Eps 10:Tamu Tak Di Undang

"Apa yang... Anda katakan?"

Di saat semua orang merasa panik sebuah pernyataan di lontarkan Dewi Gabriel membuat momen tersebut terasa seperti mengalami jeda waktu.

"Dia adalah salah satu pengikutku meski aku tidak pernah berinteraksi dengan dia, namun aku bisa mengenalinya. Tapi.. Apa yang membuatnya membuang jati diri manusia dan mendapatkan sosok aneh tersebut."

Beberapa detik kemudian Dewi Gabriel menyadari sesuatu tentang bagaimana memastikan firasatnya tersebut.

"Kalian... Bunuhlah bocah itu!"

Kali ini Dewi Gabriel menunjukan ekspresi keseriusannya terhadap mereka para pelayan sebagai bentuk keinginannya, seolah hanya dalam satu perubahan dapat mengubah prinsipnya.

Tentu keputusan mendadak tersebut memberikan jarak waktu terhadap langkahan yang telah di tempuh dalang dari semua penyebab kekacauan ini, dimana keberadaannya sekarang berada jauh dengan jarak pandang mereka.

"Maaf pria kecil... Ada hak yang dapat kau lakukan dan akan selalu ada akibat di setiap pilihanmu. Sebelum kau meminta maaf atas dosamu tidak akan kubiarkan kau lebih jauh dari padangan kami."

[LIGHTNING FLASH]

Tercipta arus listrik begitu kuat dalam satu titik di ujung telunjuk Zelth.

Sebelum Zelth bertindak, mereka para pelayan yang tersisa bergerak lebih dahulu untuk menjadi yang pertama menghakimi bocah tersebut.

Meski pandangan mata tidak dapat lagi memperlihatkan kehadiran dari mereka, walau begitu rasa akan perbedaan status sangat mempengaruhi mental bocah tersebut, karena ia telah menyadari kenyataanya, mau tidak mau satu-satunya jalan agar dapat menghindari keadaan saat ini adalah dengan terus berlari yang mungkin hanya akan mengulur waktu.

"Sial.. Sial... Persetan dengan mereka.. Aku hanya ingin ibuku bahagia di tangan yang tepat."

Gumamnya dengan menahan rasa kesalnya terhadap dirinya sendiri sembari ia terus melangkahkan kakinya.

Sejak awal perbedaan status otoritas telah menentukan nasibnya bagaimana pun juga takdir antara hidup dan mati ada pada mereka.

*Vringgg...!!*

Kurang dari waktu yang di harapkan oleh bocah tersebut, tanpa perlu mengulur waktu lebih lama lagi mereka para pelayan Dewi Gabriel terkecuali Zelth menelah berada satu langkah lebih dekat dengan target mereka.

Namun ketika mereka di hadapkan langsung dengan keberadaan bocah tersebut, untuk suatu alasan dalam setiap diri mereka membuatnya merasa kurang yakin terhadap pilihan yang mereka lakukan.

"Begitu ya mereka tampak ragu, ya sejujurnya aku juga tidak ingin melakukannya tapi... Aku sangat tidak terima atas perlakuannya kepada Dewiku."

Di tengah beberapa dari mereka yang merasa ragu, sebaliknya Zelth membuang perasaan belas kasihan dan semakin menyakinkan dirinya sendiri untuk segera melepaskan sihir yang masih ia tahan.

"Ibu.. Siapapun... Aku sudah tidak sanggup lagi berlari, dan lagi pula kenapa aku berlari?.. Sial..."

Bocah tersebut semakin menunjukan rasa lelahnya, keringat meluap bercampur sedikit air mata yang perlahan membuatnya sadar dengan posisinya untuk segera menyerah, semua kondisi ia rasakan dari detak jantung yang berusaha menjaga kesadarannya, kaki yang mulai bergemetar demi menjaga keseimbangan tubuhnya, semua hal itu memperkuat keinginan untuk menyerahkan diri kepada takdir.

