Eps 2:Kontras

"Begitu ya, sistem dunia tidak mampu menahan batasan dari manusia itu. Sehingga pria itu mendapatkan kekuatannya dari kebocoran sistem atas kekuatannya sendiri. Aku tidak menyangka aku telah membawa sesuatu yang berbahaya di dunia para Dewa. Yah biarlah selama ia menjadi bonekaku aku akan tetap menyayanginya."

***

Dalam perjalanan yang baru ia mulai, Izaya memutuskan untuk mengikuti arah jalan yang terlintas di depannya. Di samping itu ia terus mencoba menciptakan berbagai hal dengan sihirnya mulai dari barang antik hingga sebongkah emas ia ciptakan, sehingga ia meninggalkan berbagai jejak di belakangnya.

"Apa yang di katakan Nona itu bohong soal kekuatanku? Buktinya aku mampu menggunakan kekuatan sihirku sepuasku, bahkan aku tidak merasakan lelah. Dan... Tanpa kusadari aku telah masuk ke daerah musuh ya."

Di daerah tersebut Izaya hanya melihat kehidupan para Goblin yang melakukan aktivitas mereka selayaknya penduduk desa biasa. Namun kedatangan Izaya justru membuat dirinya sendiri bingung dengan tanggapan para warga Goblin yang tidak menentang sama sekali soal kedatangan manusia.

"Melihat para Goblin mengingatkanku soal Game. Dimana mereka sangat agresif terhadap manusia terutama wanita, mungkin aku salah memilih genre waktu itu, yang jelas... Goblin jauh lebih buruk dari tampang mereka."

Izaya bergumam dengan nalurinya yang berambisi untuk segera menghancurkan koloni mereka.

Rasa tertariknya terhadap apa yang ia temukan membuat Izaya ingin memahami kekuatannya sendiri dengan begitu ia mungkin mampu membuat peluang yang lebih besar untuk menghancurkan mereka.

Namun untuk saat ini berjalan mengikuti arah adalah satu-satunya pilihan untuk memahami berbagai hal.

"Oh?"

Langkahan Izaya terhenti ketika ia melihat seorang manusia berada di kawasan para Goblin, terlebih lagi manusia tersebut adalah seorang wanita yang tampak sibuk mengobati mereka. Tanpa pikir panjang Izaya menghampiri wanita tersebut yang berada di salah satu tempat tinggal para warga Goblin.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Izaya langsung bertanya kepada wanita tersebut dan memandanginya cukup serius.

"Eh? Manusia? Bagaimana bisa anda... Mungkinkah anda juga salah satu orang yang di utus Dewi Gabriel untuk menolong warga Goblin?"

"Dewi Gabriel?"

Perkataan wanita tersebut cukup membuat Izaya bertanya-tanya, namun setidaknya ia memahami situasi saat ini hanya dengan mendengar alasannya.

"Anda kelihatannya bingung, jadi bukan ya. Maaf aku belum memperkenalkan nama, aku Riris salah satu pengikut Dewi Gabriel. Apakah anda seorang petualang?"

Wanita yang bernama Riris tersebut berbicara cukup sopan kepada Izaya, sikapnya sangat mencerminkan pakaian yang ia kenakan seperti biarawati.

"Ya aku seorang petualang. Sepertinya kau cukup sibuk mengobati para Goblin."

"Ya seperti itulah, lagi pula ini sudah tugasku. Sepertinya anda orang baru yang datang kemari ya, saya sarankan untuk segera keluar dari kawasan Goblin ini."

"Kau mengatakan hal itu kepadaku seolah kau tidak khawatir dengan dirimu sendiri."

"Ya karena itu adalah tugas saya, kalau begitu apa ada yang bisa kubantu?"

Untuk sesaat Izaya melirik ke arah tubuh wanita tersebut yang benar-benar membentuk tubuh ideal seorang wanita, dan itu cukup membuat Izaya berdebar-debar melihatnya, membuatnya berspekulasi bahwa wanita tersebut berada dekat di umur 40 tahun dengan tinggi yang sama persis yakni 195cm sejajar dengan Izaya.

