Eps 19:Masa Kejayaan Dari Masa lalu

3000 Tahun yang lalu .... Di tengah kesenjangan kedamaian yang masih terjalin.

Di sebuah kerajaan besar bernama Gabriel sedang di adakan ajang pertandingan koloseum yang berlangsung di tengah kota kerajaan.

Di sana berbagai macam ras, orang-orang, serta mayoritas lainnya sedang berkumpul menyaksikan pertarungan yang di selenggarakan oleh Dewi mereka, sebagai pemimpin sekaligus Tuhan bagi penduduk yang telah mengabdi padanya tentunya acara ini tidak boleh di lewatkan oleh siapapun.

Kesetaran sangat di junjung di sana, tidak ada yang namanya diskiriminasi antar ras maupun sesama mayotitas penduduk, semua tampak sederajat tanpa memandang status.

"Membosankan, bahkan dengan orang-orang dari ke tujuh benua tidak ada yang membuat pertarungan ini menjadi menarik. Bermodalkan duduk di singgahsana rupanya jauh lebih membosankan. Berta!."

"Baik!."

Di atas dari semua pemandangan, hanya sosok agunglah yang menduduki kursi sang raja. Lebih dari itu tidak ada yang berani melawan kehendak sang Dewi semua harus tunduk dalam keputusannya.

Berkat alasan tersebut membuat rasa takut tertanam di setiap hati mereka, namun itu bukanlah sesuatu yang harus selalu di takuti. Mereka yang memiliki perasaan takut terhadap Tuhan mereka adalah bentuk kepercayaan absolut yang menjadi hakikat dari keberadaan itu sendiri.

"Baik, apa anda perlu sesuatu?."

Tampak seorang pelayan wanita memakai pakaian formal sedang berhadapan langsung dengan Dewi Gabriel yang sedang duduk di singgasananya.

"Baju Zirah ini sudah terbasahi oleh keringatku karena bosan yang membuatku letih, aku ingin kau mengirimkan Zirah perangku untuk pertandingan berikutnya."

Dalam berbagai situasi apapun Dewi Gabriel tak pernah sekalipun meninggalkan ekspresi seriusnya di setiap perkataan yang terucap. Seolah ia sangat menjunjung prinsipnya.

"He? A-Apa yang ingin anda coba lakukan."

Dan kesan tersebut terkadang memberikan tekanan ketakutan terhadap lawan bicaranya.

"Tentu saja merubah alur pertarungan ini. Perlu kau ketahui, aku menyelenggarakan acara ini hanya untuk kepuasan diriku, jadi aku bebas mengatur segalanya, siapapun yang berani menentang atas perubahan dari setiap keputusanku maka itu akan menjadi akhir bagi hidup mereka. Dan juga ... Rapalkan sihir untuk mendatangkan pasukan iblis dengan skala besar."

Padangan Dewi Gabriel hanya terpaku di tengah arena pertandingan.

"......... Baik."

Terdengar pasrah oleh kehendak Dewi Gabriel, beberapa pelayan lainnya turut ikut melakukan perintah tersebut dan mulai meninggalkan tempat mereka.

"Tch."

Dewi Gabriel mengkerutkan alisnya saat kekesalan yang di rasakannya tak kunjung terpuaskan.

"Nak Mirage."

Di tengah suasana hati yang buruk, seorang nenek-nenek dengan pakaian jubah menutupi identitasnya, secara berani menghampiri Dewi Gabriel di keadaan yang kurang tepat.

Merasa terganggu, Dewi Gabriel membalas kehadirannya dengan menunjukan tatapan dingin.

"Ada apa tua bangka. Sebaiknya kau hentikan nama yang menganggu telingaku itu."

Siapapun lawan bicaranya itu tidak mengubah sudut pandang Dewi Gabriel.

"Kenapa? Kau tidak boleh egois seperti itu, bagaimana pun nama tersebut adalah pemberian dari orang tuamu, kau harus bangga dengan hal itu."