"Sayonara--"

*Blarrrr...!*

Momen yang seharusnya menjadi akhir dari bocah tersebut di patahkan oleh suatu situasi yang mendadak muncul saat Zelth hampir melepaskan sihirnya.

Beberapa saat Zelth tidak dapat mengamati apa yang sedang terjadi di sana, karena dampak dari kehadiran yang mengejutkan tersebut menghasilkan kekacauan di sekitar hingga menutupi pandangan matanya.

"Apa yang... Baru saja terjadi?"

Satu hal yang dapat Zelth pastikan setelah beberapa saat menunggu, yaitu terlihat penampakan suatu sosok kehadiran yang sedang berdiri di dekat bocah tersebut yang seolah bermaksud untuk melindunginya.

Lalu hal kedua yang Zelth temukan adalah...

"Huh? Tidak mungkin."

Ia melihat semua rekannya di libas habis dalam satu pertemuan, namun anehnya mereka semua masih menyisakan nyawa tanpa menerima luka yang fatal, di luar kejadian yang menimpa mereka tampaknya momen tersebut sedikit memberikan rasa takut kepada mereka.

Dan hal terakhir yang Zelth perhatikan adalah... Keberadaan tersebut nyatanya berasal dari sosok yang sebelumnya memberikan luka terhadap Dewi Gabriel.

"Begitu ya."

Setelah memperhatikan semua yang telah terjadi, akhirnya Dewi Gabriel mulai bangkit dari luka yang ia terima sebelumnya.

"Untung saja firasatku benar, bila hal buruk terjadi kepada pria kecil tersebut, sejujurnya aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Yah dengan begini aku bisa memastikan kepribadiannya yang sekarang. Aku tidak tau bagaiman dia bisa menjadi sosok seperti ini, tapi kenyataannya... Dia masih memiliki perasaan sebagai manusia, mungkin itu yang membuat perkiraanku benar."

"A-Apa yang anda coba katakan?"

Secara tidak sengaja Zelth mendengar tanggapan Dewi Gabriel yang terdengar santai setelah semua pengorbanan para pelayannya.

"Artinya... Sebagaian besar dirinya bukanlah manusia lagi. Lalu aku menyadari bahwa bocah itu memiliki hubungan darah dengan sosok yang kuanggap pengikutku yaitu Arkilah. Jadi aku mulai berpikir untuk memerintah kalian melakukan tindakan yang kubenci hanya untuk melihat momen ini, sebagai bukti apakah firasat dan keputusanku benar."

Dewi Gabriel memasang wajah senangnya terhadap hasil yang di dapatkan.

"Anda ternyata bisa sedikit ceroboh dan nekat."

Sedangkan dalam pandangan Zelth baginya perintah tersebut berkesan gegabah.

"Kau benar, maaf. Tapi tentunya aku sendiri juga memahami akan konsekuensinya terutama apa yang sedang terjadi sekarang."

Kalimat terakhir dari ucapan Dewi Gabriel adalah perasaan yang saat ini ia benci.

"Saya juga tidak tahu kenapa dia tidak berkeinginan membunuh, tapi bila tujuan dia hanya untuk melindungi bocah itu sebaliknya hal tersebut justru membawa pendapat yang menyimpang setelah memberikan anda luka tanpa sebab."

"Itu sudah jelas bukan?"

"Huh?"

Hanya sedikit berkomentar Zelth langsung di berikan jawaban yang membingungkan oleh Dewi Gabriel.

"Semua ini... Semua yang terjadi menimpa kalian termasuk diriku... Adalah rencana dari seseorang. Semua ini sudah di atur sedemikian rupa agar membuatku bergerak sendiri dari hasil yang di terima, ya seperti yang di alami arkilah saat ini. Sungguh menyedihkan."

Sepantasnya Dewi Gabriel memendam amarah sejak semua yang telah terjadi dengan berpura-pura memasang raut wajah yang seolah dapat ia lalui tanpa terus mengalami hal-hal buruk. Karena untuk alasan pribadi ia tidak ingin menunjukan sisi lain dari kepribadian sekaligus status yang dimilikinya.

