Eps 6:Tanpa Hati

"Ibu.. Ibu... Kenapa ayah belum pulang kembali? Atau jangan-jangan... Dia berselingkuh lagi dengan wanita lain."

"Itu tidak mungkin, ia tidak memiliki alasan berselingkuh dari ibu. Romeo masih kecil sebaiknya jangan berbicara selayaknya orang dewasa pahami, itu sungguh tidak baik. Dan juga... Romeo tidak perlu khawatir soal ayah karena... setelah kembali Ia berjanji akan memberikan adik baru untuk Romeo."

"Eh? Benarkah? Romeo ingin sekali memiliki adik."

"Kalau begitu saat ini Romeo harus terlihat sehat bugar, dan tidak lupa juga untuk selalu berdoa kepada Dewi Gabriel agar selalu di berikan perlindungan. Romeo bercita-cita ingin menjadi pahlawan untuk negeri ini bukan? Sebelum itu terjadi mari makan, biar ibu yang menyuapi."

"Baik..!! Romeo senang ibu tersenyum bahagia."

"Begitu ya."

***

45 menit kemudian.... Di sebuah kamar.

"Dia masih belum kembali? Padahal Romeo menantikannya hingga tertidur pulas seperti ini. Apa jangan-jangan... Ia memang berselingkuh lagi? Ahh tidak, aku harus berdoa untuk keselamatannya."

Sebuah tindakan kehormatan seperti doa di tunjukan dengan sepenuh hati hingga setetes air mata membasahi wajahnya.

"Oh, Dewi Gabriel. Dengan penuh rintihan air mata... Izinkan hambamu ini mensucikan diri dari dosa dengan mengabdi sepenuhnya kepada engkau Dewi Gabriel. Tubuh, jiwa, engkau pantas menerima semua diri hamba sebagai ganti atas dosa hamba. Saya ulangi untuk yang ke 5716 kalinya hingga saat ini selama saya masih hidup, hamba akan selalu terbuka untuk engkau dan akan selalu menerima karunia yang engkau berikan. Jika engkau mendengarkan doa hamba... Hamba mohon untuk kesekian kalinya atas doa hamba... Berikanlah suami hamba keselamatan di setiap perjalanannya. Amen."

***

Satu jam kemudian...

*Tok-Tok-Tok*

Terdengar ketukan pintu yang sedikit keras.

"Eh? Aku ketiduran ya, ketukan pintu? Aku yakin itu pasti suamiku, baik! Tunggu sebentar."

Wanita tersebut yang mendengar kentukan pintu rumahnya, dengan segera berjalan menghampirinya untuk segera membukanya.

"Baik... Selamat datang Say-"

Sesaat setelah wanita tersebut membukakan pintu rumahnya, hal pertama yang ia jumpai justru mengejutkan sekaligus mengerikan.

"Tidak... Tidak mungkin..."

Rasa terkejutnya benar-benar mempengaruhi mentalnya, hingga sekujur tubuhnya bergemetar ketakutan. Apa yang ia hadapi di depannya sekarang adalah bentuk ketidak mampuan untuk menghadapi kenyataan.

"Tidak!! Ini tidak mungkin, kepala... Kepala itu... Say.. Sayang-"

Di waktu yang sama suatu kehadiran tiba-tiba datang di hadapan wanita tersebut yang dalam kondisi shok membeku.

"Si-Siapa ka-"

*Wush*

Suatu tindakan di lakukan oleh sosok tersebut yang langsung menutup paksa mulut dari wanita tersebut yang mencoba berteriak ketakutan.

"Hmmmmpp...."

Tindakan dari sosok tersebut masih belum menunjukan rasa puas dengan keadaan saat ini, selanjutnya ia secara paksa mendorong wanita tersebut masuk ke dalam rumah hingga secara kasar menyudutkannya ke tembok.

Wanita tersebut terus menerus memberontak dengan memukul tubuh sosok yang di hadapinya, namun sayang sekali hal tersebut justru memperburuk keadaan dimana sepenuhnya musuh yang ia hadapi justru menerima semua keadaan, dan membuatnya tidak dapat memberontak lebih dari ini.

"Hmmmppp..!! Hmmp..!!"

Satu-satunya yang dapat ia lakukan hanyalah sebatas berteriak sekencang mungkin.

"Aku sarankan kau jangan memberontak... Nona. Kau hanya akan membasahi tanganku dengan ludahmu tanpa bisa melakukan apa-apa."

"Hmmmpp...."

Rintihan tangis terasa begitu deras menutupi ketidak berdayaanya, yang berusaha untuk mengubah keadaan, di tambah hal mengerikan yang baru saja ia lihat sangat mempengaruhi mentalnya.