Namun, hanya kepada sosok nenek tersebut cara pandang apapun yang di tampilkan Dewi Gabriel tidaklah berpengaruh.

"Apa sih masalahmu. Enyalah dari hadapanku."

Dengan mudahnya Dewi Gabriel memutus kontak mata tanpa memperpanjang obrolan mereka.

"Ingatlah, bahwa akulah yang membuatmu seperti ini. Otoritas yang saat ini kau rasakan telah mengubah hati nuranimu, suatu saat kau akan tersadarkan oleh kenyataan yang pahit di penuhi rasa penyesalan."

Begitu lembut serta lirih membuat suasana di sekitar tampak tergambarkan.

"Itu tidak akan terjadi, bagaimana pun akulah yang terkuat. Walau orang-orang mengkhianatiku itu takkan mengubah apapun yang telah kubangun. Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang buruk terhadapmu tua bangka, segera mungkin enyalah."

Tanpa memandang balik Dewi Gabriel hanya menyampaikan perkataannya.

"... Begitu ya."

Dengan penuh rasa hormat nenek tersebut berjalan pergi sesuai perintah.

"Kami kembali!."

Di waktu yang sama pelayan yang sebelumnya di tugaskan hadir kembali menemui Dewi Gabriel dengan membawa setiap kepingan bagian zirah di tangan mereka.

"Kerja bagus, sekarang pakaikanlah."

"Baik!."

Segeranya Dewi Gabriel menegakan diri dari kursi singgasana. Lalu mereka para pelayan mulai mengerjakan tugasnya dengan melepaskan zirah yang sebelumnya Dewi Gabriel kenakan di depan publik, setelah itu tergantikan oleh zirah yang tampak jauh lebih ringan serta mengkilap ke-emasan hingga seakan membawakan pesona berbeda.

"Sudah lama aku tidak memakainya, aku sangat merindukan orang yang telah membuat zirah ini untukku."

Semua orang yang menyaksikannya secara langsung merasa terpukau saat melihat Dewi Gabriel yang tampil berwibawa dengan zirah barunya.

"Saya bisa memulainya sekarang. Bagamana menurut anda?."

Salah satu pelayan pertama yang bernama Berta mengajukan diri untuk memulai suatu tindakan dan menunggu perintah tersebut datang langsung dari mulut Dewi Gabriel.

"Lakukan."

"Baik."

Segera ia memutarbalikan badan mengarah ke depan arena sejajar dengan Dewi Gabriel.

[THOUSAND DEVIL LINE]

Secara instant setelah rapalan terucapkan, sebuah lingkaran sihir tercipta hadir memenuhi seluruh area lapangan.

Lalu berbagai macam bentuk iblis yang tidak di ketahui lagi jumlahnya mulai bermunculan di tengah arena koloseum.

"Huakk ... "

Tentunya perkara besar tersebut sangat membebani batas energi sihir yang sanggup di tangani oleh Berta hingga tubuhnya terasa hancur.

Di samping itu semua orang yang hadir di sana terbingungkan oleh perubahan signifikat dari alur pertandingan dan sebaliknya justru mendatangkan ketakutan atas kemunculan para iblis.

"Dengarkan!."

Sebuah teriakan menggema di seluruh koloseum menarik perhatian mereka yang mendengarnya terfokuskan ke arah kursi sang pemimpin.

"Acara telah berakhir dan kini menjadi panggung hanya untuk diriku seorang. Melihat kalian yang tidak menghibur membuatku lelah menunggu. Jika ada yang keberatan angkat tanganlah! Sebelum iblis-iblis itu memakan kalian sebaiknya percepatlah."

Tidak ada satupun dari mereka yang berani menentang kehendak serta keputusan yang telah di tetapkan oleh sang Dewi. Dan itu menjadi alasan kuat kenapa orang-orang harus menanamkan ideologi yang sama.

