Di sinilah akhirnya, Gia kembali ke rumah peninggalan ayahnya setelah Rivani dan Sumi mati-matian membujuknya.
"Keluarlah!" tukas Gia melihat Rivani ikut masuk ke kamarnya.
"Aku ingin membantu kakak menata barang-barang kakak!" ucap gadis itu dengan nada manja.
"Tidak usah! Aku bisa sendiri!" balas Gia dingin. Kembali ke rumah ini bukan berarti Gia memaafkan Rivani dan ibunya. Justru dia kembali untuk membalas perbuatan mereka dulu.
Dengan wajah cemberut, Rivani keluar dari kamar Gia lalu pergi menemui Sumi untuk melaporkannya.
"Sikap kakak sangat berubah. Dia jadi dingin sama aku, Bu. Aku seperti tidak mengenalnya saja," keluh Rivani pada Sumi.
"Ya memang sepantasnya. Kalau ibu jadi dia mungkin sekarang wajahmu juga sudah hancur!" jawaban Sumi membuat Rivani semakin cemberut.
"Sekarang bukan waktunya mengeluh! Sekarang waktunya kamu berusaha mengambil hatinya lagi, agar kalian kembali dekat seperti dulu. Kalau hubungan kalian kembali dekat, pasti dia akan mengabulkan apapun yang kamu minta. Ingat Van, kakakmu menikah dengan laki-laki kaya. Kamu bisa minta apapun kepadanya nanti." Kata-kata yang masuk akal dari Sumi membuat Rivani urung marah kepada Gia.
...* * *...
Gia tengah tertidur lelap ketika pintu kamarnya diketuk oleh Sumi.
"Ada apa, Bu?" tanya Gia dengan kondisi yang masih sangat mengantuk.
"Bantu ibu masak buat jualan," ucap Sumi.
Gia menoleh melihat jam dinding dan baru menunjukkan pukul tiga pagi. "Minta Rivani saja untuk membantu ibu. Aku ingin tidur." Gia langsung menutup pintu lalu menguncinya, mengabaikan Sumi dengan mulut menganga tidak percaya.
Ya, dulu biasanya Gia sudah bangun jam segini membantu Sumi memasak makanan untuk jualan, setelah itu dia masih harus membersihkan rumah baru beranjak kerja. Belum cukup sampai di situ, seringkali malam harinya Gia harus lembur lalu pulang jam sepuluh atau sebelas malam lalu besoknya bangun lagi pukul tiga pagi. Seperti itu hampir setiap hari. Demi apa? Demi adik tercintanya Rivani dan lihat balasan yang dia dapatkan?!
Gia kembali ke tempat tidur tetapi dia tidak kembali tidur. Dia justru teringat masa-masa itu lalu berpikir bagaimana dia bisa kuat menjalaninya dulu hingga akhirnya kembali terlelap dengan sendirinya.
Pagi harinya, Gia sudah bersiap-siap untuk berangkat bekerja. Dia tidak memiliki kendaraan dan dulu biasanya dia naik angkutan umum atau ojek online.
"Kak, ayo aku antar kakak ke kantor. Sekalian aku berangkat kuliah." Seperti biasa, Rivani langsung masuk ke kamar Gia tanpa permisi.
"Dulu kamu tidak pernah mau mengantar aku 'kan? Mau akau terlambat atau jalanan macet atau apapun alasanku kamu tidak pernah peduli?!" balas Gia dingin.
"Eh ... Itu ... " Rivani tidak bisa menjawab. Memang dulu dia selalu beralasan setiap kali Gia memintanya untuk dibonceng sampai tempatnya bekerja.
"Coba lihat mana surat-surat motornya, apakah sudah bayar pajak tahun ini? Kalau belum biar aku bayar sekalian."
Mata Rivani membulat sempurna. Dia tidak pernah kepikiran soal itu. Gegas dia mengambil surat-surat motornya lalu memberikannya pada Gia. "Ini, kak," ucapnya menyerahkan BPKB dan STNK sepeda motornya kepada Gia.
"Mana kuncinya?"
Dengan senang hati Rivani juga memberikan kunci motornya kepada Gia.
"Sepeda motor ini aku beli dengan uangku sendiri. Aku yang membayar cicilannya dan aku juga yang membayar pajaknya. Jadi motor ini milikku!" ucap Gia lalu pergi sambil tersenyum puas karena berhasil merebut sepeda motor dari Rivani.