"Keras kepala juga rupanya, baiklah. Aku akan memberitahukan hal yang seorang penjahat lakukan di saat situasi seperti ini. Yah coba kupikirkan... Ahh ya, di duniaku sebelumnya biasanya aku akan menodai korbanku sebelum aku membunuhnya, dan jika di perhatikan kembali... Aku cukup beruntung mendapatkan target cantik sepertimu nona."

"Hmmmppp...!!"

Wanita tersebut semakin merasakan penderitaan yang dimana sosok tersebut semakin erat memaksa mulutnya untuk tidak memberontak.

"Sudahlah hentikan saja, setelah melihat suamimu yang kembali tanpa tubuh... Tak kusangka kau masih memiliki harapan untuk melawanku. Baiklah, mumpung kesadaranmu masih ada, aku akan menceritakanmu bagaimana hal mengerikan itu menimpa suamimu."

"Hmmppp!!!"

"Tolong dengar ya, oh ya, aku belum memperkenalkan diri ya. Panggil saja aku Izaya... Nona."

Sosok tersebut membuka identitasnya yang sebelumnya tertutupi oleh jubah dan menunjukan jati dirinya di balik dalang dari semua ini yang sebenarnya adalah Izaya.

"Hmmmpp...!!"

"Baiklah aku akan memulai ceritanya, pada waktu itu tepatnya saat keramaian semakin ramai mendekati subuh, aku melihat seorang pria memakai zirah yang terlihat baru saja melakukan ekspedisi. Aku yang berpaspasan di tengah kota merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya, kau tau apa itu? Ya sebuah bau alkohol bercampuran dengan aroma wanita."

"Huh?"

Wanita tersebut menunjukan reaksi terkejut saat mendengar cerita dari Izaya meski mulutnya masih tertutup rapat.

"Ya bagiku sendiri itu hal yang normal, ketika seorang pria lelah pasti akan berakhir di satwa percintaan. Awalnya itulah yang kupikirkan namun... Justru aku menemukan sesuatu yang menarik saat aku mencoba untuk mengikutinya. Yaitu... suamimu... Memiliki keluarga lain yang di sembunyikan dan lagi-lagi dia melakukan maksiat di saat keadaan orang-orang sibuk dengan acara besok. Jika kau tidak percaya aku bisa memberikanmu beberapa bukti yang sedikit menjanjikan."

Dengan rasa antusiasnya Izaya menggunakan sihirnya untuk mengambil kepala yang sebelumnya di depan pintu, meski sejujurnya Izaya terpaksa menggunakan sihirnya karena kedua tangannya sibuk menahan kondisi saat ini.

"Sepertinya aku terlalu naif untuk tidak menggunakan sihirku sama sekali. Kau tau? Aku tidak dapat melepaskan momen seperti ini. Sekarang lihatlah apa yang ada di leher suamimu dengan jelas."

"Huh?"

Wanita tersebut menegakan alisnya dengan wajah yang benar-benar terkejut saat melihat mayat suami yang ia cinta ada di depannya.

"Ya, ada sebuah kalung di lehernya aku yakin itu milik kalian. Di sampingnya... Ada sebuah jari yang menempel yang jelas-jelas itu adalah jari milik seorang wanita. Ya.. Aku membunuh wanita tersebut sekaligus suamimu saat mereka-"

"HMMMPPPP....!!!!"

Wanita tersebut mulai kehilangan akal dan semakin menggila dengan kondisinya saat ini, terlebih lagi saat melihat kenyataan mengerikan ada di depannya.

"Wajar saja, bila wanita sepertimu di sakiti seperti ini dapat mempengaruhi mentalmu, tapi kau harus tau juga... Di duniaku sebelumnya... Keadaan seperti ini termasuk kejahatan kecil. Bahkan bagi penjahat, ini tidak lebih dari sekedar hiburan, seandainya kau hidup di dunia yang sama denganku. Hidupmu akan jauh lebih suram karena tidak ada lagi yang namanya otoritas."

"Hmmp... Hmmp.. Hmmp.."

Wanita tersebut menangis begitu terseduh-seduh menahan mentalitasnya sambil mendengar semua yang Izaya katakan.

"Aku melakukan ini bukan tanpa tujuan untuk menghibur diri nona. Hanya saja nasibmu sial bisa menjadi target untuk tujuanku. Jika kau memberontak lebih dari ini... Aku akan menodaimu, yah meskipun kau memberontak sebenarnya tidak ada masalah karena... Nasibku sangat beruntung bisa berpaspasan dengan anggota keluarga yang tempat tinggalnya jauh dari keramaian kota saat ini. Jadi.. Kau memilih untuk di ajak bicara atau mengorbankan kesucianmu untuk Dewi Gabriel demi diriku?"