Namun untuk kali ini kesabarannya sedang di permainkan, kebohongan untuk menutupi perasaannya sendiri benar-benar tidak sanggup menangani seseorang yang menyebabkan orang sekitarnya menderita.

"Jadi... Inikah yang membuatku khawatir?"

Bagi Dewi Gabriel sendiri, kehilangan salah satu pengikut setianya sangat membuatnya kecewa serta di kedua sisi membawakan rasa bersalah atas ketidakmampuan dirinya sendiri.

Merasa muak dengan semua yang terjadi dan sejenak memikirkan keadaan anak-anaknya, sekali lagi Dewi Gabriel melihat ke depan dengan pandangan yang berbeda.

"Ahh.. Sepertinya cara terbaik memperbaiki semua yang telah terlanjur... Adalah dengan kekuatan. Sialan kau... Dalang dari semua ini, kau membuatku sedikit terbawa suasana."

Menyadari betapa kesalnya dirinya sendiri setelah semua yang terjadi hingga saat ini, menimbulkan perasaan untuk menarik kembali jati dirinya sebagai Dewa di masa lalu.

"Dewi...."

Tidak biasanya Zelth melihat Dewi Gabriel bisa sampai menunjukan emosional yang selalu tertutupi oleh topengnya. Namun meski dalam keadaan kurang menyenangkan topeng yang selalu membuang perasaan kebencian dan hanya menyisakan senyuman palsu menjadi alasan ia merasa antusias serta rasa senang di berbagai keadaan.

"Yah, akhirnya kau menunjukan kulitmu yang sebenarnya!"

Suara asing terdengar menggema dari sekian banyaknya orang-orang di sekitar. Namun, terdapat penyampaian berbeda atas hadirnya suara tersebut yang seolah mengkhususkan hanya untuk seseorang.

Secara logika terciptanya suara bergema dapat terjadi bila berada di jangkauan luas dari lingkup keberadaanya sendiri, dan hal tersebut membuat semua orang yang berada di sana sibuk mencari jejak dari mana asal suara tersebut berasal dengan kebingungan mereka, tapi sebaliknya Dewi Gabriel memperhatikan ke arah yang berbeda dan lebih mengandalkan instingnya.

"Eh?"

Zelth di bingungkan dengan perhatian Dewi Gabriel serta ekspresi wajahnya yang menampakan senyuman lebar dalam satu pandangan mata.

Melihatnya yang tampak antusias dengan tatapan tertuju pada suatu tempat, membuat Zelth merasa harus mengikuti sorot pandangan matanya.

Dari sekian jajaran rumah dan berbagai tempat lainnya, salah satu di antara lain terdapat bangunan yang berbeda dengan adanya perbedaan struktur menjulang tinggi menjadi suatu perhatian sekaligus satu-satunya alasan yang dapat menghantarkan gema.

"Tempat itu... Menara jam?"

Begitu tingginya menara tersebut mengakibatkan Zelth sedikit sulit untuk memastikan apa yang terdapat di sana dengan bermodalkan penglihatan manusianya. Namun, Zelth mampu merasakan keberadaan seseorang sedang berdiri melihat ke arah Dewi Gabriel.

"Ahh.. Seperti yang di katakan wanita itu, rupanya kau memang anggun... Dewi Gabriel."

Setelahnya, angin membawa pergi apa yang menjadi alasan orang-orang tidak dapat menyaksikan suara tersebut yang pada akhirnya membuka kedok indentitas pelaku dari rangkaian peristiwa selama ini.

"Dia..."

Hanya sekedar menatapnya, Zelth merasa harus kabur dari pandangannya, entah apa yang membuatnya merasakan hal tersebut padahal ia sendiri menyadari bahwa sosok itu telah ia temui beberapa hari yang lalu, meski sebagian ingatannya tidak dapat mengingat lebih jauh soal pertemuan mereka berdua.

