengeluarkan handphonenya lalu mentransfer sejumlah uang ke rekening Rivani. "Sudah aku transfer! Jangan datang lagi!" ucapnya dengan wajah kesal kemudian pergi.
Gia membeku ditempat persembunyiannya. Darahnya mendidih mendengar pembicaraan Rivani dan Erika. Demi uang dan jabatan mereka berdua bekerja sama menghancurkan wajahnya.
*Flashback*
Gia sedang membersihkan wajahnya ketika tiba-tiba Rivani muncul di kamarnya, "Kak, aku boleh minta pelembab dan krim malam? Punyaku habis," ucap adik kesayangannya itu. Rivani sudah biasa keluar masuk kamarnya tanpa mengetuk pintu dan Gia membiarkannya karena memang mereka sangat dekat.
"Punyamu sudah habis?" Rivani mengangguk.
"Ya sudah besok kakak belikan," ucap Gia tanpa berpikir panjang.
"Terima kasih Kak," balas Rivani bahagia. "Wajah kakak kenapa?"
"Nggak tahu, tadi pagi bintik-bintik ini mulai muncul. Sampai sekarang belum hilang juga," ucap Gia sambil memandangi wajahnya di cermin. Ini sangat menggangu penampilannya karena dia bekerja di sebuah perusahaan produk kecantikan dan saat ini dirinya juga sedang dipromosikan untuk naik jabatan.
"Paling kakak cuma alergi," balas Rivani acuh. "Ini aku bawa ya?" mengambil barang-barang yang dia inginkan dari atas meja rias lalu pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Gia.
Gia tidak menaruh curiga sedikitpun. Saat ini dia sedang fokus memikirkan kenapa bintik-bintik merah ini bisa muncul di wajahnya. Apa yang salah? Dia merasa tidak makan apapun yang membuatnya alergi. Kalau pun memang alergi kenapa hanya wajahnya saja sementara bagian lain tubuhnya biasa saja.
"Apa karena bedaknya? Tapi aku sudah lama menggunakannya." Gia mengambil bedak dari tempat make up-nya lalu mengeceknya lagi. Dia ingat tadi pagi wajahnya terasa panas setelah menyapukan bedak itu ke wajahnya. "Jika memang karena bedak ini kenapa baru sekarang muncul bintiknya? Kemarin Erika memakai bedak ini tetapi wajahnya baik-baik saja," gumam Gia. Sehari sebelumnya, Erika meminjam bedak itu karena miliknya ketinggalan di rumah. Tanpa Gia sadari sebenarnya itu hanya alasannya saja.
Tidak lama kemudian Rivani kembali masuk. "Ini kak, aku kembalikan," menaruh barang-barang yang tadi dia bawa ke tempatnya semula.
"Sudah? Cepet banget?!" tanya Gia heran.
"Ngapain juga pakai krim lama-lama?!" menjawab dengan acuh lalu pergi begitu saja.
Setelah kepergian Rivani, Gia melanjutkan melakukan skincare routine-nya sebelum tidur. Pertama dia mengoleskan serum wajahnya, setelah itu dia mengoleskan krim malam. Ini adalah kedua barang yang sebelumnya dipinjam oleh Rivani.
Beberapa menit setelah selesai mengoleskan serum dan krim itu, Gia merasa wajahnya panas seperti terbakar dan terlihat kemerahan. Tidak tahan, dia segera berlari ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
Keluar dari kamar mandi, Gia melewati Rivani yang sedang menonton televisi dengan santainya. "Van, wajahmu nggak terasa panas setelah memakai krim kakak tadi?" tanya Gia.
"Nggak tuh kak, biasa aja," jawab Rivani gugup. Tentu saja dia tidak merasakan panas karena dia tidak memakai krim itu, dia tadi meminjamnya untuk mencampurnya dengan racun yang dia dapat dari Erika.
"Kok wajah kakak terasa panas ya?" gumam Gia kembali ke kamarnya.
...* * *...
Tangan Gia mengepal kuat. Kenapa dulu dia tidak menyadari ketika orang-orang ini menaruh racun dalam perlengkapan make up-nya?
Gia melanjutkan langkahnya masuk ke perusahaan. Di depan lift dia melihat pemandangan yang membuat hatinya kembali panas.
"Sayang, apa nanti kamu ada acara di luar?" Erika menggelayut manja di lengan Emir. Memang tidak ada aturan yang melarang hubungan asmara di antara para pegawai Be Beauty, tetapi bukan berarti mereka bebas menunjukkan kemesraan di depan banyak orang seperti ini.
Gia berbelok. Dia memilih naik melalui tangga darurat seperti biasanya ketika lift terlihat ramai.
"Gia, kamu mau kemana?" teriak Erika yang tidak sengaja melihat Gia. Beberapa orang yang berada di depan lift sampai ikut menoleh ke arahnya.
"Aku akan lewat tangga saja," ucap Gia. Perlakuan orang-orang saat akan naik lift bersamanya masih terukir dengan jelas di otaknya. Lebih baik Gia menghindar dari pada merasakan sakit karena mengingatnya.
"Bicara apa kamu? Tidak akan ada yang menghindari kamu sekarang! Oh ... Jangan katakan kalau ini karena ada aku dan Emir," ucap Erika entah apa maksudnya. Bahkan Emir terlihat tidak nyaman ketika Erika mengucapkannya.
Gia tidak menjawab. Nyatanya itu juga menjadi salah satu alasan dia tidak mau naik lift karena malas melihat mereka berdua.
"Kemari lah, jangan buat kami berpikir jika kamu sengaja menghindar dari kami," lanjut Erika lagi.
Mau tidak mau Gia mendekati mereka. Dia tidak ingin orang-orang menganggapnya pengecut karena tidak mau berada di dalam satu lift dengan mantan pacar yang sekarang menjadi kekasih sahabatnya. "Aku hanya masih teringat ekspresi orang-orang ketika dulu tidak mau satu lift denganku. Karena itu aku mau lewat tangga darurat saja. Aku harus sadar diri," ucapnya yang membuat orang-orang disekitar lift menelan ludah karena merasa tersindir.
Tak lama lift terbuka. Semua orang masuk ke dalam lift, tidak terkecuali Gia.
"Kamu tidak marah padaku kan? Aku dan Emir menjalin hubungan setelah kalian putus. Jadi aku tidak merebutnya darimu dan kami juga tidak selingkuh di belakangmu. Benarkan Sayang?" menatap Emir dengan manja seakan ingin memperlihatkan kemesraannya di depan Gia.
"Tentu saja. Aku ikut senang melihat kalian bahagia," ucap Gia.
Harus ya mengatakan itu di depan banyak orang?! Dalam hatinya Gia merasa sangat kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
gia jangan lembek kamu..
2024-07-22
0
Morna Simanungkalit
Jangan mau dekat - dekat sama mereka lebih baik menjauhi mungkin nanti ada lagi niat jahat untukmu Gia.
2024-06-09
0
Maz Andy'ne Yulixah
Kenapa gak direkam obrolan Rivani sama Erika,seharusnya direkam buat menjatuhkan Erika juga,biar syukurin🙄🙄
2024-05-31
1