Eps 15:Dentuman

Puluhan menit berlalu sejak Izaya terhempas jauh dari pandangan Dewi Gabriel dan sekarang ia telah berada lumayan dekat dengan lawannya.

"Oh ya, bisakah sejenak kita berbincang sebentar? Sembari aku berjalan ke arahmu, ini penting bagiku."

Izaya berjalan normal menghampiri Dewi Gabriel di selingi senyuman yang tak pernah tertinggal sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"..... Terserah asal kau tidak mencoba mengulur waktu lebih lama, atau mencoba melarikan diri."

Dewi Gabriel sedikit lebih tenang saat mengatakannya namun tetap menyimpan kewaspadaan.

"Bagus aku menyukai sifatmu, kupikir kau tidak bisa lebih tenang dari ini, kalau begitu aku akan bertanya. Apakah kekuatan utamamu adalah kutukan? Maksudku sihir yang semestinya kau andalkan."

Ketika Izaya memberikan pertanyaan kepada Dewi Gabriel ia sendiri tidak menyangka pertanyaan tersebut di luar dugaan.

"Kutukan? Itu bukanlah gaya seranganku malah aku membencinya, namun bila kau membicarakan kutukan aku memiliki kesempatan menggunakannya, bisa di katakan itu adalah pemberian dari seseorang jadi pada dasarnya ... Aku tidak menyukainya. Apa yang coba ingin kau bahas?"

Dewi Gabriel menatap sinis Izaya karena pertanyaan yang cenderung aneh dan membingungkan di tengah pertarungan mereka.

"Begitu ya, berarti ada kemungkinan bahwa itu berpengaruh sangat kuat karena di luar kekuatanmu, baiklah aku akan menyimpan pertanyaan terakhir saat setelah aku mendapatkan dirimu. Sebelum itu ... Sebagai tanda permintaan maaf karena telah mengulur waktu aku akan membiarkanmu menyerangku sepuas yang kau mau tanpa perlu mengkhawatirkan serangan balik dariku."

Memahami kondisi yang di sebabkannya Izaya menawarkan permintaan untuk Dewi Gabriel agar tidak terjadi kesalah pahaman.

Spontan Dewi Gabriel menegakan alisnya ketika mendengar tawaran tersebut.

"Jangan bercanda! Kau terlalu naif dengan rasa kepercayaan dirimu, seolah kau sungguh mampu membunuhku, apakah kau mencoba memberiku rasa takut sekali lagi!?."

Menerima tawaran yang terkesan merendahkan dari lawan sama saja dengan hinaan, itulah yang Dewi Gabriel pikirkan ketika Izaya salah dalam mengambil kata pengucapan.

"Tidak ada alasan aku mengkasiani lawanku bila diri mereka kuanggap kuat. Ini hanyalah sekedar prinsipku tapi jika kau bersih keras menolaknya ... Kau akan menyesalinya di setiap waktu manapun."

Secara naluri Izaya telah menduga penolakan akan terjadi namun setidaknya alur pertarungan mereka kembali ke jalan yang seharusnya.

"Begitu ya, perasaan emosionalku kembali lagi, ternyata benar ... Aku tidak bisa kembali ke diriku yang dulu yang hanya menikmati perang. Seolah diriku sekarang berisikan penyesalan."

Dewi Gabriel bergumam memandangi tangannya sendiri dengan sorotan mata memperlihatkan sedikit perasaan menyesal.

Di samping itu tanpa di duga Izaya menghentikan langkahannya untuk lebih dekat dengan Dewi Gabriel.

"Apa? Dia berhenti?."

Menyadari tindakan yang menggugah kewaspadaan menjadi perhatian serius bagi Dewi Gabriel.

Tidak ada yang tau kapan serangan akan terjadi dan kemungkinan perilaku yang di tunjukan Izaya adalah salah satu tandanya.

"Gawat ... Aku memiliki firasat buruk tentang hal ini."

Ketenangan yang di hasilkan Izaya membawa pesan buruk di benak Dewi Gabriel.

"Dewi ... "

Suatu ucapan terdengar dari mulut Izaya.

"Huh?"

Dewi Gabriel spontan merasa tersentak saat menyadari adanya jawaban dari Izaya, namun tetap saja walau dalam keadaan apapun senyuman iblis itu tidak pernah ia lewatkan.

"Kali ini aku ingin kau menanggapi pertarungan kita serius, bagaimana pun juga kau masih menyimpan banyak hal yang tidak ku ketahui, maka dari itu ... Biarkan aku yang memulainya."

Setelahnya tanpa sebab Izaya mengangkat salah satu kakinya, tentu itu menjadi pusat perhatian penting yang tidak boleh di lewatkan Dewi Gabriel.

"Perasaan ini ... Perasaan yang sama saat dia mencoba mengecohku, namun aku tidak berharap akan terjadi untuk kedua kalinya!."

*Sringg..*

Dengan cepat dan sergap tanpa berpikir panjang Dewi Gabriel bergerak lebih dahulu, ia berpindah tempat ke hadapan Izaya hanya dalam kurung waktu tiga detik.

"Apa?"