Hingga suatu ide terlintas di pikiran Izaya.

"Oh ya kelihatannya kau cukup ahlih dalam sihir, jika aku di berikan tawaran.. Kalau bisa aku ingin belajar tentang dasar sihir setidaknya sampai aku memahami konsepnya."

"Belajar tentang sihir ya, itu keputusan yang bagus, seorang petualang baru memang harus bisa melindungi dirinya dengan sihirnya sendiri. Namun aku tidak dapat membantumu untuk hal ini, karena aku hanya belajar tipe sihir penyembuh dan bukan petarung. Tapi anda bisa belajar bersama suamiku."

"Suami? Sebentar... Bukankah seorang biawarati tidak boleh menikah?"

Ketika Izaya mengatakan hal tersebut, ia baru teringat bahwa dunia yang sekarang ia jalani mungkin sangat bertolak belakang dengan kehidupan sebelumnya.

"Ah apa yang anda maksud adalah pakaian yang saya kenakan? Iya itu memang benar, seseorang yang memakai pakaian biawarati sepenuhnya mereka telah menjadi pengikut Dewi Gabriel, namun... Karena saya tidak mampu menahan bisikan iblis. Maka saya telah terjerumus oleh salah satu dosa besar. Untuk menebus dosa tersebut saya memilih untuk menjauhi keberadaan Dewi Gabriel tapi tetap menjalani tugasnya."

"Kau takut di perhitungkan kah."

Sejujurnya Izaya sangat tertarik dengan Dewi yang bernama Gabriel, namun pioritasnya sekarang adalah untuk membuat dirinya menjadi lebih kuat dengan kemenangan yang mutlak.

"Baiklah ini peta yang akan membawamu ke tempat suamiku berada."

Riris memberikan sebuah peta ke tangan Izaya. Dan tampaknya peta tersebut bukan hanya sekedar menunjukan lokasi suaminya berada, namun berbagai daerah lainnya yang berada di luar kawasan Goblin.

"Oh ya satu hal lagi. Aku ingin tau sejak kapan kalian datang ke daerah Goblin ini?"

"Sekitar 8 jam yang lalu. Memang ada apa?"

"Begitu ya itu masih belum terhitung satu hari. Tidak, tidak apa-apa aku hanya heran dengan perkataanmu sebelumnya yang menyuruhku untuk keluar dari kawasan ini. Kalau begitu aku akan pergi, oh ya lain kali jika kita bertemu di waktu yang tepat... Aku ingin sedikit bermain denganmu."

Setelahnya Izaya bergegas pergi meninggalkan Riris dan segeranya ia menuju ke lokasi yang telah ia dapatkan.

***

Lima menit kemudian...

Dalam beberapa jarak meter ke depan dari tempat Izaya pertama kali bertemu dengan Riris, akhirnya Izaya telah sampai ke lokasi yang di tunjukan oleh peta tersebut. Dan ternyata lokasi tersebut sejalan dengan arah Izaya akan pergi. Artinya meski takdir tidak mempertemukan mereka, Izaya pasti akan bertemu dengan suami Riris.

Hal yang pertama kali Izaya pandang sesampainya di sana adalah sebuah pertarungan antara manusia dengan Goblin di area yang terbilang seperti sebuah lapangan terbuka.

Dalam pertarungan mereka yang sengit salah seorang petarung dari pertandingan tersebut melirik Izaya. Yang tidak lain adalah pria yang di sebut-sebut sebagai suami Riris.

"Stopp...!!"

Pria tersebut mengangkat tangannya dan bermaksud untuk menghentikan pertarungan mereka sejenak.

"Kenapa ada manusia? Dan pakaian tanpa atribut itu... Kau seorang pengembara?"

Akhirnya Izaya mendapatkan waktu untuk berbicara dengan orang yang ingin ia temui.

"Yo paman, bisakah kita berbicara sebentar? Aku kemari atas kemauan istrimu."

Pria itu memiliki struktur tubuh yang cukup bagus di usia menjelang tua, selain itu atribut yang ia kenakan terlihat seperti seseorang yang telah terlatih.

