Eps 3:Pengabdian

"Seperti perjanjian sebelumnya.. Saya siap menyandang nama anda... Tuan Izaya."

Riris berlutut di hadapan Izaya dengan rasa hormat yang ia tunjukan.

"Bagus, aku menyukai sikapmu. Riris... Mulai sekarang kau akan terikat oleh ku untuk selama-lamanya... Turutilah semua perintahku tidak terkecuali satupun. Jadilah pelayanku yang bersedia mengorbankan nyawa untuk diriku. Sihir [Reincarnation]"

Sebuah lingkaran sihir hadir di bawah kaki Riris hingga suatu cahaya menarik paksa tubuh Riris kedalam lingkaran tersebut.

Tidak membutuhkan waktu lama Riris kembali hadir dari dalam lingkaran tersebut namun dengan penampilan yang berbeda, Riris yang sekarang tampak memakai atribut yang sangat bertolak belakang dengan penampilan sebelumnya.

Selain kulitnya yang putih, sekarang ia di gambarkan memiliki rambut hitam panjang dan memakai sebuah zirah perang berwarna hitam serta wajah yang tertutupi oleh selembar kain hitam.

"Ini luar biasa, tidak kusangka aku mampu menguasai sihir secepat ini. Bahkan setelah membuat sihir reinkarnasi aku masih belum merasakan lelah. Dan Riris... Kau tampak elegan sekarang, aku jadi ingin membawamu ke ranjang. Akan ku katakan sekali lagi. Siapa tuanmu? Siapa penciptamu? Dan apakah kau merasa telah di sucikan kembali?"

"Tuan saya hanyalah Tuan Izaya, pencipta saya hanyalah Tuan Izaya. Dan saya baru terlahirkan kembali sebagai sosok suci yang akan mengabdi kepada anda Tuanku dan saya adalah.... Riris Void."

Dalam pengenalan diri tersebut Riris menunjukan pengabdiannya dengan cara  tunduk di hadapan Izaya.

***

Beberapa waktu lalu saat sebelum Izaya menemui Artanta...

"Baiklah sampai jumpa."

"Tunggu!"

Selangkah ketika Izaya berkeinginan untuk pergi secara tiba-tiba Riris memanggilnya kembali. Dan respon yang di tunjukan Izaya hanyalah meliriknya dari belakang.

"Anu... Kalau boleh tau siapa nama anda?"

Riris bertanya kepada Izaya dengan rasa ragu, saat ia tau bahwa pria yang ia temui memiliki aura keberadaan yang berbeda.

"Izaya... Hanya itu saja."

Untuk beberapa saat Izaya merasa bahwa Riris ingin mengatakan sesuatu di balik alasan ia menanyakan nama.

"Sepertinya anda mengetahui sesuatu tentang anda bertanya soal kapan saya kemari. Benar begitu?"

"Oh? Tampaknya kau mencurigaiku ya."

Izaya memutuskan memutar balik badannya dan sekali lagi ia menghampiri Riris namun dengan jarak wajah yang cukup dekat. Dan tanggapan Riris tentang tindakannya hanya ia balas dengan senyuman.

"Entah kenapa saya ingin terus menggunakan bahasa formal kepada anda. Mungkin aura anda membuat saya merinding, saya bisa merasakan bahwa anda telah menemui banyak kematian."

Riris mengatakan hal tersebut tanpa beban sedikit pun setelah keraguan yang ia tunjukan sebelumnya.

"Hee.. Omonganmu menarik juga, selain parasmu... Rupanya kau tak tampak sepenuhnya seperti biawarati. Kau tau apa yang membuatku tertarik di setiap bagian wanita?"

Dengan hasrat cintanya Izaya meraih wajah Riris dan menunjukan kedekatan yang lebih dekat hingga mereka bisa merasakan nafas satu sama lain.

Namun sekali lagi Riris tidak menunjukan suatu jawaban kepada Izaya bahkan dengan kondisi yang terbilang cukup agresif.

Selang beberapa detik mereka saling memandang dengan senyuman yang mereka perlihatkan, yang sebenarnya itu adalah rasa kepercayaan diri mereka.

"Ya, aku menyukai sisi wanita karena...."