Akan tetapi ketika kepalan tangan baru saja terbentuk secara mendadak Izaya baru memulai pergerakannya dimana ia berlari ke arah samping kiri menuju ke rumah-rumah warga dengan begitu cepatnya.

Dan itu menjadi sebuah kesalahan besar yang tidak dapat di prediksi oleh Dewi Gabriel.

*Blarrr...!*

Pukulan yang bermaksud di arahkan untuk Izaya berbalik menghantam ke tanah.

"Rupanya begitu kau memilih pertarungan jarak jauh ya, baiklah jika itu maumu akan ku ladeni."

*Srwoshh..!!*

Dewi Gabriel menggepakan sayapnya lalu mengudara di langit-langit awan dan berhenti di titik strategis yang memungkinkan ia dapat menghancurkan seluruh fondasi kerajaan.

"Keputusan yang salah jika kau mengajaku bertarung antar sihir, percuma saja bila kau bersembunyi di antara bangunan-bangunan itu yang kini akan menjadi kuburanmu!."

Dewi Gabriel dengan kondisi terbang mengangkat tangan kanannya dan memulai merapalkan sihir.

[METEORA]

Awan serta cuaca secara tiba menjadi gelap lalu di hadiri sebuah meteor dengan skala besar di balik bayangan.

Itu mulai bergerak jatuh sejalan dengan gerakan tangan Dewi Gabriel yang memandunya.

Di amati dari bayangan yang di miliki meteor tersebut tampak tidak menyisakan ruang untuk melarikan diri bila telah berada di dalam lingkupnya.

Begitu besarnya hingga di perkirakan hampir mustahil bagi Izaya memiliki waktu untuk menghindarinya, dan walau ia menggunakan sihirnya untuk berpindah, tindakan tersebut sama sekali tidak merugikan Dewi Gabriel yang sejak awal berniat memancing Izaya agar keluar menemuinya.

Namun selang beberapa saat sebelum Dewi Gabriel melepaskan serangannya, ia di hantui perasaan ragu ketika memperhatikan kondisi kerajaan yang di landau kekacauan sehingga mengharuskannya berpikir dua kali.

"Kenapa ... Aku merasa ragu? Ini sama sekali bukanlah diriku. Aku tidak boleh lalai dengan yang sudah terjadi, tapi ... Apa benar ini keputusan yang tepat? ... Semenjak aku kehilangan Zelth ... Kupikir diriku tidak lagi seperti dulu yang ku anggap Dewa tanpa rasa takut. Mungkin ini pengaruh dari setiap perjalanan hidupku melewati berbagai waktu yang akhirnya membentuk sebuah individual baru. Jika itu memang benar maka ... Aku harus membuktikannya..!!"

*Bloomm..!!*

Mengabaikan semua perasaan tersebut Dewi Gabriel dengan keberanian melepaskan meteor yang terkontrol di genggamannya, secara konsisten mulai tak terkendali karena tidak terikat lagi dengan penggunanya.

Keberadaan meteor tersebut memberikan tekanan yang sangat kuat di bawahnya terlebih lagi itu mengarah ke bangunan-bangunan yang semakin memporak poranda kerajaan.

"Hey apakah kau serius melancarkan serangan tersebut ke satu-satunya orang yang tersisa di kerajaanmu!?"

"Huh?"

Di tengah proses jatuhnya meteor terdengar suara Izaya yang menggeming di telinga Dewi Gabriel.

Meski ia tidak tau dimana keberadaannya sekarang namun memahami apa yang baru saja Izaya katakan, membuat Dewi Gabriel ingin memastikannya kembali, dari ketinggian ia mengamati secara detail yang tertinggal di reruntuhan tersebut.

"Apa!?"

Hatinya tergerak saat menyaksikan salah satu pengikutnya masih tertinggal di puih-puih reruntuhan dan itu berada tepat di jangkauan lingkup meteor yang terus bergerak jatuh.

"Gawat ..."

Tanpa berpikir panjang nalurinya memanggil untuk segera menolongnya.

*Swoshh..*

Dewi Gabriel melesat dengan cepat menghampiri mereka yang terdiri dari seorang wanita dan anak kecil sebelum jarak meteor tidak memungkinkannya lagi.

Begitu cepatnya hingga Dewi Gabriel hanya perlu memakan waktu 5 detik untuk melampaui gaya gravitasi dari meteor tersebut.

"Kalian ... Larilah dari sini aku akan memberkati kalian agar terlindungi di setiap perjalanan kalian."

Dewi Gabriel dengan sedikit tergesah mengulurkan tangan kanannya kepada mereka, lalu sebuah cahaya berwarna hijau terbentuk di tangan tersebut, secara individual cahaya itu bergerak sendiri dan mulai mengiringi tubuh mereka berdua.

"Syukurlah ... Sepertinya aku sedikit gegabah. Sekarang aku akan menghancurkannya kembali."

Sekali lagi Dewi Gabriel mengarahkan tangan kanannya namun kali ini ia menempatkannya berada ke arah meteor yang semakin mendekatinya.

Tanpa perlu bergerak lebih jauh Dewi Gabriel hanya perlu membuka selebar mungkin telapak tangan kanannya lalu dengan cepat menutupnya kembali dan ....