"Begitu ya, senyumanmu itu... Membuatku sedikit bersalah... Dewi Gabriel. Jadi tolong jangan perlihatkan... Rasa bencimu!"

Suasana menjadi serius ketika mereka berdua menunjukan rasa kepercayaan diri mereka dalam jarak yang cukup jauh. Seolah situasi tersebut menggambarkan pertentangan di antara mereka.

"Beritahu aku namamu..."

Bagaimana pun juga Dewi Gabriel tidak akan membiarkan hal-hal buruk yang menimpa kerajaannya terus berlanjut.

Merasakan keberanian di hati Dewi Gabriel membuat sosok tersebut turut tersanjung untuk memperkenalkan dirinya juga, yang tidak lain adalah...

"Izaya, itu saja."

Izaya menampilkan dirinya di atas menara tersebut dengan pakaian sederhana yang terlihat tertutupi oleh sebuah jubah hitam, lalu untuk sejenak ia mengabaikan perhatian Dewi Gabriel dan menoleh ke arah Arkilah.

"Peranmu sudah selesai Arkilah, perasaanmu dengan anak itu masih ada bukan? Bawalah anak itu pergi bersamamu, untuk saat ini... Aku tidak membutuhkanmu, tapi nantinya... Kau harus memainkan peranmu kembali. Kau mengerti Valkyrie Kecilku?"

Perkataan manis Izaya sampaikan hanya untuk Arkilah seorang, walau mata tertutupi oleh sebuah helmet namun gerakan bibir menunjukan adanya rasa senang setelah mendengar perintah yang tidak mengandung kebencian.

Dengan segera Arkilah memegangi tangan bocah tersebut dan secara langsung tercipta sebuah portal di dekatnya yang berasal dari Izaya, lalu segeranya mereka berjalan pergi bersama meninggalkan jejak semua peristiwa.

"Ah sepertinya aku kurang sopan mengalihkan perhatianmu... Dewi Gabriel. Nah sekarang, bagaimana tanggapanmu tentang ucapan salamku termasuk apa yang telah terjadi dengan salah satu pengikutmu. Jangan berpura-pura bodoh dengan perasaanmu sendiri."

Cara Izaya dalam mengintimidasi sangat mencerminkan kepribadian dirinya, namun kali ini lawan bicaranya sangat percaya akan kemampuannya sendiri, begitu santai menangani situasi sampai-sampai menonjolkan sifat sebenarnya yang seharusnya di miliki seorang Dewa.

"Tidak ada jawaban? Begitu ya, di lihat dari ekspresi senyum palsumu sepertinya kau sedikit terbawa perkataanku. Aku tau persis seperti apa dirimu berkat pengalamanku, yah orang bijaksana akan selalu berpikir positif dengan keadaan apapun, namun di antara itu terdapat satu kelemahan yang membuat mereka sangat kecewa oleh diri mereka sendiri yaitu.... Rasa kehilangan."

Kalimat terakhir yang di ucapkan Izaya menghasilkan gemuruh kebencian bagi Dewi Gabriel. Lebihnya ucapan tersebut di sampaikan tanpa sedikit menunjukan adanya emosional yang semakin tak tertahankan.

"Sampai kapan kau menahan semua kepalsuan itu? Kau mungkin berpikir, kenapa aku bisa sampai mengetahui semua kepalsuanmu itu yang kau tutup-tutupi dengan keyakinanmu. Yah ini sama seperti pengamatanku, orang baik tidak selamanya merasa baik dengan dirinya sendiri. Karena di samping itu mereka juga menderita karenanya. Sejak awal aku tidak bermaksud merendahkanmu, aku hanya menyindir otoritasmu. Jadi... Bagaimana perasaanmu ketika menyadari orang--"

"Langsung saja apa yang kau inginkan!"

