Eps 11:Kekhawatiran Dan Kecemasan

Tidak ada yang mampu menghentikan pertemuan mereka dalam satu percakapan serius, seolah mereka memperlihatkan aura terpendam berasal dari hasrat mereka masing-masing.

"Hawa keberadaanmu memang misterius, di tambah kelihatannya kau memiliki kekuatan yang cukup mengerikan setelah aku melihat hasilnya sendiri. Aku yakin itu membutuhkan kekuatan magis yang cukup besar untuk merubah seseorang, tidak, atau lebih dari sekedar sihir."

Di balik perasaan antusiasnya sejujurnya Dewi Gabriel masih menyimpan rasa ke khawatiran terhadap apa yang selanjutnya Izaya lakukan.

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Jadi... Jawabanmu?"

Tatapan tajam di sertai senyuman kegairahan menjadikan Izaya sebagai sosok yang paling menekan Dewi Gabriel karena begitu sulit di tebak dari setiap kepercayaan dirinya dan harus lebih menahan kesabaran untuk mencari peluang menghindari keributan.

"Hm, untuk saat ini aku tidak dapat  memastikan seberapa kuat dirimu, dan ada beberapa hal yang harus kau ketahui. Soal naga tersebut... Memiliki aturan yang ku buat sendiri, siapa saja dapat menemuinya jika memang mereka pantas dalam segi kekuatan. Dan mendengar kesepakatanmu tersebut kupikir itu bukanlah sekedar kepecayaan diri saja, aku tidak peduli dengan apa yang nanti menimpa dirimu, lagi pula sejak awal aku memang berniat ingin membunuhmu. Baiklah aku akan mengirimu ke tempat naga tersebut.

"Aku jadi heran sekarang, kenapa sosok kuat sepertimu memenjarakan se-ekor monster? apa kau sendiri tidak sanggup untuk mengalahkannya. Atau... Kau memiliki alasan khusus yang tidak harus kau tangani sendiri seperti contohnya aturan yang kau buat, seolah kau tidak ingin ada campur tangan dengan naga itu."

"Meski kuceritakan, kau tidak akan mengerti. Tapi jangan salah paham bila aku tidak mampu membunuhnya, naga itu adalah makhluk yang pernah membuat Dewa di masa lalu kewalahan menangani keberadaannya. Bahkan satu dunia tidak cukup untuk menampung wujudnya, satu-satunya jalan keluar adalah dengan mengurung dalam satu dunia yang luas, ya kami para Dewa di masa lalu bekerja sama membuat hal tersebut menjadi kenyataan dan menjadikannya makhluk tingkatan terkuat yang pernah kami hadapi, setelahnya aku menerima kewajiban untuk membawa keberadaan makhluk tersebut yang juga karena keinginanku sendiri."

Mendengar kilasan cerita masa lalu Dewi Gabriel, sejenak membawakan opini bagi Izaya tentang seberapa jauh perbedaan di antara mereka berdua yang berdasarkan fakta bahwa hierarki Dewa bukan soal sekedar otoritas.

"Lalu... Apa kau tidak pernah terpikir untuk mengakhiri tanggung jawab tersebut? Kau seolah memiliki alasan tersendiri untuk tidak membunuh naga itu."

"Soal itu... Aku tidak bisa, naga itu bernama Draconis dia telah memakan ribuan Dewa di masa lalu, hasilnya bila aku membunuhnya sama saja aku telah melanggar hal tabu yang tidak ada bedanya dengan tanggung jawab. Naga tersebut juga bisa di katakan sebagai makam bagi mereka yang telah menjadi korban, selebihnya aku tidak ingin terlibat dengan naga itu. Makanya aku memanfaatkan keberadaanya sebagai petisi umum bagi siapa saja yang memang berkeinginan membunuhnya dan juga pengalihan isu terhadap orang yang beresiko menghancurkan kerajaan ini. Seperti dirimu, namun justru kau lah yang mencarinya sendiri, aku yakin kau mengetahuinya berkat salah satu bawahanku. Jadi aku bertanya kembali... Apa alasanmu berniat untuk mengalahkannya?"

Rasa cemas terhadap setiap keputusan Izaya mewaspadai langkah apa yang selanjutnya ia hadirkan untuk Dewi Gabriel.

"Alasan? Ah ya bisa kau sebut sebagai permulaan untuk mengacaukan dirimu. Yang aku maksud bukanlah berkaitan dengan pengorbanan atau semacam itu, melainkan memainkan kepemimpinanmu sebentar agar kau dapat mengerti bagaimana rasanya di permalukan oleh orang yang kau benci."