*Slash*

Terdengar sebuah sayatan dan tanpa di sadari segumpal darah keluar dari perut Riris, ia bahkan tidak menyangka telah menerima luka dalam keadaan yang tidak pernah terbayangkan olehnya.

"Huaakkk..."

Riris terus memuntahkan darah yang  keluar dari dalam mulutnya, dan di saat kesadarannya mulai terganggu ia mencoba melihat apa yang sebenarnya terjadi.

"Be.. Begitu ya."

Tampak bercakan darah di tangan Izaya yang memegang sebuah pisau di sertai aura membunuh yang kuat.

Ketika Riris mencoba menyembuhkan dirinya sendiri tampaknya kejahatan Izaya masih belum berakhir. Sekali lagi Izaya melanjutkan kejahatannya terhadap Riris dimana kali ini ia mencekik leher Riris dengan sangat kuat tanpa memberikannya sebuah kesempatan, dan hal tersebut sudah jelas membuat Riris tidak berdaya hingga membuatnya terbaring ke lantai.

"Hoi Hoi... Kau pikir aku bodoh bisa tertipu dengan senyuman manismu haaa...!?"

Dalam keadaan Izaya mencengkram leher Riris di samping itu Izaya menyadari keinginan kuat yang di miliki oleh Riris, asumsi tersebut Izaya dapatkan saat melihat salah satu tangannya menyembunyikan sebuah pisau yang bermaksud untuk membunuh Izaya.

Keadaan ini benar-benar membuat hasrat membunuh Izaya melambung tidak teratur.

"Apa alasanmu mencoba membunuhku nona?"

Sembari Izaya menanyakan alasan tersebut ia secara sengaja semakin mencengkramkan cekikannya terhadap Riris.

"To... Tolong.. Be.. Rikan Kesem.. Patan.. Berbi... Cara."

Riris tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang membuatnya kehilangan kesadaran secara perlahan, bahkan setiap ucapan yang ia keluarkan itu terdengar seperti memaksakan dirinya sendiri.

"Ya aku akan memberikanmu kesempatan berbicara namun sebelum itu..."

Perlahan Izaya menaiki tubuh Riris yang terbaring dan secara perlahan ia melepaskan cengkraman yang di buatnya, untuk beberapa saat Riris merasa legah, namun sebagai gantinya Izaya menahan kedua tangannya.

Masih belum selesai, kali ini Izaya memegang dua pisau yang salah satunya di miliki oleh Riris, tanpa sebuah alasan dengan sigap Izaya memilih cara lain untuk membuat Riris tidak berdaya lagi dengan cara....

Menusuk kedua tangannya dengan pisau hingga ujungnya menembus lantai, dampaknya ia tidak dapat dengan mudah memberontak terlebih lagi Izaya menahan tubuhnya.

Tentu apa yang Izaya lakukan membuat Riris menjerit kesakitan namun itu hanyalah pendapatnya, tapi faktanya meski Izaya telah menahan semua titik vitalnya dan memberikan kesempatan untuk berbicara, lagi-lagi Riris menunjukan senyuman kepercayaan dirinya, yang seolah membuat Izaya semakin tertarik dengan kepribadian yang dimilikinya.

Tapi dalam sudut pandang Izaya, ia memiliki asumsi sendiri tentang respon yang Riris tunjukan. Pertama ia tidak ingin menjerit karena mungkin akan menjadi perhatian para Goblin di sekitarnya, yang kedua adalah soal suaminya, yang terlihat tidak ingin melibatkannya. Yang pada dasarnya wanita yang bernama Riris ini memiliki alasan tersendiri yang hanya ingin di dengarkan oleh Izaya tanpa melibatkan orang tercintanya.

Terlebih lagi tindakan Izaya sekarang membuat perhatian para Goblin di sekitarnya.

"Oh? Rupanya beberapa para kerdil di sini ingin ikut campur urusan kita, dasar makhluk kotor tak berakal."

Ketika para Goblin mulai menghampiri mereka berdua secara berkelompok, Izaya membuka mata kirinya selebar mungkin dan entah apa penyebabnya secara tiba-tiba para Goblin tersebut terdiam seolah membatu. Bukan hanya para Goblin saja, Izaya juga sedikit terkejut saat melihat reaksi Riris yang tampak merinding menyaksikannya.