Rivani kebingungan sampai dia tidak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa melihat Gia pergi tanpa bisa mencegahnya.
Dengan raut wajah yang terlihat sangat kesal, Rivani pergi ke warung menyusul ibunya yang jaraknya tidak sampai seratus meter dari rumah mereka. Dia harus segera memberitahu sang ibu atas tindakan Gia yang telah merampas sepeda motornya.
"Ibu ... " rengek Rivani begitu sampai di warung.
"Ada apa? Perasaan ibu sedang buruk jadi jangan mengatakan sesuatu yang akan membuat ibu semakin kesal," tukas Sumi dengan wajah masamnya. "Lihatlah, gara-gara Gia tidak mau membantu ibu masak, ibu jadi kesiangan dan dagangan ibu tidak laku karena orang-orang sudah berangkat bekerja atau kuliah!" Menyalahkan Gia padahal seumur hidup Rivani tidak pernah membantunya.
Bukannya merasa bersalah karena tidak pernah mau membantu ibunya, Rivani justru melihat kesempatan emasnya untuk semakin menambahi kejengkelan ibunya pada Gia.
"Bu, kakak mengambil motorku. Dia meminta semua surat-suratnya lalu sekarang memakai pergi bekerja. Bagaimana aku akan kuliah kalau motorku diminta?"
...* * *...
Begitu tiba di perusahaan, Gia berniat untuk langsung menemui Pak Yonas untuk berkonsultasi mengenai rencananya mengambil alih perusahaan ini secara resmi.
Tepat ketika Gia hendak mengetuk pintu ruangan personalia, pintu terbuka dan Emir keluar dari sana.
"Bukankah ini terlalu pagi untuk merayu seseorang?" ucap Emir begitu dia melihat Gia berdiri di depan ruangan Pak Yonas. "Apakah Arnold belum cukup sampai kamu masih harus merayu Yonas?"
"Jaga bicaramu Emir!"
"Oh ... Aku lupa. Kamu memang bukan siapa-siapa bagi Arnold. Aku terlalu bodoh berpikir jika kalian memiliki hubungan istimewa sampai aku minta tolong agar kamu membujuk dia untuk berinvestasi di perusahaan ini. Setelah aku pikir-pikir ternyata pemikiranku itu konyol sekali," ucap Emir sambil terkekeh menghina. Dia sama sekali tidak tahu jika Arnold sudah membeli perusahaan ini karena dia hanyalah seorang wakil direktur dan tidak memiliki saham di Be Beauty sehingga tidak dilibatkan dalam masalah ini.
Sudah cukup lama posisi Direktur utama di Be Beauty dibiarkan kosong, setelah pak Tirta, pemilik sekaligus direktur utama sakit lalu semuanya di handle Emir. Tetapi sekarang Arnold sudah membeli seluruh saham di Be Beauty dan diserahkan kepada Gia jadi semua tergantung Gia.
"Aku pikir kamu mendapatkan yang jauh lebih baik dariku, ternyata itu hanya di mimpimu," tertawa semakin lebar. Setelah puas menghina Gia lalu laki-laki itu pergi meninggalkan Gia.
Tangan Gia mengepal geram. Dia tidak bisa melakukan apa-apa saat Emir terus menghinanya dan ini membuat Gia tidak sabar ingin segera melakukan pembalasannya.
Gia segera masuk ke dalam ruangan Pak Yonas begitu Emir pergi. Tadinya dia hanya ingin berkonsultasi tentang apa yang akan dia lakukan kedepannya. Tetapi melihat sikap Emir yang begitu merendahkannya Gia akan mempercepat rencananya.
"Selamat pagi, Pak Yonas," sapa Gia.
"Selamat pagi Bu Gia," sambut Yonas langsung berdiri dan memberi hormat dengan menundukkan kepalanya. Dia tahu sekarang Gia adalah atasannya.
"Bersikaplah seperti biasanya Pak Yonas, aku jadi tidak enak kalau Pak Yonas bersikap formal seperti itu."
"Baiklah, apa yang bisa aku bantu?"
"Pak Yonas, kita majukan acara pesta ulang tahun perusahaan di akhir bulan ini. Malam itu aku akan mengumumkan semuanya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
hayoo..pengen liat mukanya emir sm erika..pas tau gia jd atasannya
2024-07-22
0
Rihan Jamaien
Hood jobs Gia👍👍
2024-06-11
0
Morna Simanungkalit
mantaaaP Gia segeralah buat pembalasan
2024-06-10
0