Izaya menatap sinis dan menunjukan sisi jahatnya yang tersimpan di balik senyuman.

"Singkatnya... Kau ingin aku menjadikan orang kedua setelah Arkilah!? Hah bodoh, sebaiknya jangan pernah meremehkan lawan bicaramu."

Beberapa orang seperti Zelth tidak menyangka Dewi Gabriel dapat memperlihatkan reaksi kerasnya yang menggelora di semua tempat, namun tidak ada tanda-tanda ia menunjukan kemarahan terhadap lawannya.

"Meremehkan ya? Sejak awal aku tidak pernah meremehkan seorang Dewa karena aku paham sendiri akibatnya. Dan maaf saja aku tidak tertarik dengan semua yang kau milliki terkecuali otoritasmu, kelihatannya pembicaraan ini menjadi sedikit berat ya."

"Baiklah, akan ku akhiri pembicaraan ini dan segeranya pergilah dari pandanganku."

Sebuah keanehan datang ketika Dewi Gabriel menelunjukan jarinya ke arah Izaya, tindakan tersebut secara mengejutkan membawa Izaya memasuki suatu keadaan dimana ia perlahan mulai terasa menghilang, dan terdapat dua hal yang menyadarkan dirinya.

"(Seperti yang kuperkirakan, dia dapat mempengaruhi diriku hanya bermodalkan interaksi, artinya... Sejak awal dia mudah saja menyingkirkanku dengan kemampuannya, namun aku dapat menebak alasan tersebut lewat semua tekanan yang telah kuberikan. Aku sangat yakin sampai saat ini ia selalu was-was terhadapku.)"

Izaya berbicara dalam batin serta menatap rendah Dewi Gabriel di saat situasi proses tubuhnya perlahan menghilang.

"Ah~ Dewi Gabriel, aku tidak sabar untuk pertemuan berikutnya bagaimana pun juga aku merasa tersanjung atas semua yang kau hadirkan untuk pertemuan kita berdua. Dan kuharap... Jangan mencoba untuk mengkhianatiku seperti apa yang saat ini kau lakukan terhadapku."

Perkataan tersebut menjadikan momen penutupan pertemuan mereka berdua, karena untuk satu kondisi sepenuhnya Izaya telah menerima sihir dari Dewi Gabriel yang secara langsung mengirimkannya ke suatu tempat sesuai dengan permintaan Izaya.

"Hufft.."

Sesaat setelah Izaya menghilang dari pandangan Dewi Gabriel bagi dirinya sendiri keadaan ini cukup membuatnya merasa legah biarpun sisi lain yang tidak ingin di ketahui kebanyakan orang bukan lagi menjadi hal yang harus di rahasiakan, melihat rakyatnya serta orang terdekatnya dalam keadaan baik-baik saja itu sudah cukup membuat Dewi Gabriel merasa mampu untuk menghela nafas kembali.

"Dewi.. Apakah anda baik-baik saja?"

Zelth yang sejak awal berada di sisi dekat Dewi Gabriel tentunya merasa khawatir dengan keadaan mentalitas paska semua gejolak emosional yang mempengaruhi kepribadiannya.

"Ya aku tidak apa-apa. Aku hanya tidak pernah menyangka kedamaian yang kubuat akan menjadi seperti ini, tapi aku menyadari suatu saat pasti akan terjadi."

Raut wajah Dewi Gabriel tampak tidak lagi menunjukan adanya rasa penyesalan yang tersisa, bagi Dewi Gabriel kejadian ini sudah cukup membuat dirinya sadar dengan kenyataan yang selama ini ia dambakan tidak akan terhindar dari takdir.

"Tolong jangan memaksakan diri anda lebih dari ini. Dan apakah anda bersungguh-sungguh mengirim orang itu sesuai keinginannya?"

"...... Tidak. Aku sempat berpikir untuk mengirimnya di luar permintaanya tersebut, namun ada suatu waktu yang membuat firasatku berkata lain seolah... Tindakan itu justru akan menjadikan bencana besar yang akan menimpa kerajaan ini, walau hanya sekedar firasat, tetap saja aku tidak boleh gegabah, terlebih lagi keberadaan dia berbeda dari semua lawan yang selama ini kalian temui. Aku... Tidak ingin hal buruk terjadi kepada kalian."

