Eps 12:Balasan Dari Sang Cahaya

"Aku sempat berkeinginan untuk mengirim kembali Arkilah bila si Dewi itu mengkhianatiku, tapi kelihatannya dia menepati janjinya. Dan juga... Aku tidak mengira keberadaan naga itu bisa menampung dunia aneh ini."

Apa yang Izaya amati dari ketinggian langit adalah sesuatu yang terbilang cukup tidak masuk akal dimana segala bentuk kekacauan bukan lagi hal mengejutkan, tepatnya setelah Izaya terkirimkan ke dunia tanpa adanya ekosistem meliputi dunia tersebut dan arti dari kekacauan itu sulit di ucapkan bagaimana pun juga semua komponen penting bagi dunia telah lenyap di landa oleh kobaran api yang menyulut abadi.

Dan satu hal yang menjadi perhatian penting adalah keberadaan se-ekor naga dengan kebesaran yang memenuhi ruang dunia, hanya sebatas ujung kaki itu terlihat berkemungkinan berjarak lima gunung atau jauh lebih banyak, Izaya berspekulasi dari hasil tersebut yang dapat ia simpulkan bahwa seluruh anggota tubuhnya berpotensi menjadi beban dunia ini.

"Ini sangat di luar nalar, siapa saja pasti akan menarik kembali keinginannya. Namun ini juga bukti bahwa dunia fantasy bukan berasal dari imajinasi saja termasuk diriku yang baru menyadari keberadaan yang kuanggap dongeng sebelum tidur. Dan juga apa mungkin pengetahuan yang di ciptakan manusia di dunia sebelumnya sangat berkaitan dan valid dengan semesta yang tak masuk akal ini? Jika di pikirkan lagi... Pemikiranku soal Goblin waktu itu tampaknya benar padahal informasi itu hanya kudapatkan dari game milik salah satu korbanku, meski sejujurnya aku memang merasakan hasrat sampah dari mereka. Dan sekarang fakta naga yang menakluki dunia dengan ke agungan mereka sendiri memiliki maksud cerita yang sama di kehidupanku sebelumnya. Ah dan sepertinya... Ada satu keberadaan lagi yang memang sengaja menghampiriku."

Di saat Izaya bergumam sendiri sebuah kehadiran menjumpainya yang tidak lain adalah Zelth. Ia melayang di atas langit sejajar dengan Izaya namun membelakanginya.

"Oh? Apa angin membawamu kemari tanpa sebab? Sepertinya tidak. Aku juga kurang yakin jika si Dewi itu mengirimu kemari sendirian setelah memprioritaskan kekhawatiran terhadap anak-anaknya."

Sejak awal Izaya menyadari adanya hawa membunuh berasal dari Zelth, karena alasan itulah Izaya tidak memberikan sapaan secara lapang dada dan lebih menyukai melirik jahat tanpa sepenuhnya menolehkan kepala ke orang yang sedang membelakanginya.

"Dewi tidak ada kaitannya dengan kedatanganku, aku murni datang kemari atas kemauanku."

Wajah Zelth mengkerut kesal ketika memperhatikan Izaya sedang meliriknya, yang menandakan ia memiliki dendam pribadi hanya untuk Izaya seorang.

"Lalu... Apa-Apaan aura membunuh ini? Kau tidak sedang pub3r bukan? Jika kau sedikit meredahkan emosimu aku akan meladenimu, seseorang yang hanya bisa mengandalkan hasrat mereka dan tidak pernah terpikir untuk dapat mengontrol, itu tidak lebih dari sekedar bocah ingusan, yah aku juga tidak mempermasalahkan bila kau tetap menunjukan sisi kekanakanmu."

Dengan santainya Izaya memberikan saran kepada Zelth yang memperlihatkan tekad untuk segera membunuh lawan bicaranya.

"........ Baiklah."

Sejenak Zelth memikirkan kembali kepribadian manakah yang kini ia banggakan dengan mengacu kepada ke egoisan yang terus berlangsung, itu terdengar ironis namun berkat kesadaran tersebut mengingatkan Zelth dengan ketenangan dirinya saat bersama Dewi Gabriel yang menjadi alasan ia harus lebih tenang seperti biasanya.