"Jadi langsung saja.. Jawab pertanyaanku apa alasanmu mencoba untuk membunuhku ha!?"

Izaya terus menekan Riris tanpa memberikannya sebuah kesempatan untuk menyembuhkan diri dari luka fatal yang ia terima, sehingga kematiannya semakin mendekat. Namun dari reaksi tubuh Riris setidaknya saat ini ia mencoba menahan kesadarannya untuk berbicara dengan Izaya.

*Muntah Darah*"Saya... Memiliki... Beberapa permintaan, saya... Ingin.. Anda mengabulkannya."

"Begitu ya, lagi-lagi kau tidak menjawab alasanmu. Tapi soal perkataan terakhirmu tadi... Aku akan memikirkannya kembali, setelah kau menerima hukumanmu."

"Ya... Apa pun itu, saya akan menurutinya meski saya saat ini sangat menjijikan."

Suara Riris memang terdengar pasrah namun ekspresi yang ia tunjukan menjadi alasan Izaya untuk menunjukan jadi dirinya yang sebenarnya.

"Berapa lama... Kau mampu menahan kesadaranmu?"

Apa yang Izaya rasakan saat ini sangat berbeda dengan dirinya yang sebelumnya, dimana untuk pertama kalinya Izaya tersenyum selayaknya seorang iblis.

"Mungkin.... Sekitar... 35 menit."

"Itu sudah cukup."

Hasratnya telah memuncak, tanpa pikir panjang Izaya meraih pakaian Riris yang ternodai oleh darah, lalu secara bertahap ia melucuti pakaian tersebut sambil menekan bagian penting kewanitaan milik Riris hingga membuatnya terbawa suasana.

"Apa... Anda ingin melakukannya? Namun keadaan ini, tidak enak untuk di pandang."

"Justru dalam keadaan ini membuatku bergairah. Selain itu nikmatilah di saat-saat terakhirmu."

"Baik. Tuan Izaya."

Riris menunjukan senyuman bahagia meski dalam keadaan yang tidak mampu untuk melakukan apapun di hadapan keberingasan Izaya.

***

Beberapa momen kemudian di tempat yang sama... Lebih tepatnya setelah keinginan Izaya terpenuhi.

"Untuk pertama kalinya, baru kali ini aku menemukan seorang wanita dengan kepercayaan diri yang tinggi. Bahkan setelah apa yang ku katakan kau tidak menyangkal tindakanku. Atau mengatakan keinginanmu, sungguh membuatku jatuh hati."

"Anda juga, saya tidak menyangka anda memberi saya kesempatan untuk memulihkan diri di saat-saat terakhir. Sebelumnya saya berpikir akan mendapatkan kematian yang tidak enak di pandang."

Sembari Riris berbicara dengan Izaya yang berdiri di hadapannya, ia perlahan memakai kembali pakaiannya.

"Namun Riris... Sampai saat ini aku tidak menyangka, kau memiliki kepribadian yang di luar perkiraanku. Atau mungkin itulah sosok dirimu yang sebenarnya. Sebelum kau mengatakan permintaanmu, aku ingin mendengar alasanmu yang sebelumnya."

Setelah Riris memakai kembali pakaiannya ia mencoba untuk berdiri dan menghadap langsung dengan Izaya.

"Soal itu... Saat saya mendengar anda bertanya kapan saya datang, membuat saya berpikir anda mengetahui sesuatu tentang para Goblin yang terjinakan di kawasan ini."

"Oh soal itu kah. Yah.. Aku bisa merasakan sifat sejati mereka tanpa menggunakan sihir. Untung saja kau tidak melewati malam di kawasan ini, jika hal itu terjadi mungkin itu akan menjadi hal yang paling menjijikan di hidupmu bahkan melebihi apa yang sebelumnya kulakukan terhadapmu. Ya sebuah reproduksi yang sangat mengerikan."

"Anda tidak perlu menjelaskannya sampai di bagian itu, tapi hal itulah yang membuat saya tertarik untuk pertama kalinya kepada anda."

Lagi-lagi senyuman Riris yang penuh rasa kepercayaan diri ia tunjukan.