"Istriku? Baiklah tunggulah sebentar."

Setelah ia mendengar permintaan Izaya dengan segera pria tersebut menghentikan pertandangin secara penuh. Hingga mereka berdua memiliki waktu untuk mengobrol.

"Mereka semua sudah pergi jadi apa yang ingin kau bicarakan? Oh ya sebelum itu bisakah kau memberikanku bukti bahwa kau telah bertemu dengan istriku?"

"Ya tidak masalah."

Izaya memberikan peta yang sebelumnya Riris berikan kepadanya, dan tanggapan pria tersebut hanya mengamati tanpa mengambilnya.

"Ohh kau benar. Aku mempercayainya, sebelumnya aku berpikir kau adalah penjahat yang mencoba mengancam istriku, karena kau tau sendiri mulai hari ini akulah yang akan mendidik para Goblin untuk menjadi petarung demi diri mereka sendiri. Aku dan istriku akan menjadi panutan mereka karena kita sama-sama bekerja untuk masa depan koloni Goblin. Jadi wajar saja bila aku berpikir akan ada orang yang mencoba menghalangi kita terutama membinasakan para Goblin dengan usut bertemu dengan orang yang membimbing mereka."

Pria tersebut cukup percaya diri dengan yang baru saja ia katakan.

"Ya aku akan langsung ke inti pembicaraan. Aku ingin kita bertarung agar aku paham sendiri bagaimana cara sihir bekerja."

"Boleh-Boleh saja sih, tapi apa kau yakin? Matamu menunjukan keseriusan untuk bertarung melawanku secara penuh."

"Ya, meskipun ada kemungkinan buruk bahwa aku akan mati. Tapi belum tentu aku akan kalah, di kehidupan manapun kemenangan akan selalu ku dapatkan."

"Hahahah...!! Kau pria yang menarik, begini-begini aku juga mantan pahlawan yang bersanding dengan Dewi Gabriel. Aku menerimanya, panggil saja namaku Artanta."

[Sword Of Dawn]

Di saat yang sama seorang pria yang bernama Artanta tersebut memanggil sebuah pedang dari tangannya.

Melihat hal tersebut membuat Izaya memahami bagaimana cara kerja sihir dalam keadaan yang berbeda, seperti contohnya pedang yang baru saja Artanta keluarkan ia tampaknya membutuhkan rapalan sihir seperti penyebutan nama untuk memanggil pedang tersebut.

Apa yang Izaya pikirkan sekarang adalah membandingkan sihir yang selalu ia gunakan untuk menciptakan berbagai hal dengan sihir Artanta yang membutuhkan penyebutan nama, dan jelas Izaya berpikir kedua hal tersebut sangat berbeda.

"Baiklah, aku akan mencoba sedikit bagaimana perbandingan ini."

Izaya mengulurkan tangannya ke depan hingga sebuah pedang besi tercipta di tangannya. Hanya dengan melihatnya sekilas struktur dari kedua pedang tersebut jelas berbeda, yang di miliki Artanta seolah memiliki energi sihir yang besar melapisinya sedangkan Izaya sebaliknya.

"Bagaimana? Apa kau merasakan perbedaan kekuatan kita?"

Justru apa yang Artanta tunjukan membuat Izaya semakin tertarik untuk melihat perbedaan di antara mereka.

"Begitu kah, begitu kahhh... Menarik. Kupikir sebelumnya segala hal yang di ciptakan sihir adalah lewat imajinasi tanpa suatu batasan penggunaannya. Namun ternyata ada juga sihir yang membutuhkan penyebutan nama, dalam bahasa lain mungkin aku menyebutnya Summon. Artinya apa yang sekarang kau pegang adalah benda nyata dan bukan tercipta dari sihir. Benar begitu.... Sensei."

Izaya penuh gairah semangat yang terdapat di setiap perkataannya.

"Rupanya kau cukup jeli, aku tidak menyangka kau akan memahaminya secepat ini. Ya itu benar, ini bukanlah sihir namun cenderung ke pemanggilan, jika di perumpamakan ini seperti kau menyimpan pedang dalam suatu sihir dan secara bersamaan itu bisa di iringi energi sihir. Tapi ada juga sihir murni yang membutuhkan pengucapan."