*DOOOMM..!!*

Hancur meniadakannya langsung hanya dalam waktu sekejap.

*Huft*"Rupanya benar, ini diriku yang-"

*Singgggg..!!*

Perkataan Dewi Gabriel tersendat saat menyadari arah datangnya lancaran serangan jauh dari sisi kanan.

Ia merasakan bahwa itu memiliki kecepatan yang melebihi sambaran petir berkontradiksi dengan bentuknya.

"Apa begini rencanamu?"

*Blam!*

Dalam waktu kurang dari 3 detik Bermodalkan insting sekaligus naluri, Dewi Gabriel mampu menghadang terjangan tersebut ia hanya perlu menggunakan salah satu tangan untuk mengambil tindakan dimana itu akan berakhir di genggaman tangannya, terlebih lagi ia melakukannya dengan sangat lembut.

"Ini ... Sebuah pedang?"

Namun bukan berarti Dewi Gabriel sama sekali tidak menerima luka jika memikirkan betapa cepat lajunya serangan tersebut yang menggores tangannya.

"He?"

*Zhap!*

Dewi Gabriel mengira pedang yang telah berada di genggamannya tersebut hanyalah sebatas lontaran senjata biasa, tetapi suatu peralihan sesingkat mungkin terjadi dimana secara magis pedang seukuran tangan tersebut telah bertransformasi menjadi sebuah tombak sehingga memungkinkan itu memiliki jarak lebih untuk menusuk lawan.

"A-Apa? ... Hmmpp ... *Huakk*."

Momen singkat tersebut memberikan perasaan yang mengejutkan bagi Dewi Gabriel, karena bagaimana pun tombak itu memiliki ukuran yang sangat tidak normal, terlihat dari ujungnya setimpal dengan jarak dada hingga perut akibatnya ia memperoleh luka fatal di bagian tertentu, namun beruntungnya jantungnya masih tetap utuh lantaran hanya mengenai sedikit goresan.

Sayangnya keadaan tersebut masih tidak layak bila di sebut baik-baik saja, sebab di sisi lain dari semua itu tubuh Dewi Gabriel tetap menolak berhenti untuk terus memuntahkan darah seiring dengan luka fatal yang ia terima dalam jumlah besar.

"Ga .. Wat. Sejak aku menerima pukulan pertama penyakitku kambuh lagi, setiap serangannya benar-benar memaksaku untuk mengeluarkan darah."

Tak kunjung berhenti darah terus membanjiri tubuhnya, tetapi bukan berarti tidak ada perlawanan untuk menghentikan siksaan tersebut, Dewi Gabriel dalam keadaan yang di alaminya berusaha mencabut kembali tombak yang tertancap di dadanya.

"Hey Hey ... Aku masih belum selesai dengan aksiku ... Sebelum keabadian itu menetralisir tubuhmu."

"He?"

Tak dapat di tangkap dengan seluruh indra maupun naluri keberadaan Izaya yang sebelumnya tidak dapat di ketahui kini mencengangkan Dewi Gabriel dari sisi belakang sayapnya.

"(Tidak mungkin! Semua indraku aktif dan aku tetap tidak menyadarinya?! Bahkan Zelth yang terbilang memiliki potensi melebihiku dalam hal kecepatan aku masih bisa mengatasinya. Dia ... Siapa sebenarnya ... Pria ini.)"

Sepantasnya Dewi Gabriel memperlihatkan tatapan ketidak percayaan bercampur perasaan tercegang merasakan kehadiran Izaya menekan dirinya di waktu yang dekat.

"Sayonara ... "

Izaya hadir bersamaan dengan kaki yang telah membidik tulang rusuk Dewi Gabriel, tak sempat ia menyadari datangnya serangan milik Izaya membuat peluang keberhasilan semakin sempurna.

*Blarrrr....!!!*

Pada akhirnya itu berakhir tepat sasaran yang memberikan tekanan langsung terhadap lawan, dimana Dewi Gabriel tidak memiliki kesempatan untuk mengantisipasinya, hasil mengejutkannya ia secara spontan terhempas jauh dari hadapan Izaya tanpa di beri sedikit jeda waktu.

Begitu cepatnya hingga mengabaikan semua struktur yang menghalanginya seolah saat ini ia di gambarkan bergerak layaknya partikel cahaya menembus setiap objek.

Dari penjelasan tersebut dapat di pastikan Dewi Gabriel menerima hantaman yang sangat kuat begitu kuatnya hingga berlangsung sekian detik karena gaya kecepatan yang di pengaruhinya juga menimbulkan dampak yang luar biasa.

Mustahil di ikuti oleh mata telanjang bahwa itu terjadi sekilas kedipan mata, fakta yang dapat di peroleh adalah terciptanya kerusakan di sekeliling yang menjadi jejak atas kejadian tersebut. Di samping itu terdapat kesimpulan lain yang menjadi salah satu bukti absolut keberhasilan Izaya, yaitu ketika ia memikirkan seberapa jauh Dewi Gabriel terlempar dengan memperhitungkan kekacauan yang berakhir di luar kerajaan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!