Di tengah kesibukan Izaya yang bermaksud menekan Dewi Gabriel secara halus lewat gema dari tiap perkataannya, spontan mempengaruhi emosional lawan bicarannya hingga akhirnya membuka mulut untuk menentangnya kembali.

"Kalau begitu... Beri aku jarak."

Menyadari respon yang serius terhadap lawannya, Izaya memutuskan untuk lebih dekat dengan keberadaan Dewi Gabriel.

*Wushh...Blarr..*

Namun tetap menyisakan jarak pandang sedikit jauh di antara mereka berdua dimana Izaya berakhir berdiri di atap salah satu rumah warga. Mereka para rakyat yang sadar akan keberadaan berbahaya menghadiri mereka sepantasnya orang-orang menunjukan kepanikan di sekitar.

"Heh? Suara kepanikan ini membuatku bernostalgia. Sekitar lima menit lagi keadaan akan menjadi lebih tenang, oh ya aku memiliki satu saran lagi nona Gabriel. Kusarankan kedepannya meski kau masih hidup atau tidak, jangan sesekali menghadirkan kedamaian abadi ini bila kau masih menyimpan perasaan yang sama seperti manusia, bila aku jadi kau akan kubuat kedamaian palsu ini menjadi miliku sendiri lalu kubuang egoku."

Izaya tanpa ragu menyatakannya dengan jelas dan membuat Zelth yang sedang mendampingi Dewi Gabriel terpaksa harus menahan sedikit kesabarannya saat mendengarkan hinaan terselubung dari setiap perkataan.

"Aku tidak ingin mendengar ocehanmu jadi kumohon percepatlah."

Kepercayaan diri Dewi Gabriel yang sesaat sebelumnya telah hilang kini ia perlihatkan kembali dengan campuran logat seriusnya.

"Santai saja aku kemari bukan untuk membawa kehancuran. Tidak, maksudku untuk pertemuan saat ini, namun tidak berlaku untuk pertemuan berikutnya. Aku memiliki penawaran untukmu nona."

Merasa mempunyai kesempatan untuk berbicara dengan lentang Izaya memanfaatkan hal tersebut sebagai bahan negosiasi.

"Baiklah, tapi sebelum itu... Aku ingin menanyakan satu hal. Apa yang telah kau lakukan terhadap Arkilah!?"

Pilihan yang tepat untuk bertanya kembali di saat suasana hati menyertai kebencian.

"Entahlah... Yang jelas aku menodainya, dan meskipun kulakukan tidak akan ada yang berubah, atau mungkin dirimu sendirilah yang terpengaruh sampai-sampai kau menanyakan sesuatu yang tidak penting."

Sejauh ini Izaya menikmati keadaan yang ia buat sendiri namun perbicangan kali ini mengharuskannya untuk lebih mengelolah baik perkataan Dewi Gabriel agar menciptakan pertemuan yang damai.

"Apa itu sebuah jawaban? Yah bagaimana pun jawabanmu itu akan kujadikan sebuah dendam. Lanjutkan apa yang kau inginkan sebelumnya."

"Seperti yang kukatakan, aku memberimu dua pilihan. Bertarung melawanku di saat rakyatmu serta orang berhargamu masih berada di sini, atau menungguku kembali setelah mengalahkan naga tersebut lalu kita bisa bertarung tanpa mengkhawatirkan apapun, dan ya jangan berpikir menggunakan otoritasmu untuk memanipulasi situasi saat ini itu adalah saranku. Singkatnya aku ingin kau membawaku ketempat naga tersebut."

"Naga kau bilang?... Kelihatannya kau percaya diri sekali ya."

Perkataan Dewi Gabriel seolah meremehkan harga diri Izaya di tambah menunjukan kepercayaan dirinya yang menambah keinginan untuk sedikit bersenang-senang.

"Hee.. Di balik itu kau merasa khawatir bukan? Aku tidak tau kenapa seorang Dewa membutuhkan rakyat, yang jelas tidak ada yang lebih berbahaya dari pada orang-orang licik yang bijaksana."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!