Pada akhirnya rasa takut tidaklah berguna selagi mereka-mereka mengikuti perintah yang telah di sampaikan maka hidup mereka akan terjamin, hal itu membuat mereka yang sebelumnya panik kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.

"Bagus, sekarang pelajarilah setiap pergerakanku dengan otak dungu kalian."

Dewi Gabriel mengarahkan tangan kanannya ke samping tanpa sebuah rapalan sihir ia menciptakan pedang di genggamannya.

Bersampingan dengan tindakannya jumlah dari para iblis semakin bertambah banyak dan sangat menggambarkan kondisi arena saat ini yang di penuhi oleh ribuan dari mereka.

Sebelum keadaan menjadi porak-poranda, Dewi Gabriel yang mengusulkan keinginannya sendiri memulai aksinya dengan mengarahkan pedang yang ada di genggamannya mengarah ke depan.

[LIGHT EXCALIBUR]

Secerah cahaya merubah pedang tanpa perapalan tersebut menjadi bentuk abstrak dari esensi cahaya.

"Bercanda."

*Swossh!*

Tak ada alasan namun terdapat rasa percaya diri, dimana Dewi Gabriel secara langsung melemparkan pedang tersebut mengarah cepat ke para iblis.

*Doooom..!!*

Hanya beberapa detik kedepan seluruh orang-orang dalam koloseum di gemparkan oleh guncangan ledakan luar biasa yang di dasari dengan pencahayaan menjadi latar belakang kondisi di sana.

Ini bukanlah sesuatu yang ingin Dewi Gabriel perlihatkan, akan tetapi permulaan untuk menciptakan panggung sorotan bagi dirinya.

Melanjutkan peristiwa yang sedang terjadi tanpa berpikir panjang, Dewi Gabriel dengan keberanian berlari dari singgasananya menghampiri ledakan yang masih berlangsung untuk ikut adil menjadi bagian peristiwa tersebut.

"Datanglah para bajingan!."

Tidak ada peralatan senjata yang Dewi Gabriel gunakan, ia hanya mengandalkan kedua kepalan tangan kosong bermodal tekad serta percaya diri.

Keadaan yang ia temui saat ini adalah momen paling menegangkan dimana setiap hantaman yang ia berikan melibas ratusan iblis dalam satu ayunan.

Tak dapat di ketahui lagi gaya bertarung Dewi Gabriel yang merujuk ke brutalan mengubah pola serangan terlarut dalam irama ketidak beraturan, sehingga hal tersebut tergambarkan sebagai kekejaman.

Setiap tubuh iblis yang Dewi Gabriel temui secara sadis ia remukan begitu mudah hingga darah-darah seakan menjadi perasan yang membasahi zirahnya, seolah peranan yang ia sampaikan mewujudkan sifat sejatinya.

Darah demi darah mewarnai lapangan yang tak kunjung terhenti untuk membawa kekejaman Dewi Gabriel kepada kegilaan.

Waktu terus berjalan dan semakin bertambahnya iblis yang mati di tangan Dewi Gabriel mendekati akhir dari penghujung pertarungannya.

***

Lima menit kemudian ....

"Ahh~ Sudah lama sekali aku tidak menari gila seperti itu. Ini tidak cukup membuatku berkeringat namun setidaknya aku dapat memuaskan diriku setelah sekian lama terkekang oleh otoritas."

Tidak ada dari mereka yang tersisa di arena tersebut selain gumpalan darah yang membanjiri lantai.

Semua orang yang menyaksikannya hingga akhir hanya bisa termerenungi oleh sisi negatifnya.

"Aku harus segera membersihkan diriku."

"Tunggu sebentar!."

Selangkah ketika Dewi Gabriel berniat pergi meninggalkan arena. Sesosok pria berkulit putih berpakaian formal dengan rambut hitam yang menutupi sebelah mata secara mengejutkan menyentak Dewi Gabriel karena kehadirannya yang tak di undang.