Lalu berkat keputusannya tersebut memberikan Izaya rasa sukarela untuk memalingkan badan ke arah Zelth secara penuh sebagai tanda ia menghargai ucapannya.

"Begitu ya, kurasa alasan itu berkaitan dengan Dewimu. Sebelumnya aku pernah bilang bukan... Aku akan datang kembali di hadapanmu setelah urusanku di sini selesai, untuk sekarang aku tidak ingin menemui siapapun jadi... Bisakah kau jelaskan alasanmu?"

"Sudah jelas bukan? Dari yang baru saja kau rasakan itulah jawabannya, aku kemari tidak ada kaitannya dengan siapapun."

Ucapan Zelth terdengar santai namun kepalan tangan yang sudah terbentuk tidak membohongi hasratnya.

"Oh? Artinya atas kemauanmu sendiri kah, kesimpulannya kau ingin membalas dendam? Kalau begitu aku akan bertanya kembali. Kenapa Dewi kalian tidak menghentikan tindakanmu? Kau tau ini terdengar tidak masuk akal dengan kepribadian baik yang di milikinya, terkecuali... Kau menentangnya itu jauh lebih logis."

Izaya menatap sinis Zelth dengan senyuman jahat menyelubunginya.

"Ap- Diamlah... Kau itu monster, yang perlu kau lakukan hanyalah menunjukan taring dan hasrat membunuhmu kepadaku."

Ucapan terakhir Izaya sedikit menyentakan Zelth karena kurang dari beberapa kalimat mengandung kebenaran yang sulit ia sengkal dan hal itu menghadirkan kekesalan.

"Rupanya penilaianku terhadapmu salah, apa kau mengingat wanita dengan kain hitam menutupi wajahnya?"

Terdengar aneh bagi Zelth saat Izaya memberikan pertanyaan yang di luar pertemuan mereka.

"Wanita?.. Aku tidak mengerti apa yang ingin kau katakan."

Tentunya Zelth akan jatuh bingung dengan maksud perkataan Izaya.

"Bagus lah, aku tidak menyukai dirimu yang sekarang kuharap dengan mengingatkanmu kembali kau dapat merubah prinsip ketenanganmu itu menjadi sedikit lebih menarik. Riris..."

*Tik*

"Huh?"

Tanpa sebuah alasan yang jelas, secara aneh Zelth merasakan ada sesuatu yang menggema seperti jentikan di dalam pikirannya seolah itu membangunkan semua ingatan di otak.

"A-Apa ini?.."

Tidak ada kejelasan pasti darimana sumber suara tersebut berasal namun Zelth menyakini bahwa gelombang suara yang menggeming di otaknya adalah sihir yang di maksudkan hanya untuk dirinya, keyakinan itu datang dari kumpulan memori ingatan yang tak di kenal secara tiba menjadi terasa asing.

"Dengan begini aku memiliki kewajiban untuk membunuhmu, karena kau telah mengetahui hal tabu yang seharusnya orang sepertimu tidak berhak mengetahuinya. Yah mungkin terdengar licik namun membiarkanmu hidup juga keputusan yang salah."

Tanpa sebuah alasan Izaya merubah raut wajah selaras dengan senyuman jahatnya ketika memperhatikan Zelth yang mulai merasakan keraguan.

"Tidak mungkin, mungkinkah dia..."

Hadirnya perasaan ragu menghambat jalan berpikir Zelth ke depan, ia sejenak terdiam setelah menyadari hal tak terduga dalam pikirannya.

"Ada apa? Apa sekarang tekadmu menjadi goyah?"

Izaya sedikit mencoba memprovokasinya walau sejujurnya ia hanya ingin melihat tindakan apa yang selanjutnya Zelth lakukan di tengah kebingungan itu.

"Mana mungkin, entah wanita misterius itu atau kau atau apapun itu tidak akan pernah bisa menjatuhkan tekadku. Perlu kau ingati... Dari keraguan lah akan timbul rasa keyakinan yang tinggi tapi itu juga tergantung individual mana yang mampu berpikir demikian."