Ucapan Dewi Gabriel terdengar mengerang dengan rasa ke kecewaannya terhadap dirinya sendiri, itu bukanlah sebuah penyesalan melainkan mengutarakan ke khawatiran selama ia berinteraksi dengan Izaya, dan hal tersebut menjadikan kegoyahan dalam keteguhan hatinya.

"(Dewi sampai di buat tidak berdaya seperti ini ya)."

Zelth hanya mampu menerima setiap perasaan Dewi Gabriel lewat batinnya sendiri yang sejujurnya semakin tidak bisa ia terima.

"Sudah cukup! Anda tidak perlu lagi membohongi diri anda sendiri. Semenjak detik ini saya terus menampung kemarahan yang berujung ke kecewaan saya terhadap anda."

"Huh?"

Suatu pengakuan di dengarkan oleh Dewi Gabriel dari orang terdekatnya, dalam hal ini ia sangat di buat terkejut oleh Zelth yang menyampaikan langsung isi hatinya.

"Jika saja anda tidak menghentikan tindakan kami mungkin situasi tidak akan seburuk saat ini, maka dari itu untuk kali ini saja... Izinkan saya untuk melawan kehendak anda."

Untuk kali ini Zelth sangat serius dengan keputusanya tersebut, ia tak segan menatapi Dewi Gabriel yang berada di sampingnya demi menunjukan keinginan kuatnya.

"A-Apa yang baru saja kau katakan?!"

Tanpa di sadari ucapan tersebut menciptakan respon serta reaksi serius yang tampak di wajah Dewi Gabriel, ia menegakan alisnya dengan sorot mata terbuka lebar membawakan perasaan terkejut untuk menindaki tegas perilaku yang di tunjukan oleh Zelth.

"Saya kesal, saya begitu kesal melihat anda tak berdaya hanya karena mengutamakan diri kami begitu juga dengan rakyat. Anda itu lemah... Ya anda lemah terhadap kebaikan anda sendiri! Ini waktu yang tepat untuk mengembalikan harga diri anda!, jika saja mereka terbangun... Saya yakin terutama si bocah itu akan menentang keras ucapan saya saat ini."

Sulit di percaya bahwa sejauh ini Zelth mengatakan semua keinginan hatinya dengan keberanian dan menghiraukan ucapan Dewi Gabriel sebagai pertentangan keras dirinya.

"Apa... Yang ingin kau lakukan?"

Dewi Gabriel masih tidak dapat mempercayai kenyataan yang ada di depannya, karena bukan hanya sekedar tutur kata melainkan terdapat tekad yang sulit bagi Dewi Gabriel untuk menaruh keberanian di balik pengucapan tersebut.

"Saya tidak bisa menerima anda terus menyalakan diri anda sendiri hanya karena telah di intimidasi. Sudah jelas bukan? Saya ingin bertemu dengannya sendiri."

Zelth mensorotkan matanya dengan tatapan serius yang mengandung emosional kepada Dewi Gabriel.

"Tidak... Zelth kau tidak boleh melawan perintahku! Ini demi kebaikanmu sendiri... Kau tidak tau seperti apa lawanmu, jadi-"

"Jadi maksud anda... Saya tidak pantas untuk melindungi harga diri anda begitu?"

Pernyataan Zelth yang memotong perkataan Dewi Gabriel dengan adanya tekad sepontan menghadirkan ketakutan untuk mencegah kehendak yang sudah di bulatkannya, karena sejatinya Dewi Gabriel tidak menginginkan perselisihan di antara mereka berdua.

"Bukan!. Perasaanmu telah tersampaikan namun bukan berarti kau harus melawan perintahku! Ini seperti bukan dirimu saja."

Perasaan Dewi Gabriel menjadi luluh saat melihat Zelth yang tidak lagi mendengarkan setiap perkataannya dan hal tersebut menjadikan kekhawatiran tersendiri bagi Dewi Gabriel.

"Sampai kapan anda membohongi diri anda sendiri. Perasaan apa yang sebelumnya anda tunjukan! Rasa senang? Ke khawatiran? Tidak. Semua itu palsu... Sejatinya diri anda adalah... Ketertarikan terhadap perang, andai saja kami tidak pernah terlahirkan mungkin anda berada di kasta yang berbeda."

Untuk kali ini Zelth tidak ingin menoleh ke arah wajah Dewi Gabriel, karena ia sendiri sejak awal telah menyadari ke egoisannya sendiri yang terdengar terlalu berlebihan, dan hal tersebut tidak pantas di perhatikan oleh orang yang ia sayangi.

"Tidak kau salah... Tolong mengertilah."

