Sementara itu di tempat lain, di sebuah rumah yang sangat sederhana.
Rivani tampak gelisah sambil beberapa kali membolak-balik sebuah lembaran kertas di tangannya. Itu adalah surat peringatan dari universitas karena Rivani sudah dua kali menunggak uang semester.
"Bagaimana ini Bu? Aku bisa dikeluarkan dari kampus jika tidak segera membayarnya!" keluh Rivani tanpa berani menatap Sumi yang sedang memelototinya.
"Ibu tidak punya uang sebanyak itu! Kamu tahu sendiri uang hasil jualan ibu hanya cukup untuk kebutuhan kita sehari-hari!"
"Terus bagaimana? Masa aku berhenti kuliah?!"
"Kalau memang harus begitu mau gimana lagi?! Kamu juga sih yang salah, kenapa harus menghancurkan wajah Gia segala?! Sudah tahu setelah bapakmu meninggal dia yang menanggung biaya hidup kita!"
Rivani semakin menundukkan kepalanya. Sumi terus melotot sambil menunjukkan wajah kesalnya kepada Rivani. Karena kebodohan Rivani lah sekarang mereka harus hidup kekurangan.
"Selama ada Gia, Ibu tidak terlalu capek karena walaupun dia sudah bekerja dia masih mau membantu ibu beberes rumah. Sedangkan kamu? Kerjamu hanya kuliah saja lagaknya sudah seperti orang paling capek sedunia! Coba dari awal ibu tahu kamu punya rencana bodohmu itu, pasti racun itu akan ku usapkan ke wajahmu lebih dulu!"
Tidak bisa diungkapkan betapa Sumi kesal dengan ulah Rivani. Setelah dia mengetahui yang semuanya, dia tidak henti-hentinya menyalahkan Rivani. Tidak jarang Sumi memarahinya karena sekarang dia harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhannya yang dulu ditanggung Gia.
"Lagian, ngapain juga kamu nurut sama si Erika itu? Setelah Gia tidak bekerja dia mau menanggung biaya pengeluaran kita? Dia bilang begitu dan kamu percaya?! Kamu percaya dia mau bertanggung jawab atas hidup kita? Lihat kan buktinya? Sekarang dia menghilang tidak tahu di mana. Di telfon tidak bisa dan kamu juga tidak tahu rumahnya! Lain kali sebelum melakukan sesuatu itu mikir dulu! Sekarang repot sendiri kan?! Coba saja waktu dia datang ke rumah itu ibu sudah tahu semuanya, pasti dia tidak lolos begitu saja!"
Memang sehari setelah pemecatan Gia, Erika mendatangi rumahnya. Tetapi waktu itu hanya ada Sumi sementara Gia sedang kuliah. Sumi yang waktu itu belum tahu apa-apa hanya mengatakan jika Gia sudah pindah rumah. Dan sejak itu Erika tidak pernah muncul lagi.
"Habis sejak Gia bekerja ibu jadi bersikap baik padanya. Ibu jadi perhatian sama dia. Apa-apa Gia, semuanya Gia! Belum lagi banyak teman laki-lakiku yang naksir Gia. Gia, Gia, Gia terus! Aku nggak suka semua orang memperhatikan dia!"
"Astaga ... !!! Sebenarnya apa yang ada di otakmu anak bodoh?! Ibu baik padanya agar dia terus membiayai kuliahmu dan memberikan gajinya kepada ibu. Kalau begitu 'kan uang hasil jualan bisa ibu gunakan untuk keperluan ibu sendiri. Sekarang sih boro-boro!" Sumi terus menatap wajah anaknya itu gusar, kenapa anaknya bisa sebodoh ini. Seandainya Rivani bukan anaknya pasti sudah dia toyor kepalanya saking gusarnya.
"Ibu kok jadi nyalahin aku sih? Ibu sendiri yang ngusir dia, bukan aku yang nyuruh!"
"Tapi itu semua karena ulahmu Van! Kamu yang membuat wajahnya jadi seperti itu! Kamu juga yang menyebarkan gosip soal penyakit menular itu sehingga para warga menyuruh ibu untuk mengusirnya!" Ibu dan anak ini mulai berdebat karena mereka baru menyadari kerugian mereka setelah mengusir Gia.
Rivani terdiam. Yang dikatakan ibunya memang benar. Setelah Gia pergi keuangan keluarganya jadi morat marit. Uang hasil jualan ibunya yang tidak seberapa hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Dan sekarang dia terancam tidak bisa melanjutkan kuliah.