Setelahnya Izaya tidak melihat atau merasakan tindakan pemberontakan lagi yang di lakukan wanita tersebut yang benar-benar di buat kacau oleh Izaya.

"Begitu ya, keputusan yang bijak Nona."

Secara perlahan Izaya mulai melepaskan cengkramannya yang masih menahan mulut wanita tersebut. Ketika Izaya menarik tangannya sendiri ia merasakan berbagai kesedihan menempel di telapak tangannya.

*Batuk*"Hahh... Hahh..."

"Jangan berpikir lagi untuk memberontak karena tanganku yang satunya masih menahan tanganmu. Sekarang... Beritahu aku namamu karena kau tidak pantas di panggil Nona."

Izaya menatapnya sangat dekat dengan maksud memberikan sedikit tekanan di saat kondisi mentalnya kacau.

"Namaku... Arkilah. To-Tolong jangan melakukan sesuatu terhadap tubuh saya."

"Ya itu tergantung bagaimana jawabanmu, jika sejak awal kau tidak mencoba untuk melawan, aku tidak akan mempengaruhi mentalmu lebih jauh. Seperti yang sebelumnya kukatakan, aku kemari bukan untuk kesenangan, kali ini sebaiknya kau diam dan dengarkan."

Izaya mendekati telinga Arkilah seolah menginginkan pembicaraan secara diam-diam namun juga sedikit bergairah.

"Baiklah dengarkan ini. Aku memiliki permintaan untukmu."

"A-Apa itu?"

Arkilah merasa sedikit terganggu dengan kondisi yang Izaya buat.

"Aku ingin kau... Melakukan sesuatu terhadap hari esok."

"Esok? Maksudmu... Hari suci? Apa maksudmu?"

Di saat itulah senyuman iblis Izaya ia perlihatkan tepat di telinga Arkilah yang tidak mengetahuinya.

"Kau tidak perlu khawatir soal bagaimana semua itu akan berjalan. Yang harus kau lakukan hanyalah melakukannya."

"Ji-Jika aku menolak?"

Arkilah sangat meragukan perkataan Izaya sekalipun pilihannya sendiri.

"Seperti yang kubilang sebelumnya... Aku akan memperkosamu, dan akan ku pastikan kau akan kehilangan harga dirimu. Tapi sebaliknya jika kau menerima.. Aku akan membiarkan keluargamu yang tersisa hidup bahagia."

Izaya mengatakannya dengan rasa percaya diri sehingga membuat Arkilah berpikir ia tidak dapat menolaknya.

"Kenapa... Kenapa kau begitu jahat. Kenapa ada orang sejahat dirimu ada di dunia ini. Sepantasnya kau seharusnya ada di ujung neraka, dan..."

Keputusasaan membuat Arkilah tidak dapat lagi berkata-kata, seolah perkataannya tidak lagi mengandung tenaga seperti sebelumnya, karena kondisi yang ia alami sangat mempengaruhi mental lemahnya.

"Seharusnya... Kaulah yang harus sadar diri. Hidup dalam kedamaian di tangan seorang Dewa, sepenuhnya itu hanya akan membutakan emosionalmu yang sesungguhnya tertutupi oleh kedamaian sesaat. Ingatlah ini bukanlah surga artinya kau masih di takdirkan untuk merasakan rasa sakit, penderitaan, kesedihan, dan jangan seolah-olah kau melupakan hal itu karena berlindung di kedamaian yang di buat semata-mata ini, ingatlah hal itu karena sejatinya... Kau tidak mungkin bisa terlepas dari semua emosi, semakin lama kau akan di perlihatkan keadaan yang mengingatkanmu akan emosimu sama seperti saat ini."

"Saya... Sudah tidak lagi dapat menentangmu, lakukan saja semaumu. Dan soal permintaanmu tadi... Apa yang harus kulakukan?"

Pada akhirnya Arkilah pasrah dengan keadaan, ia tidak lagi menunjukan adanya keinginan untuk hidup, hal tersebut terlihat di matanya yang tampak tidak memiliki harapan untuk hidup.

"Akanku katakan, pada hari esok aku ingin kau membuat kekacauan di tengah acara atau lebih tepatnya... Saat Dewi kalian datang mengunjungi rakyatnya atau hal semacam itu. Aku sudah mempersiapkan semuanya, kau hanya perlu melempar bola ini ke arah Dewimu."

Izaya memberikan sebuah box berisi bola di dalamnya kepada Arkilah.

"Tidak, Tidak, kumohon apapun jangan libatkan Dewi Gabriel. Aku tidak dapat melakukannya, aku lebih mati dari pada harus mengkhianati kepercayaanku."

