19. Gundik

"Aku sudah membeli perusahaan itu. Selanjutnya ku serahkan padamu terserah apa yang ingin kamu lakukan."

"Kamu serius?!" Gia masih tidak percaya dengan yang dilakukan Arnold. Memberikan sejumlah uang mungkin bentuk bantuan yang wajar, tetapi memberikan sebuah perusahaan adalah sesuatu yang di luar nalar.

"Please, terimalah Gia. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk melindungimu karena tidak setiap hari aku ada di negara ini. Mereka tidak akan menghinamu lagi jika kamu pimpinan di perusahaan itu." Jawaban Arnold membuat perasaan Gia terasa sejuk setelah beberapa hari ini panas karena ulah orang-orang disekitarnya. "Jika kamu bersedia, aku pasti mengajakmu kemanapun aku pergi agar aku tidak perlu khawatir dengan keadaanmu. Tetapi kamu pasti menolaknya. Jadi, hanya ini yang bisa aku lakukan."

Lalu Arnold menerangkan semuanya kepada Gia. Dokumen-dokumen penting dan kepemilikan saham semuanya atas nama Arnold. Dia berniat memberikan sebagian sahamnya kepada Gia tetapi Gia menolaknya. Gia hanya mau menerima kunci akses ke ruangan-ruangan penting di perusahaan karena memang itu yang dia butuhkan.

"Kalau kamu butuh apa-apa kamu bisa bertanya kepada Yonas. Aku dengar hubungan kalian cukup baik, jadi aku memberitahu dia soal ini."

Gia mengangguk tanpa bisa berkata-kata. Perhatian Arnold kepadanya tidak main-main hingga kadang membuat Gia berpikir jika Arnold benar-benar menyukainya. Tetapi kata-kata mantan kekasih Arnold yang mengatakan jika laki-laki itu hanya kasihan kepadanya terus terngiang di telinganya, terlebih mereka dekat juga karena rasa bersalah Arnold atas kecelakaan itu membuat Gia ragu.

"Apa ada yang ingin kamu tanyakan?" tanya Arnold melihat Gia terus diam.

"Bagaimana kalau aku tidak mampu melakukannya? Aku belum pernah memimpin perusahaan."

"Aku yakin kamu bisa. Kalau masih ragu kamu bisa belajar dari mommy. Dia pasti dengan senang hati mengajarimu."

"Tante tidak marah kamu melakukan ini untukku?"

"No, mommy bahkan memintaku untuk segera menikahimu."

...* * *...

Setelah selesai dengan Arnold Gia, Gia berniat kembali ke perusahaan. Dia akan berusaha untuk tidak peduli apa kata orang-orang nanti. Telinganya sudah cukup kebal mendengar gunjingan dan cibiran.

Gia meminta Arnold untuk tetap merahasiakan ini. Gia akan memikirkan terlebih dahulu langkah apanya harus dia lakukan sebelum mengambil alih posisi Emir.

Gia berjalan kaki kembali ke perusahaan karena Arnold harus segera ke bandara. Itu tidak masalah bagi Gia karena jarak restoran dan perusahaan tidak begitu jauh.

Bukan cibiran yang pertama kali menyambut Gia, tetapi dua parasit yang masih menunggu di depan perusahaan.

"Astaga! Mereka belum pergi juga rupanya!" gumam Gia tidak habis pikir.

"Kak ... ," Rivani berlari menghampiri Gia begitu melihat kakaknya itu datang, demikian juga Sumi yang ikut-ikutan mendekat.

"Kami akan tetap di sini sampai kamu mau memaafkan kami dan kembali tinggal bersama kami Gia. Kalau perlu kami akan datang setiap hari," ujar Sumi.

Gia memutar bola matanya malas. "Baiklah, aku akan tinggal bersama kalian lagi," ucap Gia pada akhirnya. Ide untuk tinggal bersama mereka lagi muncul begitu saja di otaknya. Dia tahu kedua orang ini akan benar-benar datang ke perusahaan setiap hari jika dia belum menuruti keinginannya. "Sekarang pergilah!"

"Nanti sore aku akan ke rumah kakak untuk membantu kakak berkemas-kemas," ucap Rivani antusias.

"Ibu juga akan bantu," imbuh Sumi.

"Terserah," jawab Gia sambil berlalu. Dia memang akan tinggal bersama mereka lagi tetapi bukan berarti dia akan bisa dimanfaatkan lagi.