Ketika Artanta sedang menjelaskan, suatu tindakan di tunjukan oleh Izaya yang dimana ia tiba-tiba menjatuhkan pedangnya.

"Sejujurnya aku tidak membutuhkannya untuk melawanmu, namun sebagai gantinya akan kutunjukan sebuah hiburan."

Pedang yang ia jatuhkan bukanlah sebuah alasan untuk melakukan penyerangan, namun dalam keadaan ini Izaya benar-benar merasa berantisipasi. Kedua tangan Izaya secara langsung menunjukan adanya cahaya yang tampak mengalir seperti energi sihir, hingga sebuah sarung tinju tercipta di kedua tangannya.

"Sarung tinju? Dan itu terlihat terbuat dari besi apa kau yakin memilih metode penyerangan jarak dekat?"

"Ya aku sudah bilang bukan, apa yang akan kulakukan sekarang ini akan sedikit menghiburmu. Terlebih lagi aku melakukan hal ini karena aku juga ingin mengamati bagaimana cara kerja sihir dalam batas tertentu."

Kepercayaan diri Izaya yang ia tunjukan membuat Artanta merasakan keraguan di setiap tindakannya.

"Baiklah, aku akan mulai."

Tanpa pikir panjang Artanta langsung menghunuskan pedangnya ke arah depan Izaya, dan tentu saja Izaya dapat dengan mudah menghindarinya karena itu berada di jarak arah pandangnya.

Ketika Izaya dapat merespon serangan tersebut, ia baru menyadari bahwa pola serangannya bukan hanya tertuju pada satu arah, ya Izaya merasakan adanya suatu terjangan mengarah ke setiap titik vital dalam satu serangan, seolah Artanta mampu melakukan semua itu hanya dalam satu tindakan.

"Begitu ya kau memang mantan pahlawan, aku akui itu."

Lagi-lagi kepercayaan diri Izaya membuat Artanta merasa ragu untuk melanjutkan serangan berikutnya, dan hal tersebut berdampak pada peluang Izaya untuk membalikan keadaan.

Ketika Izaya melihat sebuah celah dalam serangan Artanta dengan segera ia memanfaatkan situasi tersebut untuk membuat satu serangan yang mematikan dalam satu serangan.

"Te-Tekanan apa ini? Gawat... Itu akan mengenaiku, aku bisa merasakan adanya tekanan dahsyat dari pukulan yang akan di lancarkan pria ini."

Artanta bergumam dengan rasa takut dari kehadiran pukulan Izaya, yang terlihat mencoba memanfaat kelemahan dari serangan yang ia ciptakan sendiri.

"Baiklah akankah kau mampu menahan pukulan ini pahlawannn!!"

Pukulan dari arah kanan dengan penuh tekanan Izaya lancarkan tepat mengarah di dada Artanta dan itu mampu mengabaikan serangan pedang miliknya.

"Gawat...!"

Saat semangatnya membara di saat detik-detik menegangkan dimana Izaya mengenai zirah yang menutupi dada Artanta....

"Apa ini?"

Suatu keganjalan terjadi dimana Izaya merasakan adanya keanehan di tubuhnya yang membuat tekanan tersebut berkurang di hadapan Artanta.

Di saat yang sama Artanta memasang raut wajah sinis dan merubah ekspresi rasa takut yang sebelumnya ia rasakan menjadi pandangan yang berbeda.

"Bodoh... Aku tidak akan semudah itu mati di tangan seorang pemula hahaha!. Walau status kita sebagai guru dan murid aku tetap saja tidak mau mati tau!."

*Duarr...!!*

Tanpa di sadari secara langsung ledakan terjadi yang membuat setengah badan Izaya hancur terlubangi, dan itu cukup membuat Izaya terkejut dengan tindakannya.

Darah ada di mana-mana bahkan organ pentingnya telah hancur, Izaya benar-benar telah menerima luka fatal.