"Apa sudah cukup menghibur dirinya? Jika kau memang tidak terpengaruh oleh hasratmu maka jadikanlah obrolan ini sedikit lebih menarik sebelum kau benar-benar lepas kendali."

"Apa... Yang ingin kau katakan?"

Merasa terbodohi Zelth meyakini alasan di balik ucapan Izaya memiliki penyampaian yang ingin ia katakan.

"Yah aku ingin bertanya soal Item Drop yang di jatuhkan naga itu sekuat apa?"

Sebuah pertanyaan di berikan untuk Zelth dan tanpa di sadari hal itu menyebabkan pertemuan mereka sedikit menyimpang dari yang seharusnya.

"Jujur aku benci mengobrol dengan musuhku terlebih lagi kau lah orangnya, aku anggap ini adalah pertanyaan terakhir darimu. Akan kujawab, sekuat apapun kekuatanmu kau hanya akan membuatnya menggeliat karena makhluk tingkatan ini sama kuatnya dengan besar fisiknya dan tentunya Item Drop tidak sepadan melebihi nyawamu sendiri, makhluk tingkatan jangan se-sekali meremehkannya."

"Kuhargai saranmu, dan pada dasarnya aku berkeinginan kemari hanya karena tertarik dengan keberadaan sosok naga selebihnya prioritas utamaku adalah Dewi kalian. Kali ini apakah kau tidak bertanya apa yang akan kulakukan terhadapnya atau alasan sesungguhnya aku mengincar dia? Sebagai ganti jawabanmu."

Berpikir bahwa perbincangan mereka sudah cukup jauh dari tujuan utama Zelth hal tersebut menjadikannya sebuah masalah khususnya Zelth, namun mendengar Izaya yang menawarkan informasi tentang alasan setelah semua yang ia lakukan, dengan pilihan itu sebenarnya Zelth merasa tertarik.

"Aku tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi denganmu, lagi pun kau tidak akan bisa kabur mulai sekarang."

Se-Sekali Zelth merasa ingin meluapkan seluruh emosinya ketika kesempatan tersebut hadir.

"Oh? Jadi maksudmu kau ingin memaksaku membuka mulut sendiri? Bercandamu sudah kelewatan tau."

*Swosshhh..!!*

"He?"

Tanpa Zelth sadari tangan Izaya telah menyentuh pundaknya dari arah belakang dan hal tersebut cukup membuatnya terkejut.

"Begini... Apa yang kalian bisa lakukan jika aku melecehkan Dewi kalian di hadapan kalian? Ku akui membuat orang baik seperti dirinya di permainkan adalah hidangan kesukaanku terlebih lagi dia seorang wani-"

*BlaaaRRRR...!!*

Tak sanggup menahan emosi Zelth melancarkan pukulan dari tangan kanannya tepat menghantam wajah Izaya yang berada dekat dengannya, tanpa memberikan peluang bicara secara momentum itu menghasilkan dampak yang begitu kuat hingga terlihat Izaya terhempaskan jauh dari arah pandang Zelth.

Tak dapat di amati lagi apa yang sedang di alami Izaya dengan keadaan terhantam jauh dari keberadaan Zelth namun kenyataan yang mengejutkan dari hasil pukulan tersebut adalah bekas akselerasi keberadaan Izaya yang menghancurkan ujung dari puncak gunung, membayangkan pertarungan mereka berada di atas ketinggian dengan terciptanya kekacauan  berasal dari tangan Zelth menjadikan alasan ia berada di posisi yang tepat untuk menyampaikan kebenciannya terhadap Izaya.

"Kebencian inilah yang ku sukai dari orang naif sepertimu."

"Huh?"

Kepercayaan diri Zelth di patahkan oleh kenyataan yang seharusnya tidak mungkin bagi siapapun dapat menghindari serangan mendadak dengan akurasi yang hampir tak dapat di hindari setelah menyaksikan hasil yang di timbulkan. Namun alasan tersebut semakin jelas ketika Izaya secara mengejutkan berada satu langkah di belakang Zelth seolah ia benar-benar mampu melakukannya dan dengan mudah meninggalkan semua jejak kekacauan.