"Hanya itu saja? Aku yakin dalam satu pemahaman akan ada serangkaian maksud. Kau sebenarnya... Tidak berpihak pada Dewi Gabriel bukan? Bahkan pakaian yang ternodai itu tidak termasuk tujuanmu yang sebenarnya."

"Itu benar. Dalam kasus saya, bisa di katakan saya adalah Iblis. Ya iblis yang bernama Succubus."

Perkataan terakhir Riris sesaat membuat Izaya menyadari sesuatu.

"Succubus? Pantas saja kau mampu membuatku berada di fase yang jarang ku tampilkan. Ternyata aku telah bertemu dengan hasrat itu sendiri. Lanjutkan."

"Saya memang iblis, namun untuk beberapa alasan... Saya telah kehilangan seluruh kekuatan saya. Bahkan bercinta dengan seseorang itu tampak sedikit sulit untuk saya lakukan. Bukankah ini terdengar ironis? Saya yang sejatinya iblis pembawa cinta justru tidak dapat melakukan hal tersebut, sekarang saya hanyalah manusia biasa. Dan alasan kenapa saya menjadi begini adalah... Karena terkena kutukan dari Dewi Gabriel."

"Gabriel lagi ya. Apakah suamimu mengetahui hal ini?"

"Tidak, bahkan tentang fase para Goblin yang terjadi di malam hari ia tidak mengetahuinya. Jika saja saya membiarkan malam berlangsung nanti, mungkin hal itu akan menyebabkan mentalnya hancur. Dan mungkin anda bertanya kenapa saya menikahi pria itu?"

"Tidak perlu, seorang iblis memiliki sifat alaminya bukan? terutama seperti di manfaatkan atau memanfaatkan."

"Saya cukup kagum dengan tanggapan anda. Ya dulu pria itu adalah pahlawan di daerah luar kerajaan Dewi Gabriel. Namun anda bisa beranggapan bahwa sekarang ia hanyalah pahlawan gadungan yang hanya memiliki sedikit harta. Obsesinya dengan koloni Goblin membuat saya ingin melekat padanya, maka dengan itu mungkin untuk beberapa waktu saya akan aman berada di dekatnya karena berada di luar jangkauan Dewi Gabriel, dan tentunya dengan sedikit kepalsuan soal diri saya yang terikat oleh Dewi mereka."

"Sepertinya aku mulai paham dengan alasanmu. Singkatnya... Kau ingin mencari seseorang yang mampu melindungimu, setelah kau melihat bagaimana diriku yang sebenarnya... Kau ingin berpaling kepadaku, itu seperti sebuah parasit."

"Itu benar, namun untuk anda tanggapan saya berbeda. Mungkin ini sudah saatnya saya menjelaskan tujuan saya. Meski secara 25% anda telah mengungkapkannya. Saya tidak bermaksud memanfaatkan anda, namun lebih tepatnya menyerahkan diri saya, di samping itu saya ingin anda melakukan sesuatu."

Beberapa perkataannya membuat Izaya tertarik, hingga sejauh ini semua yang ia katakan terdengar meyakinkan.

"Ya apa itu?"

Ketika Izaya bertanya tentang alasannya secara tiba suatu tindakan di lakukan Riris, dimana ia meraih wajah Izaya dan menunjukan ekspresi penuh gairah.

"Saya ingin... Anda mengakhiri penderitaan saya. Ya saya mohon hancurkan apa yang saat ini saya miliki, dan saat itulah saya bersedia menjadi bawahan anda."

"Menarik. Tapi bagaimana kau membuktikan kesetiaanmu itu? Tentu selain aset besarmu."

"Anda masih belum memahami tentang sihir bukan? Maka dari itu saya akan membagikan ingatan saya agar anda dapat memahami beberapa tingkatan sihir. Bukan hanya itu. Saya ingin anda merubah diri saya secara penuh, saya sangat yakin anda mampu melakukannya."

Dalam kehidupan sebelumnya Izaya tidak pernah bertemu dengan sosok yang memiliki dua kepribadian mengerikan seperti Riris. Ia seolah menggambarkan suatu individual yang tidak memiliki rasa emosional. Dan tentunya itulah yang membuatnya tertarik dengan Riris.