Di samping itu Artanta justru terlihat lega dengan apa yang terjadi kepada Izaya, bukan hanya merasa lega ia tampak lebih senang melihatnya.

"Kau mungkin akan bertanya, bagaimana ledakan itu terjadi. Ya ledakan tersebut terjadi tepat di saat kita pertama kali bertemu, lebih tepatnya peta yang kau tunjukan kepadaku adalah sama halnya dengan item sihirku. Aku hanya perlu sedikit mengenai peta tersebut dengan pedang yang aku lancarkan dan hal inilah yang akan terjadi, dan bodohnya kau menyimpannya di sakumu."

Artanta sungguh antusias dalam menjelaskannya ketika keadaan telah berpihak padanya.

"Begitu kah, maka tidak heran kau tidak menyentuh peta tersebut yang mungkin akan meledak karena berinteraksi langsung dengan penggunanya dan ternyata itu adalah kartu AS mu. Aku tidak menyangka pahlawan bisa selicik ini juga ya."

Dalam keadaan yang sangat mengenaskan Izaya masih memiliki kesadaran untuk berbicara dengan Artanta.

"Terserah apa yang kau katakan, bagiku semua yang kita lakukan menyangkut harga diriku. Yah meski sebenarnya tujuan peta tersebut adalah untuk membuat istriku bisa melindungi dirinya sendiri atau saat ia mulai memberontak mungkin aku akan melakukan hal yang sama."

"Begitu ya, inikah sifat aslimu? Apa yang terjadi bila aku memberitahu istrimu?"

"Terserah, selagi dia mengikuti perintahku aku yakin dia akan selalu berpihak kepadaku. Baiklah aku pergi semoga Dewa memberkatimu."

[REGENERATION]

Suatu ucapan terdengar di telinga Artanta yang membuatnya berhenti melangkah di saat ia baru berkeinginan untuk pergi.

"Hoi kau ingin pergi begitu saja tanpa menerima penyesalanmu ha?"

"Ti-Tidak mungkin."

Artanta di buat terkejut oleh tindakan Izaya yang tidak pernah terpikirkan olehnya, dimana Izaya yang sebelumnya menerima luka fatal hanya butuh beberapa momen Izaya bangkit dengan tubuh prima tanpa sedikit pun luka yang terlihat, itu seolah ia memiliki regenerasi super cepat.

"Kau telah membuatku kecewa, kupikir aku akan mendapatkan hiburan yang sedikit menyenangkan. Namun rupanya kau memulai kelicikanmu terlebih dahulu, maka dari itu akan kubuat kau menyesalinya."

Izaya secara perlahan mengarahkan tangan kanannya ke arah Artanta dan menunjukan rasa percaya dirinya.

"A-Apa yang kau mau?"

Artanta di buat bingung oleh tindakan Izaya.

"Sampai jumpa."

Suara jentikan jari terdengar.

*Blarrr*

Percikan darah keluar dari kaki Artanta tanpa merasakan sakit ia menyadari bahwa kedua kakinya dan lengannya telah menghilang dan secara reflek ia terjatuh terbaring.

"Si-Sialan kau... Bagaimana kau mampu menggunakan regenerasi!? Itu membutuhkan banyak energi yang akan membuatmu mencapai batasmu."

"Batas? Aku masih belum merasakan batasan itu. Asal kau tau pahlawan gadungan, selama kita bertarung aku memahami banyak hal terutama soal perbedaan sihir pengucapan dan yang tidak. Pada dasarnya itu sama namun sihir pengucapan cenderung dayanya lebih besar dan membutuhkan energi banyak. Seperti contohnya regenerasi tersebut membutuhkan banyak daya hingga perlu suatu pengucapan untuk mencapai tingkat tertentu. Sudahlah akhir hayatmu telah di tentukan dan jangan pikir ini telah berakhir."

Secara Tiba-Tiba sebuah kehadiran datang di balik bayangan Izaya.

"Ti-Tidak mungkin... Ririssss...!!!"

Sosok Riris dengan tubuh yang terikat rantai hadir di depan Artanta yang dalam keadaan terpuruk.