Kedua parasit ini pun tersenyum setelah Gia pergi. Keinginan Sumi untuk membawa Gia kembali ke rumah mereka semakin besar ketika dia melihat Arnold untuk yang pertama kalinya. Dia yakin laki-laki itu punya hubungan serius dengan Gia. Sumi tidak ingin melepaskan Gia begitu saja hingga dia bersikeras akan menunggu Gia. Bahkan sampai memaksa Rivani untuk tetap di sana bersamanya sampai Gia kembali.

"Pokoknya sampai dia menikah nanti dia harus tinggal bersama kita. Biar orang tua laki-laki itu tahu kalau kita satu-satunya keluarga yang dimiliki Gia. Dengan begitu mereka pasti akan ikut memboyong kita tinggal di rumah mereka!" Angan-angan Sumi sudah melambung terlalu tinggi.

"Ingat Van, jangan sampai kamu berbuat bodoh dengan merusak wajahnya lagi. Kalau kamu sampai melakukannya dan laki-laki itu tidak jadi menikahi Gia, maka kamu yang harus bertanggung jawab!"

Entah kenapa Rivani terlihat tidak senang mendengarnya. Mungkin ini artinya ibunya akan lebih mementingkan Gia daripada dirinya nanti, seperti sebelumnya.

Sementara itu memasuki ruangan pemasaran, semua mata tertuju pada Gia.

"Wah ... wah ... lihat siapa yang baru kembali. Jangan mentang-mentang kamu dekat dengan Tuan Arnold lalu kamu bisa datang dan pergi seenaknya di sini! Kalau masih ingin bekerja di perusahaan ini kamu harus mentaati peraturan di sini!" sambut Erika begitu melihat Gia datang.

"Kenapa tadi kamu diam saja ketika Pak Arnold mengajakku pergi? Kalau kamu tidak mengijinkan, kamu bisa mencegahnya kan tadi? Berani?!"

"Jangan sombong Gia! Aku tetap atasanmu di sini!"

"Kalau begitu bersikaplah seperti atasan yang tidak mencampur adukkan urusan pribadi dengan pekerjaan!"

"Dasar tidak tahu malu! Kamu berani melawan karena kamu merasa Tuan Arnold akan membelamu! Jangan besar kepala Gia! Kamu tidak ada artinya bagi dia! Kalau kamu memang penting tentu dia tidak akan membiarkan kamu bekerja. Dia akan mencukupi semua kebutuhanmu. Dia akan membelikan kamu apartemen agar kamu tidak tinggal di rumah kontrakanmu yang kumuh itu. Minimal dia membelikan kamu mobil! Dari sini sudah terlihat kalau kamu itu bukan siapa-siapa baginya!" serang Erika tiba-tiba.

"Kamu tidak lebih hanya seorang gundik bagi Arnold! Laki-laki terhormat seperti dia tidak mungkin menjalin hubungan serius dengan perempuan murahan seperti kamu!" ucap Erika berapi-api. Rasa iri nya kepada Gia membuatnya hilang akal hingga berani mengatakan hal yang tidak pantas di depan orang banyak.

Semua mata tertuju pada Erika. Dia memang sering memperlakukan Gia dengan seenaknya tetapi tidak pernah se frontal ini dalam menghinanya.

"Hati-hati dengan kata-katamu Erika! Kamu sudah keterlaluan!" ucap Gia menahan amarahnya. Kalau tolak ukurnya rasa suka itu dengan memberi apartemen atau mobil maka Arnold jelas lebih dari sekedar suka karena dia memberi Gia sebuah perusahaan.

"Memangnya kamu mau apa? Mau mengadukan aku kepada Tuan Arnold? Silahkan saja, telfon dia sekarang, cepat! Mumpung aku ada di depan matamu!" tantang Erika.

Gia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak bisa menelpon Arnold karena laki-laki itu sekarang di dalam pesawat terbang menuju Irlandia. Lagipula Gia juga tidak ingin mengganggu Arnold hanya untuk mengadukan masalah sepele ini.

"Tidak berani kan?! Karena memang kamu bukan siapa-siapa bagi Arnold!"

"Terserah apa katamu Erika. Yang jelas jika nanti waktunya tiba, jangan harap aku akan memaafkanmu meskipun kamu mengemis kepadaku!"

Terpopuler

Comments

Morna Simanungkalit

Morna Simanungkalit

cepat balaskan perbuatan Erika agar mulutnya jangan mengusilimu lagi.

2024-06-10

0

Maz Andy'ne Yulixah

Maz Andy'ne Yulixah

Cepat balas mereka Gia,sudah gak sabar lihat mereka hancur..

2024-05-31

0

Ifah Al Azzam Jr.

Ifah Al Azzam Jr.

thor ko msh blum up???
msh lanjutkan nc ceritanya???

2024-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!