Tentu dari pergerakan Izaya tersebut menyadarkan Zelth akan adanya perbedaan kekuatan di antara mereka berdua yang perlahan menyiutkan keberanian Zelth untuk menyerang dan lebih mewaspadai setiap langkahan Izaya.

"(Badjingan ini... Kupikir aku telah mengambil ahli situasi ini, sepertinya aku terlalu naif dengan kekuatanku sendiri. Sial ini seperti bukan diriku saja, entah kenapa hanya kepadanya perasaanku menjadi kacau. Aku tidak harus meremehkannya sekarang dan juga... Ini baru penyambutan dariku.)"

Zelth bergumam dalam batin dan menunjukan lirikan dingin hanya untuk Izaya yang memperhatikan dari belakangnya.

"Tatapan apa itu? Kuharap kau semakin membenciku karena sejak awal... Aku memang tidak tertarik bertemu denganmu apa lagi melihat kepribadianmu yang telah berubah seperti ini, namun lain cerita bila kau seorang wanita. Akan ku akhiri penderitaanmu setelah kau menunjukan seluruh kebencianmu terhadapku. Dan mulai sekarang jangan berpikir kau akan mendapatkan kesempatan sekali lagi."

Aura keberadaan Izaya yang berisi kepercayaan diri, keberanian, hasrat, n4fsu, semua itu membungkus keberanian Zelth hanya dalam satu kalimat terakhir memberikan tekanan psiki begitu kuat di balik senyuman iblisnya.

Walau begitu apa yang Izaya perlihatkan masih belum cukup untuk mengacaukan tekad Zelth yang telah menetapkan di jiwanya.

"Apa ini?.. Kenapa... Kenapa aku mendadak.. Ah begitu ya. Jadi inikah lawan yang di maksud Dewi yang sangat menekan beliau. Tanpa kusadari aku juga telah termanipulasi oleh rasa takut itu sendiri. Namun... Ini-"

Sedikit lengah dari hadapan musuh Zelth di berikan sebuah penampakan ayunan pukulan yang mengarah ke bagian perut dari arah depan itu tampak sekilas, namun selebihnya Zelth merasa sulit untuk menghindari pukulan tersebut karena jangkauan jarak serta ruang yang pendek sangat mustahil untuk di antisipasi.

"Ga-"

*ZBlakkk..!!*

Zelth tidak berkutik lagi ia pada akhirnya menerima keadaan tersebut dengan pasrah tanpa mampu melawan balik.

Akan tetapi untungnya Zirah tidak hancur dan masih utuh bertahan melindungi tubuhnya, namun setelahnya...

"Huh? Apa ini... Seluruh tubuhku serasa hancur dan juga aku tidak terlempar? I-Ini berbeda dari yang kupikirkan. Mu-Mungkinkah... Pukulan itu bermaksud menghancurkan langsung dari dalam!?"

Seluruh tubuh Zelth bergetar merasakan sensasi mati rasa dan sebagian besar ia sulit menggerakan otot-ototnya.

"Kematianmu sudah di tetapkan, aku telah menghentikan semua titik vitalmu dalam satu ayunan yang cepat. Karena kecepatan itulah kau merasakan yang saat ini kau rasakan, ini cukup mudah saat kau memanfaatkan reflek seseorang ketika mereka mengerahkan semua otot-otot itu dan itu menjadi semakin mudah karena kau tetaplah manusia."

Sangat sulit menebak Izaya itulah yang ada di benak Zelth saat ini, ia hanya sekedar mendengar suara tanpa melihat lagi keberadaan Izaya yang sebelumnya berada di hadapannya.

"Oh ya jangan berpikir kau telah melihat semua pergerakanku, apa yang kau lihat dalam satu pukulan tersebut sebenarnya memiliki jumlah yang sama untuk mematikan jejaringan semua bagian penting tubuh seseorang, artinya begitu cepatnya hingga kau berpikir aku hanya terpaku untuk menghancurkan organmu."