"Ahh.. Istrimu bilang ia berpaling kepadaku bukankah begitu... Sayang?"

Izaya mengatakannya dengan lentang dan membuat perasaan Artanta benar-benar tercambuk-cambuk.

"Apakah itu benar?.. Ririsss..!!"

Kenyataan yang berada di depannya membuat Artanta kehilangan harapannya, meski ia masih belum mendengarkan jawabannya hanya dengan melihat reaksi Riris yang hanya terdiam Itu sudah menyakiti perasaannya.

"Itu benar, aku telah mengandung anak Tuan Izaya. Selama ini aku merasa jijik dengan perlakuanmu sayang, aku sudah tidak tahan lagi, seorang ksatria yang hidup dalam ketakutan tidak akan pernah bisa selalu melindungiku. Tidak sepatutnya kita melanjutkan hubungan kita."

Risis tersenyum tipis dengan senang ia tunjukan kepada Artanta yang hanya mampu melihat mereka bercinta tanpa bisa melawan balik melihat dari bagaimana kondisi yang di terimanya.

"Jika kau masih meragukannya, aku bisa menunjukannya, jadi pasang baik-baik pandanganmu jangan kau palingkan."

Tanpa keraguan Izaya langsung memeluk Riris dengan erat dan menjilati lehernya, di samping itu tangan lainnya menarik pakaiannya lalu merobeknya secara halus serta membuat raut wajah yang penuh hasrat n4fsu di depan Artanta.

"Tidak...Tidakk...!! Kumohon hentikan kalian berdua. Jangan... Jangan...!!"

Sebuah suasana penuh romansa pun dimulai, dimana Izaya mencium bibir Riris dengan penuh rasa cinta hingga secara bertahap menjadi mulut ke mulut seperti lidah mereka saling bermain.

"Eeemmmm..."

Suara kecil dari Riris terdengar, saat ini ia dalam keadaan yang tidak dapat menentang tindakan Izaya namun ia sendiri justru terlihat menikmatinya dan momen ini masih belum berakhir, tangan Izaya terlihat masih belum berhenti untuk terus merobek pakaian Riris sampai ia menelanjanginya.

"HENTIKANNNNNNNN....!!"

Kemarahan Artanta memuncak membuatnya menggunakan seluruh energi sihir hingga melampaui batas, itu dapat mereka rasakan seperti bumi berguncang sangking kuatnya.

"Lihatlah kami, bukankah ini penuh gairah romansa? Oh ya ngomong-ngomong aku ingin memiliki anak dengan Riris sebanyak 10 anak, aku ingin tau bagaimana tanggapanmu... Pahlawan."

Izaya benar-benar memerankan jati dirinya kesan tersebut sangat berdampak pada Artanta yang tidak sanggup lagi melihat mereka bermesraan.

"Aku... Aku.... KUBUN-"

Perkataan Artanta terhenti ketika ia telah melampaui batasan energi yang di keluarkan hingga berdampak pada dirinya sendiri, itu seperti sebuah wadah yang berisikan kekuatan namun kekuatan tersebut mencoba melewati batas yang sanggup di terima, hingga berakhir menghancurkan dirinya sendiri.

"Aku menyukai momen ini. Lebih baik segeranya kau pergilah ke surga... Pahlawan."

Untuk sekali lagi Izaya mengarahkan tangan kanannya ke arah Artanta yang perlahan menjadi abu karena terbakar oleh energi sihirnya sendiri. Sebelum itu terjadi Izaya menciptakan sebuah momen dimana ia membersihkan semua kekacauan hanya dalam satu genggaman, hingga semuanya berakhir.

"Apa ini sudah cukup... Riris?"

Riris perlahan melepaskan pelukan dari Izaya dan mencoba untuk menutupi tubuhnya kembali.

"Iya itu sudah cukup. Terima kasih Tuan Izaya."

Riris menunjukan senyuman bahagia kepada Izaya.

"Meski begitu, aku tidak menyangka kau berani bertindak sejauh ini. Kau seperti iblis saja... Riris."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!