"Mengubah? Tidak. Itu masih belum cukup, aku ingin kau menyerahkan jiwamu serta segalanya namun dalam diri yang berbeda. Singkatnya aku ingin membuatmu terlahirkan kembali dan hanya terikat olehku, bahkan mengabaikan Tuhan sekali pun. Maka aku akan-"

"Lakukan."

Perkataan Riris yang memotong pembicaraan Izaya membuat keadaan menjadi penuh ketegangan, dimana Izaya juga terkejut saat mendengarkan jawabannya tanpa berpikir panjang.

"Aku benar-benar menyukaimu Riris... Ya aku jatuh cinta kepadamu. Maka dari itu.. Akan ku kabulkan keinginanmu."

Izaya mengulurkan tangannya kepada Riris dengan senyuman yang penuh kehormatan serta aura energi sihir mengiringi di sekujur tubuhnya.

"Baiklah Tuan Izaya. Saya akan membagikan informasi pengetahuan saya. Mohon berikan saya sedikit cinta anda."

Tanpa sebuah kondisi secara mengejutkan Riris langsung menyergap mulut Izaya lalu  segeranya ia menciumnya.

Di samping itu sebaliknya yang Izaya rasakan adalah sebuah keadaan dimana ia di penuhi berbagai informasi ingatan yang mengalir dalam pikirannya.

***

Situasi saat ini di tempat pertarungan yang sebelumnya...

"Riris... Apa yang kau rasakan saat ini?"

Kehormatan Riris masih ia tunjukan di hadapan Izaya, meski dalam kondisi yang tidak seharusnya ia selalu lakukan. Kesan tersebut membuat keadaan ini seperti berhadapan langsung dengan seorang raja.

"Selain bahagia, saya senang dengan diri saya saat ini. Seolah semua pandangan saya hanya berpusat kepada anda, mungkin analoginya seperti anda adalah pencipta saya."

Mendengar pendapat Riris membuat Izaya melepaskan gelak tawanya. Seolah untuk saat ini dirinya telah mendapatkan apa yang di butuhkan untuk mengawali perjalanannya.

"Hahh.. Mungkin ini pertama kalinya aku tertawa di dunia para Dewa. Dan Riris... Kau mendapatkan apa yang telah kau bahagiakan bukan berarti setelah ini kau hanya dapat menghiburku. Ya selama kau mengikutiku kau akan kuberikan sebuah tugas yang akan kau tanamkan pada jiwamu. Untuk kedepannya aku tidak ingin kau ikut campur dalam setiap peranku, jadi selama aku tidak membutuhkanmu aku tidak akan memanggilmu."

"Baik! Lalu tugas apa itu Tuanku?"

Untuk beberapa waktu Izaya berpikir sejenak.

"Sebelum itu ku anggap kau tidak memiliki masa lalu lagi yang berhubungan dengan Dewi Gabriel termasuk saat kau menerima kutukan tersebut, dan aku tidak akan menanyakan alasan itu. Aku yakin dirimu yang sekarang menjadi yang baru bukan?"

"Benar, saya tidak mengingat apapun tentang masa lalu saya, karena kondisi saya saat ini tidak terikat oleh masa lalu."

"Berdirilah..."

Segeranya Riris melakukan perintah Izaya, ia mulai menegakan diri dan menghadap langsung kepada Izaya.

"Baiklah sudah kuputuskan. Riris... Mulai sekarang aku akan menanamkan sebuah perintah kepadamu. Di saat aku membutuhkanmu... Aku ingin kau menjadi pembawa informasi. Ya aku ingin kau mampu mencuri informasi dari setiap panggilanku."

"Baik.. Tuanku."

Sekali lagi Riris menunjukan kehormatannya dengan tunduk di hadapan Izaya. Selain itu secara perlahan tubuh Riris berubah menjadi abu hingga dalam satu keadaan ia menjadi sebuah cincin di salah satu jari Izaya.

"Ini luar biasa. Untuk saat ini aku tidak membutuhkanmu, karena... Dalam ingatanmu aku menemukan tujuanku berikutnya."

Izaya dengan wajah bahagia memberikan sedikit kecupan kepada Riris yang telah menjadi cincin di jarinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!