Tanggapan Dewi Gabriel tentang kehadiran pria tersebut sedikit menyorot perhatiannya.

"Huh? Tamu tak di undang?."

Dengan nada bicara yang tinggi Dewi Gabriel memalingkan dirinya menghadap ke pria tersebut yang membelakanginya.

"Saya melihat anda bertarung tadi, maaf mungkin terdengar lancang. Perkenalkan nama saya Xiao, saya seorang pengelana yang ingin menambahkan wawasan soal sihir maupun dunia."

Perhatian semua orang seketika tertunjuk ke arah pria yang bernama Xiao tersebut.

Di nilai dari perkataan yang tidak mengangkat derajat Dewi mereka semua orang berspekulasi bahwa ia berasal dari luar kerajaan.

"D-Dia tampan juga ya."

"Benar, ototnya juga kekar."

"Kupikir dia juga cukup sopan."

Sedikit keramaian terjadi di antara orang-orang koloseum yang menyaksikan kedatangan Xiao dalam perspektif berbeda. Beberapa dari mereka merasa jatuh hati dengan ketampanan yang di milikinya, namun itu tidak berlaku di hadapan Dewi Gabriel.

"Aku menghargai kedatanganmu kemari, tapi sayangnya aku tidak tertarik dengan manusia sepertimu. Jika kau ingin menyampaikan sesuatu cepat katakanlah."

Dewi Gabriel benar-benar menunjukan sifat dinginnya dengan sorot mata sinis mengunci pandangan Xiao, seolah ia merasa tidak tertarik oleh kehadirannya.

"Singkatnya ... Jika saya mengajak anda berduel bagaimana tanggapan anda?."

Tak perlu menunjukan banyak reaksi dari ekspresi, dengan santainya Xiao memberikan wajah datar dalam formalitasnya.

Tidak hanya Dewi Gabriel yang mendengar pernyataan tersebut melainkan seluruh orang-orang di koloseum terkejut dengan hal itu, hasilnya banyak dari mereka mengubah pandangan terhadap Xiao sesingkat mungkin terbalik menjadi sesuatu yang membuai pertentangan.

"Ucapanmu terdengar cukup percaya diri ya. Menarik, namun ada harga yang harus di bayar jika kau kalah berduel, moodku sedang bagus anggap saja sebagai ganti nyawamu.

Mendengar sesuatu yang membangkitkan rasa antusiasme Dewi Gabriel, tentunya ia menyanjungi hal tersebut.

"Enggg .... Saya perjelas saja. Saya manusia setengah Dewa."

"Huh?."

Di luar dugaan Dewi Gabriel, sepintas itu seakan sulit di percaya ketika ia menemui sesuatu yang cukup jarang di wilayahnya.

Dan saat itu juga mereka para penonton dari koloseum menutup mulut mereka.

"Oh begitu. Apakah kau memiliki pengikut?."

Melanjuti rasa penasaran, Dewi Gabriel melontarkan sedikit pertanyaan kepada Xiao.

"Tidak, saya murni hasil dari keturunan bisa di bilang ... Saya berasal dari sejarah dan jejak perang Dewa di masa lalu."

Hingga saat ini Xiao sangat begitu tenang dalam berkata-kata menggunakan wajah datarnya.

Merasa tertantang setelah mendengar kenyataan yang ia jumpai, mengubah pandangan Dewi Gabriel terhadap Xiao menjadi sebuah perasaan mendebarkan.

"Menarik. Setiap harinya, pelayanku selalu membawakanku 200 lebih iblis untuk menghilangkan rasa bosanku. Dan aku tepikirkan dengan di adakan pertandingan ini mungkin aku bisa menemukan lawan yang lebih pantas. Kuharap itu dirimu, baiklah aku menerimanya. Soal harga .... Akan kupikirkan setelah hasil di dapatkan, yang jelas keberadaanmu akan sangat menguntungkan bagiku."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!