Dewi Gabriel terus membujuk Zelth agar segera merubah pemikirannya tersebut namun melihat lawan bicaranya tidak lagi memandanginya seolah memberikan kesan yang sudah pasti, dan hal ini menjadikan kelemahan besar dalam diri Dewi Gabriel.

"Tapi saya tetap mencintai anda. Bagaimanapun kepribadian anda... Saya tidak akan pernah bermaksud mengkhianati anda. Dan untuk hal ini sewajarnya saya harus mengambil tindakan. Saya berjanji... Akan kembali hidup-hidup, dari sekian pelayan anda bukankah sayalah yang paling bisa di percaya? Sebagai contoh... Anda memberikan saya akses untuk memasuki ranah Naga itu."

Zelth memberikan kepercayaan diri terhadap ambisinya demi menunjukan tekad kepada Dewi Gabriel.

"Seandainya... Aku tidak pernah memberikan banyak kepercayaan terhadapmu, kau harus mengerti, ini adalah urusanku... Akulah yang memegang tanggung jawab dan aku memiliki caraku sendiri untuk mengembalikan keadaan. Jika memang kau tidak berkeinginan mengkhianatiku... Mari.. Terimalah uluran tanganku ini."

Tindakan Dewi Gabriel mengulurkan tangannya kepada Zelth dan memperlihatkan senyuman tipisnya adalah hal terakhir yang dapat ia lakukan untuk merubah tekadnya tersebut.

Namun nyatanya Zelth yang menyadari tindakan tersebut hanya sekedar membalas dengan lirikan sorotan mata.

"Begitu ya, ternyata benar. Anda yang saat ini tidak setenang sebelumnya, ada waktunya seorang prajurit harus menentang Tuannya bila harga dirinya sedang di permainkan, ini bukan soal kepemimpinan anda, namun bagaimana cara kerja seorang prajurit yang seharusnya. Jadi...."

"Tidak!"

Secara mengejutkan Dewi Gabriel berteriak kecil mencoba melawan kembali rasa takutnya untuk menghentikan perlawanan Zelth.

"Dewi?"

Teriakan itu cukup menyentak Zelth yang semakin tidak tega melihat keadaan Dewi Gabriel.

".... Akan kuberikan fakta, alasan kenapa aku hanya terpaku kepadamu selain mereka. Dan alasan kenapa aku terbuka denganmu untuk berbagi rahasia."

"Huh?"

Ucapan Dewi Gabriel yang mendadak mengganti logat bicaranya secara tidak langsung merubah situasi mereka menjadi lebih berat.

"Kau... Adalah satu-satunya kelemahan terbesarku. Karena kau adalah... Buah hatiku sendiri yang murni lahir dari rahimku."

"Heh?"

Sekilas itu terdengar hanya sekedar ungkapan kecil yang sedikit membuat Zelth bingung, namun mendengar hal tersebut dari orang yang ia hormati terasa sangat menyentakan hatinya.

"A-Apa yang anda coba katakan?.. Bukankah itu sudah jelas."

Zelth mulai merasa ragu dengan yang baru saja ia dengar seakan itu sangat sulit untuk di percaya.

"Maksudmu perkataanku tentang kalian selama ini hanyalah kebohongan? Ya kalian adalah ciptaanku yang terlahir dari harapanku, terkecuali kau Zelth... Kau ada karena kekasihku sebelumnya."

"A-"

Pernyatan tersebut menghadirkan keraguan untuk berbicara seolah itu menyatu dengan rasa tercengang.

"Jadi... Jadi... Apa maksud anda mengatakan kebenaran itu sekarang."

Dari nada bicaranya terlihat jelas Zelth sangat shok menyadari kenyataan yang sulit ia sengkal.

"Tidak, aku bukan bermaksud khusus, aku hanya ingin mengatakan isi hati seorang ibu. Mungkin dengan ini.. Kau akan merubah keputusanmu, aku tidak ingin berselisih dengan anaku sendiri jadi kumohon hentikanlah ke egosisanmu itu kau hanya akan menyakiti ibu."

Dewi Gabriel tetap bersih keras memohon kepada Zelth agar ia segera menarik kembali keputusannya, bahkan ia tak segan menunjukan kasih sayang yang samar di balik ekspresi.

"Begitu ya, begitu ya... Anda memang bijaksana. Waktu yang tepat untuk mengungkapkan segalanya di saat mereka menutup mata, saya tidak tau apa yang akan terjadi bila mereka mendengar hal ini, atau mungkin... Atau mungkin mereka telah menyadari diri mereka sendiri yang ternyata semua itu termasuk kepalsuan?!"