Pada waktu itu Zelth menyadari perpindahan Izaya berkat insting serta gema yang di hasilkan mengacu di atas langit, ia melihat Izaya sedang melayang sambil memberikan tatapan rendahan yang di khususkan hanya untuk dirinya seorang.

"Keadaan seperti ini tidak akan membuatku mundur dari lawanku. Bila aku membawa kepalamu sudah di pastikan aku mampu melindungi Dewi dari marabahaya apapun itu, karena beliau mengakui kau lawan yang berbeda."

Zelth berusaha bangkit dari rasa sakit dengan menggerahkan otot-ototnya.

"Tapi sangat di sayangkan .... Semua akan berakhir di pertemuan berikutnya, namun aku bisa menjanjikan satu hal kepadamu."

Kalimat terakhir Izaya terdengar menyakinkan untuk di perhatikan oleh Zelth.

"Apa yang ingin kau katakan?"

"Aku ingin memberitahumu saat ajal menjemput, karena itu terasa lebih menarik. Dan satu hal lagi, aku tidak meremehkanmu karena kecepatanmu sebanding denganku, dari kesamaan tersebut setidaknya kau mampu bertahan selama tiga menit."

Apapun yang di katakan Izaya menurut Zelth sendiri ia sedang di permainkan dengan permainan kata dan bermaksud ingin menyulutkan api sebagai mana Izaya mengintimidasi lawannya.

"Aku ... Tidak akan termakan emosi, kali ini akan kukerahkan-"

*Srwoshhh..*

Sesuatu mengejutkan terjadi saat Zelth hampir melawan balik Izaya dengan kekuatan penuh dimana ia menyadari adanya pukulan melesat dari arah depan mengarah ke wajahnya. Namun beruntungnya pukulan tersebut berhasil di prediksi oleh Zelth dengan jangka waktu yang lamban sehingga sangat tipis kemungkinan ia mengantisipasi lajunya pukulan tersebut selain mengandalkan reflek untuk menghalauinya.

"Si-"

Akan tetapi perasaan legah itu hanya berlangsung seperkian detik saat Zelth merasakan sensasi yang sama di bagian perutnya.

"(Ti-Tidak mungkin ... Dia melancarkan pukulan sekali lagi!? Itu benar-benar sulit di percaya dengan kecepatan yang terus meningkat aku benar-benar tidak menduganya, padahal aku berada di keadaan yang prima dan juga ... Apakah pukulan pertama hanyalah pengalihan?)"

Dalam batin, Zelth merasa sangat terpukul menerima serangan untuk kedua kalinya di luka yang sama. Pada waktu itu ia sungguh tidak merasakan mau pun menyadari arah datangnya pukulan lanjutan dari Izaya, akibatnya rasa sakit kembali terjadi.

"Aku ... Aku ..."

Entah mengapa Zelth merasa sulit berkata-kata dengan derita yang di alaminya hingga berakhir memuntahkan segumpal darah dari mulutnya.

"Dua menit lagi, kah."

*Srowshhh...*

Dan lagi-lagi Izaya menerjang lalu menyerang dari titik yang sama.

*Blarrrr...!!!*

Begitu cepatnya sampai-sampai Zelth merasa kesulitan mengambil langkahan berikutnya dan menjadikan luka tambahan yang cukup fatal.

*Blarrrr...!!!*

Tak cukup sampai di sana Izaya tampak memberikan beban secara beruntun seolah ia tidak ingin memberikan sedikit pun celah bagi Zelth.

*Blarrr...!!!*

Pukulan serta akselerasi kecepatan Izaya semakin meningkat seiring pukulan yang mendarat di setiap hantaman.

*Blarrr...!!!*

Dan semua itu ia lakukan secara berulang namun faktor kecepatan tersebut tidak dapat di bantah, yang akhirnya menciptakan sirklus pukulan bertubi-bertubi dengan mengabaikan hukum kausalitas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!