Hanya dengan melihat apa yang di berikan Izaya kepadanya, Arkilah langsung memahami maksud dari tujuan Izaya yang sebenarnya.

"Begitu kah jawabanmu. Kau tidak akan di takdirkan untuk mati, jadi seperti itu ya jawabanmu. Aku tidak akan ragu lagi untuk melakukannya, jadi.. selamat menikmati."

Arkilah benar-benar memperlihatkan ketidak berdayaanya di hadapan Izaya yang secara perlahan menguasai tubuhnya.

"Ma-Maafkan aku... Romeo setidaknya keinginan terakhir ibu terpenuhi, setelah ini carilah kebahagiaan dengan jalanmu sendiri."

Di saat kesadaran Arkilah mulai menghilang, sesuatu secara tiba-tiba menusuk lengan Izaya yang sibuk menikmati momen tersebut.

"Huh? Pisau?"

Dan saat itulah Izaya melihat seorang bocah menangis dengan tekadnya melempar pisau tersebut hingga mengenai lengan Izaya.

"Romeo!! Tidak, Romeo.. Jangan kemari.. Ibu.. Ibu baik-baik saja.. Kau lihat. Jadi... Jadi..."

"SIALANNNN...!!! Apa yang baru saja kau lakukan terhadap ibuku dan ayahku. Kenapa.. Kenapa.. Kau."

Emosi yang di perlihatkannya sangat menunjukan rasa kepeduliannya terhadap orang yang di cintainya.

"Ah aku lupa kau memiliki keluarga."

Izaya tersenyum dengan keadaan yang tidak semestinya.

"Tunggu... Apa yang kau rencanakan!? Izaya! Kau hanya perlu melakukannya kepadaku bukan, jadi... Jangan pedulikan bocah itu."

Melihat Izaya yang tiba-tiba tersenyum membawakan firasat buruk bagi Arkilah.

"Huh? Sejahat-jahatnya diriku, aku tidak sebodoh itu terbawa emosi. Hanya saja... Aku berpikir inilah momen yang aku tunggu-tunggu, dan alasan di balik aku bertindak tanpa menggunakan sihirku, ternyata bisa membuatku menjadi diriku yang dulu. Hey bocah, apakah kau mau menggantikan posisi ibumu dengan melakukan tugasnya? Atau sebaliknya mendengar jeritan yang akan membuat mentalmu kacau untuk bocah sepertimu."

"Tidak, Romeo jangan dengarkan pria ini."

Arkilah berusaha keras untuk menentang pilihan yang di berikan oleh Izaya untuk Romeo.

"Ingat nak, takdir ibumu sekarang ada di tanganmu, dan akan ku pastikan ibumu akan selamat bila kau setuju."

Izaya dengan santai mengatakannya sambil melanjutkan momen yang ia buat sebelumnya.

"Aku... Jika itu demi ibu maka... Aku akan menerimanya."

Romeo menunjukan tatapan keseriusannya serta rasa dendam ia pendam saat melihat Ibunya yaitu Arkilah terpuruk di hadapannya.

"Tidak, kumohon... Itu sama kau menentang Dewi Gabriel Romeooo..!!"

Sekali lagi Izaya menunjukan senyuman yang menutupi hasratnya saat mendengar jawaban yang terdengar manis.

"Baiklah-Baiklah drama ini telah berakhir kah, keputusan yang bijak bocah, untung saja kau memutuskan di waktu yang tepat sebelum aku benar-benar menghamili ibumu. Sekarang... Ambilah box ini."

Izaya melemparkan box tersebut ke arah Romeo dan dengan tekanan mental ia menerimanya.

"Akan kupastikan, ini akan berhasil."

"Ya, aku mengandalkanmu, dan soal ibumu aku akan menjaganya, akan kupastikan dia akan tetap suci selagi kau melakukan tugasmu. Akan kutunggu hari itu tiba, dan di saat itulah... Akan kubuat si Dewi itu bergerak sendiri."

[Castle Void]

Sebuah portal secara langsung muncul dari belakang Arkilah saat Izaya memanggilnya.

"Tidak, hentikan Romeo... Tolong sadarlah..!! Kau akan menerima balasan atas tindakanmu."

Arkilah mencoba membujuk Romeo yang sejujurnya telah membulatkan tekad dengan pilihannya. Sebagai hasilnya apapun yang di ucapkan Arkilah benar-benar tidak akan lagi mempengaruhinya.

"Itu sudah terlambat... Ibu."

Secara paksa portal tersebut menarik Arkilah yang tidak mampu lagi mengatakan apapun selain penyesalannya.

"Berakhir ya, meski ini hanya permainanku, namun aku tidak menyangka penutupan ini cukup dramastis."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!