Kepribadian Zelth seolah tergantikan oleh rasa emosionalnya, tidak begitu keras namun terdapat keraguan mengiringi penyampaian tersebut dan di waktu yang sama ia mencoba menyakinkan dirinya sendiri dengan mengedepankan perasaan tenang.

"Jika itu memang benar... Itu tidak akan mengubah fakta bahwa aku menaruh kasih sayang terhadap mereka. Kau mungkin belum paham dengan semua cerita masa laluku, namun aku ingin kau mengerti satu hal... Yaitu aku selalu mencintaimu, tentunya sebagai seorang ibu."

Dewi Gabriel sendiri memahami akan perkataan apapun untuk saat ini tidak akan tersampaikan kepada Zelth, setelah menyadari semua kenyataan itu sudah sewajarnya ia merasa kebingungan secara mental maupun kepercayaan diri. Di satu kesempatan inilah Dewi Gabriel memanfaatkan keteguhan hatinya yang sedang terhasut dengan mewujudkan cintanya lewat kedua tangan yang perlahan menghampiri wajah Zelth.

"Jadi memang benar ya semua ini palsu, saya tidak mampu untuk meluapkan emosi saya kepada anda Dewiku. Tetapi setelah mendengar semua kenyataan ini... Sepertinya anda telah mengalami hal-hal buruk di masa lalu yang tidak semestinya anda bicarakan."

Lantunan ucapan itu terdengar lebih tenang, hal tersebut terasa menjadikan alur pembicaraan kembali normal seolah tidak ada yang merasa tersakiti, terlebih lagi Zelth membiarkan kedua tangan Dewi Gabriel mencoba mencapai wajahnya.

"Syukurlah bila kau mengerti, jadi tolong-"

"Mengerti kah? Tentu saja tidak. Justru setelah mendengarkan hal ini memperkuat keinginan saya untuk pergi, saya tidak ingin anda meneruskan kepalsuan anda karena saya tetap menghargai sosok anda."

Secara mendadak Dewi Gabriel menghentikan niatnya untuk memberikan sedikit sentuhan kasih sayang seorang ibu setelah mendengarkan sesuatu yang tidak ingin ia dengar dari Zelth.

"Apa.. Yang harus kulakukan agar kau berhenti melawanku? Aku... Aku tidak ingin ada kekerasan, entah itu dirimu maupun mereka. Zelth... Menurutmu... Apakah aku seseorang yang rendahan dengan menyembunyikan kebenaran itu?"

Dewi Gabriel tampak menderita dengan ke egoisan Zelth.

"Tolong jangan perlihatkan ekspresi itu, anda adalah orang yang sempurna di mata saya. Bagaimana pun juga semua itu ada alasan kuat di baliknya, walau sejujurnya saya benci mendengarkannya... Namun dengan ini saya memiliki keyakinan yang lebih kuat. Dan soal perkataan awal anda... Maaf itu tidak bisa, bukan sebagai pengawal anda melainkan murni dari hasrat saya. Sekali lagi maaf saya harus pergi sebelum anda benar-benar menghapus keteritakan saya dengan akses tersebut, dan saya mohon... Jangan ikut campur ini adalah keegoisan saya, bila anda hendak melakukannya... Seumur hidup saya akan membenci anda."

"Tidak-"

Sesuatu menghentikan perkataan kecil Dewi Gabriel saat menyadari Zelth memulai fase perpindahan dirinya yang di tandai dengan binar cahaya di sekujur tubuh.

"Saya berjanji akan kembali."

Tak sampai kehendak Dewi Gabriel menggapai tangan Zelth dalam kilasan kedipan mata secara langsung keberadaan Zelth telah menghilang dari pandangan Dewi Gabriel dan itu menjadi perkataan terkahir darinya.

"Begitu ya, sepertinya ini sudah waktunya... Xiao. Aku yakin akan tiba waktu seperti ini dan maaf... Dengan sengaja aku tidak begitu menahan tekad dia, selama jutaan tahun aku mencoba mempertahankan hal berharga yang kita miliki tapi kelihatannya peristiwa berikutnya menjadi akhir dariku. Sejak aku menjadi Dewa dan hidup kekal abadi tidak ada sesuatu yang dapat ku banggakan selain dirimu, dia dan kekuatanku."

Dewi Gabriel bergeming sendiri tanpa menutupi perasaan ke-kecewaan bercampur kesedihan yang selama ini ia pendam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!