"Kamu pikir sendiri soal uang kuliah itu! Ibu tidak mau tahu!" ucap Sumi meninggalkan Rivani di ruang tamu.
Rivani memutar otaknya. Ternyata ini tidak sesederhana seperti yang dia pikirkan dulu. Dia hanya berpikir jika wajah Gia rusak maka tidak akan ada laki-laki yang mendekatinya lagi dan orang-orang juga menjauhinya, itu saja. Dia tidak berpikir Gia sampai di pecat dan diusir dari rumah mereka dan akan berimbas sejauh ini kepadanya.
Rivani masih ingat dengan jelas kata-kata rayuan Erika agar mau bekerja sama dengannya menghancurkan wajah Gia. Perempuan itu berjanji akan memberinya uang saku setiap bulannya jika rencana mereka berhasil. Tetapi itu hanyalah janji palsu. Erika tidak ada kabar setelahnya. Rivani kesulitan menghubungi nomornya dan dia juga tidak tahu alamat rumahnya. Sementara untuk datang ke perusahaannya, Rivani tidak berani.
"Aku harus menemuinya!" gumam Rivani pada akhirnya. Dia harus mendapatkan uang untuk membayar kuliah bagaimana pun caranya.
...* * *...
Keesokan harinya Rivani benar-benar pergi ke Be Beauty untuk menemui Erika. Pagi-pagi sekali dia sudah berdiri di depan perusahaan itu menunggu Erika lewat.
"Kak Erika!" teriak Vani melihat orang yang ditunggunya itu datang. Mata Vani berbinar membayangkan Erika akan memberinya sejumlah uang seperti yang dulu dia janjikan. Vani segera berlari menghampiri Erika.
Erika sangat terkejut melihat Rivani tiba-tiba muncul di hadapannya. Sama sekali tidak terlihat raut bahagia di wajahnya padahal dulu mereka sangat dekat. Erika segera menarik tangan Vani menjauh dari gedung perusahaan, agar tidak ada yang melihat. "Apa yang kamu lakukan di sini?!"
"Aku ingin menagih janjimu! Aku sudah melakukan seperti perintahmu!"
"Sssttt!!!" Erika langsung menutup mulut Vani sebelum dia berbicara lebih lanjut. "Jangan bicarakan itu di sini. Nanti malam temui aku di kafe White Rose, kita bicara di sana!" ucap Erika menunjukkan ketidaksukaannya.
"Bagaimana kalau kamu tidak datang? Nomormu tidak bisa dihubungi!"
"Aku janji aku pasti datang! Kamu tunggu saja nanti malam!" jawab Erika dengan mode berbisik. "Sekarang aku harus masuk kerja. Jangan pernah datang lagi! Kalau kamu ingin bicara denganku kita bisa bertemu diluar!"
Erika bergegas pergi sementara Rivani hanya melongo melihat perubahan sikap Erika. Dulu Erika bersikap layaknya dia seorang kakak terbaik di dunia. Dia sangat dewasa dan sering memberi barang-barang yang Rivani suka sampai-sampai Rivani lebih suka jika Erika yang menjadi kakaknya, bukan Gia. Karena itu pula dia mau melakukan apa yang Erika minta. Tetapi sekarang sikap Erika sangat bertolak belakang dengan sikapnya dulu.
Rivani melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu menuju tempat dimana sepeda motornya terparkir. Tiba-tiba matanya tertuju kepada seorang perempuan cantik yang sedang berjalan menuju pintu masuk Be Beauty.
"Itu ... Kakak?! Apa aku tidak salah lihat?!" Vani terus memperhatikan perempuan itu. "Benar, itu Kakak!" Rivani segera berlari menghampiri Gia.
"Kakak ...!!!" teriak Rivani sambil menghambur memeluk Gia. Teriakkan Rivani yang cukup keras membuat semua orang yang hendak masuk ke ke dalam perusahaan menoleh ke sumber suara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
kriwil
ibu tiri sodara tiri menjijikan knp ga di jauhin
2024-06-10
0
Maz Andy'ne Yulixah
Emang enak Vani,Gia jangan mau dideketin Vani lagi enak saja😏😏
2024-05-31
1
ByngnHtm
mampus kaga bisa bayar kuliah jahat si ama atm berjalanlu tolol bgt jdi adik tiri
2024-03-15
0